Lagi - lagi kesakitan datang lagi pada masyarakat, dengan adanya kebijakan kenaikan untuk tarif tol, di tahun ini Jasa Marga beberapa kali melakukan penyesuaian tarif tol. Dengan dinaikkannya tarif tol tentu akan menambah beban masyarakat.
Pembangunan infrastruktur memang di bangun dalam rangka buat memudahkan transportasi, itu merupakan hal yang amat dibutuhkan manusia. Bukan lagi sekedar urat nadi ekonomi melainkan merupakan sebagai urat nadi kehidupan. Dikala jalan tranportasi masyarakat dikenakan biaya, itu merupakan suatu beban buat masyarakat. Apalagi tarifnya dinaikkan akan semakin bertambahlah beban masyarakat. Salah satu keluhan dari sopir-sopir truk pengangkut logistik biasanya kalau keluar tol Palembang bayar Rp 525ribu sekarang sudah Rp 550ribu.
Disadari atau tidak kenaikan tarif memang sebuah kesengajaan yang di lakukan secara berkala dua tahun sekali mengikuti laju inflasi. Hal ini di atur dalam UU38/2004 tentang jalan tpl dengan perubahan terakhir pada PP 17/2002.
Prmerintah juga mengklaim kenaikan tol sudah sesuai prosedur yang berlaku, sebagaimana terjadi pada tarif tol cimanggis - cibitung yang mengalami kenaikan tarif pada 18-8-2023 pukul00.00 WIB lalu, juga pemberlakuan tarif tol untuk sesi 2A on/off Ramp Jatikarya - SimpangSusun Cikeas.
Tol ruas Kanci - Pejagaan yang menghubungkan JawaBarat dengan Jawa Tengah pada 24-8-2023 pukul 00.00 WIB dengan kenaikan 6% PT Jasa Marga Gempol Pasuruan (JGP) juga memutuskan tarif, naik mulai 3-9-2023 kenaikan tarif tol tersebut bekisar antara Rp 1500- Rp 14000 sesuai jarak.
Tidak hanya di pulau Jawa tarif tol di Pulau Sumaterapun mengalami kenaikan. Kenaikkan tarif tol Trans Sumatera Bakau Heni - Terbanggi mencapai hingga 67% bahkan kenaikan tarif tol Medan-Binjai mencapai 100% lebih.
Sistem kehidupan yang di terapkan di negeri ini telah mengizinkan negara menyerahkan tanggung jawab tata kelola layanan publik kepada korporasi swasta/operator, termasuk pembangunan infrastruktur jalan umum, ini skema yang disebut kerja sama Pemerintah dengan Swasta (KPS) atau kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Sistem kapitalisme yang menerapkan konsep good governance, membuat pemerintah sebagai regulasi kepada operator jalan tol yang terikat dalam KPS atau KPBU, serta membenarlan kenaikan tarif tol berulang-ulang terus hingga mendapatkan keuntungan yang besar secar terus menerus.
Tahapan ini diambil untuk memastikan suasana investasi jalan tol yang kondusif, serta menjaga kepercayaan Investor dan pelaku pasar kepada industri jalan tol yang prospektif di Indonesia, juga untuk menjamin level of service pengelola jalan tol tetap sesuai dengan standar pelayanan minimum(SPM) jalan tol.
Jelaslah bahwa yang dilakukan operator bukan pelayanan prima kepada masyarakat, melainkan pelayanan minimum. Dalam kemudahan justru ada kesusahan, bahkan operator jalan tol diberikan kekuatan secara regulasi oleh pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif tol yang merupakan penyesuaian tarif regular dan telah di atur dalam UU. Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun dijadikan senjata untuk dapat melanjutkan kenaikan tarif tol.
Dalam UU maupun Kepmen PUPR memang layaknya "senjata ampuh" buat lenaikan tarif tol. Alhasil hal tersebut menjadi legal dan tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun, walaupun masyarakat umum tidak menyetujui kenaikan tarif tol karena beban hidup mereka semakin meningkat, tetapi mereka tidak berwenang untuk dapat mengubah aturan yang telah dibuat dan disahkan, pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban.
Begitulah realitanya disistem sekarang yang menyebabkan pemerintah hanya berorientasi pada kelangsungan bisnis para korporasi (operator) bukan rakyat. Bukannya memberikan perhatian pada rakyat yang membutuhkan infrastruktur jalan yang bebas biaya negara malah memberikan berbagai kemudahan kepada operater jalan tol.
Inilah buktinya kelalaian penguasa yang menjadikan pengelolaan pembangunan jalan publik kepada swasta oleh operator mengakibatkan jalan publik dikomersialisasi, jalan tol pun akan terus menjadi sumver pemasukan operator.
Selama sistem ini terus berlaku di negeri ini, selama itu pula tarif tol akan terus naik dan pastinya membuat masyarakat makin susah.
Semua ini jauh berbeda dengan sistem Islam, pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk kemaslahatan publik sebagai realisasi, tanggung jawab penguasa dalam pelayanan kepada publik tidak ada biaya yang harus dibebankan kepada publik alias gratis.
Tata kelola transportasi publik dan Islam merupakan tanggung jawab yang Allah bebankan kepala negara.Tidak ada alasab apapun kepala negara tidak dibenarkan menyerahkan tanggung jawab tata kelola pelayanan publik ke swasta/ korporasi termasuk pengelolaan infrastruktur jalan umum.
Karena tujuam utama pembangunan infrastruktur yaitu untuk kemaslahatan masyarakat umum, bukanlah untuk kemaslahatan swasta, jalan umum tidak boleh dikelola swasta yang buat mencari keuntungan dengan cara berbayar bagi yang mau melewati. Dengan begitu berarti orang yang tidak mampu berbayar tidak boleh melintas dijalan tol, hal semacam ini tidak boleh ada di dalam sistem Islam.
Dengan begitu untuk mengurangi kebutuhan transportasi, pemimpin Islam akan melakukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baik. Sebelum membangun sebuah kota, seperti ketika baghdad di bangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan dahulu. Setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Disitu dibangunkan mesjid, sekolah, perpustakaan, industri, tempat singgah bagi musafir.
Pemimpin pun akan membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi mutakhir, pemanfaatan teknologi elektronik dilakukan oleh pemimpin sebagai bentuk pelayanan kepada publik, bukan hanya untuk meraup keuntungan materi dari masyarakat pengguna jalan. Dengan demikian sehingga tidak dibutuhkan adanya jalan tol. Pada dasarny, publik menginginkan jalan yang mudah dan cepat untuk mencapai tujuannya, agar segala aktivitas dapat terlaksana dengan baik tanpa dibebani berbagai pembayaran yang memberatkan. Hal ini tentu tidak akan terjadi di dalam sistem sekarang ini, yang berorientasi hanya untuk mencari keuntungan materi semata, bukan memberikan kemudahan.