Warga yang bermukim di kawasan Jermal 17 mengeluhkan pengerjaan drainase oleh kontraktor yang terkesan amburadul. Padahal warga sesungguhnya sangat mendukung pengerjaan drainase dengan pemasangan U-Ditch di kawasan tersebut. Karena hal itu merupakan salah satu harapan warga yang kemudian diwujudkan Walikota Medan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) (Medanbisnisdaily, 24/08/2023).
Tak hanya itu, imbas dari kurangnya koordinasi antara Dinas SDABMBK dengan PDAM Tirtanadi juga mengakibatkan terputusnya saluran air bersih. Banyak warga yang mengeluhkan kejadian tersebut akibat pengerjaan yang terkesan berlarut-larut dan amburadul. Padahal air merupakan kebutuhan dasar rumah tangga yang begitu penting untuk aktivitas sehari-hari. Buntut dari persoalan ini sejumlah warga pun akan segera melakukan demo di Kantor Walikota Medan mengadukan kondisi tersebut.
Beberapa waktu terakhir, Kota Medan sendiri memang sedang dikeluhkan dengan hiruk pikuk pengerjaan drainase di sepanjang jalan Kota Medan. Hal ini juga sejalan dengan program prioritas Pemko Medan yang akan mengatasi persoalan banjir agar masyarakat Kota Medan dapat terbebas dari banjir yang kerap melanda Kota Medan apabila terjadi hujan lebat. Namun lagi-lagi, diduga masih banyak permasalahan yang ditemukan atas ketidaksesuaian pengerjaannya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Padahal pengerjaan proyek ini menghabiskan anggaran pemerintah sekitar 5.628.638.600 rupiah. Tentu ini bukanlah nominal yang sedikit. Banyak warga yang kecewa dan menyayangkan hal tersebut. Selain merusak fasilitas media yang berada disana, pengerjaan drainase dari Pemko Medan itu dianggap sangat mengganggu ketentraman masyarakat sekitar (Armadaberita).
Adalah hal yang wajib bagi pemerintah untuk turun mengawasi jalannya proyek-proyek infrastruktur demi keamanan dan keselamatan masyarakat. Namun sayangnya, para pengawas lapangan proyek didapati selalu tidak berada di tempat saat pekerjaan dilakukan, sehingga mengakibatkan banyak kerugian yang terjadi pada masyarakat sekitar. Alhasil kondisi ini sangat menambah kesan buruk pembangunan infrastruktur. Sebab hal ini tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang muncul pada pembangunan drainase yang dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDABMBK) Kota Medan tahun anggaran 2022 yang juga bermasalah. Di mana, terdapat kekurangan volume dan ketidaksesuaian mutu dengan spesifikasi pada 13 paket pekerjaan drainase senilai Rp3 miliar lebih (tvonenews, 16/07/2023).
Ketidaksesuaian permasalahan pembangunan infrastruktur rentan dipengaruhi oleh cara pandang yang keliru. Cara pandang yang lahir dari sistem kapitalisme yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan kerap kali menimbulkan konsekuensi yang buruk. Bagaimana tidak, pemisahan agama dari pengaturan kehidupan telah melahirkan individu-individu yang minim dari aspek ruhiyah. Penguasa yang menjalankan amanah kepemimpinan tidak jauh dari sekadar tujuan materi dan cenderung mementingkan kepentingan bisnis. Alhasil penguasa abai pada tugasnya melayani rakyat hingga akhirnya solusi untuk mengatur urusan hajat publik terkesan tidak serius dan nir empati. Inilah buah dari pemikiran sekuler yang tumbuh subur di dalam sistem kapitalisme saat ini.
Banyaknya keluhan masyarakat seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengoreksi pelaksanaan pembangunan infrastruktur di lapangan, khususnya drainase yang terindikasi masih menjadi masalah. Sementara menganggap remeh hal tersebut adalah kelalaian yang harus ditanggungjawabkan oleh pemerintah. Alih-alih mewujudkan harapan masyarakat, kegagalan dalam memastikan terselenggaranya pembangunan drainase yang tepat justru malah menambah kesan buruk dihati masyarakat.
Kondisi ini tentu berbeda dengan sistem Islam. Penerapan sistem Islam dengan berlandaskan aqidah Islam akan melahirkan individu-individu bertaqwa yang senantiasa taat pada aturan Allah SWT. Pada waktu yang bersamaan lahir pula pemimpin (khalifah) yang amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat (raa’in). Atas dorongan ruhiyah, tumbuhlah kesadaran, simpati dan empati antara dirinya dengan rakyat yang dipimpin. Sebab seorang pemimpin tentu memahami salah satu sabda Rasulullah SAW, “Imam adalah ibarat pengembala (raa’in) dan dia akan bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyat).”
Infrastruktur adalah salah satu hal penting dalam membangun dan meratakan perekonomian sebuah negara demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Di dalam sistem Islam, pembangunan infrastruktur merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh negara. Sebagaimana tujuan dari adanya pembangunan infrastruktur yaitu untuk kemashlahatan publik, tentu dalam proses hingga implementasinya tidak hanya bergantung pada kepentingan ekonomi semata namun benar-benar untuk memberikan pelayanan dan kemudahan bagi kepentingan publik.
Adapun prioritas proyek infrastruktur yang akan dibangun, khalifah akan melihat urgensitas dari infrastruktur tersebut. Pembangunan drainase misalnya yang merupakan antisipatif dari bencana banjir, khalifah akan membuat kebijakan yang tepat dan efisien dari tahap perencanaan hingga tahap implementasi dengan syarat-syarat ketat dalam izin pembangunan, yang dipastikan tidak mendatangkan kemudharatan besar bagi masyarakat umum. Tentu pembangunan tersebut juga ditopang oleh pendanaan yang berasal dari kas negara (baitul mal) kemudian dikelola dibawah pengawasan khalifah.
Demikianlah proses pembangunan yang dilakukan oleh negara di dalam Islam. Hanya di sistem Islam pembangunan didasarkan kepentingan rakyat dan menghindarkannya dari bahaya. Maka tidak ada pilihan lain kecuali kita kembali pada penerapan syari’at Islam kaffah dalam naungan daulah Islamiyyah. Wallahua’lam.
Bazlina Adani
Alumni UMN-AW Medan