Oleh: Iswatun Hasanah, S. Pd
(Aktivis Muslimah)
Dilansir dari media online cnnindonesia.com, Asosiasi peritel Indonesia atau uprindo kembali menagih utang pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng yang sampai dengan saat ini masih belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan senilai 344 miliar rupiah.
Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2020, dimana pengusaha harus menjual minyak goreng kemasan premium seharga 14.000 per liter.
Padahal saat itu harga minyak tembus 17.000 hingga 19.000 per liter, pelaku usaha menutup selisih het dan harga keekonomian dari dana pembiayaan minyak goreng kemasan dari badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit.
Namun dana itu tak kunjung diberikan, buntut persoalan ini pengusaha ritel mengancam mengurangi pembelian hingga menyetop pembelian dari produsen minyak goreng jika utang tak kunjung dibayar.
Hal tersebut dikhawatirkan memicu kelangkaan minyak goreng, ketua umum Aprindo Roy Nicolas mengatakan, apabila kemendag tak kunjung membayar utangnya itu maka Aprindo akan lepas tangan. Ada 31 perusahaan peritel yang terdiri dari 45.000 gerai toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen.
Adapun 31 perusahaan peritel yang tergabung diantaranya adalah Alfamart, Indomaret, Hypermart Transmart, hingga Superindo. Selain melakukan mogok pembelian minyak goreng, langkah yang juga akan dilakukan para peritel adalah melakukan pemotongan tagihan kepada distributor minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor migor.
Kasus ini menunjukkan adanya salah kelola negara dalam menyediakan minyak goreng yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat, selain itu juga menunjukkan berkuasanya para pengusaha dalam penyediaan kebutuhan pangan rakyat, akibatnya kebutuhan rakyat akan minyak goreng tidak terlayani dengan baik.
Bahkan harga minyak goreng untuk rakyat pun bergantung pada korporasi, upaya pemerintah menetapkan het pun ternyata tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dan malah menimbulkan persoalan baru.
Padahal produksi minyak kelapa sawit mentah atau CPO di negeri ini sangat besar bahkan menjadi pemasukan negara terbesar nomor dua selain pajak, artinya ekspor menjadi prioritas utama dibandingkan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Hal ini menunjukkan bahwa negara tersandera dalam kekuasaan korporasi bahkan kepentingan negara pun tersandera dalam kekuasaan korporasi ini, seperti ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit atau CPU ternyata menjadi pemasukan negara nomor dua selain pajak.
Kebijakan ini hanya menunjukkan tidak berdayanya negara dihadapan korporasi, sehingga harga minyak goreng untuk kebutuhan rakyat pun akhirnya bergantung pada korporasi. Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme demokrasi di negeri ini. Negara hanya bertindak sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhan pangannya.
Solusi untuk harga minyak goreng yang terjangkau dengan jaminan ketersediaan di pasaran hanya akan terwujud dalam penerapan sistem Islam, sebab sistem Islam yang tegak dibawah institusi Khilafah meniscayakan adanya peran utama dari negara sebagai penanggung jawab bagi seluruh urusan dan kebutuhan rakyat dalam implementasi kebijakan pengurusan kebutuhan rakyat ini.
Negara sama sekali tidak boleh bergantung kepada pihak manapun baik korporasi ataupun negara-negara asing, sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda: "Seorang Imam atau khalifah atau kepala negara adalah ibarat penggembala atau pengurus dan dia bertanggung jawab atas setiap rakyat yang diurusnya."(Hadis riwayat Bukhari).
Oleh karena itu kebijakan pemenuhan kebutuhan rakyat harus ditetapkan oleh negara dalam rangka menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasulnya seperti yang dijelaskan dalam hadits tersebut dengan mewujudkan pengurusan yang benar dan tepat terhadap urusan-urusan rakyatnya.
Maka kuncinya adalah negara harus menjalankan syariat Islam secara Kaffah termasuk dalam pengurusan pangan mulai dari hulu yakni sektor produksi hingga Hilir yakni konsumsi. Alhasil setiap individu rakyat mampu dan bisa mengakses bahan kebutuhan pokok mereka dengan mudah dan harga terjangkau.
Kedua, negara harus menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri terutama diupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan para petani dan para pengusaha lokal selama kebutuhan dalam negeri belum tercukupi maka negara tidak akan melakukan ekspor ke negara luar. Bahkan bila kebutuhan masih kurang maka negara mengambil opsi impor dari luar negri.
Ketiga, negara harus melakukan pengawasan terhadap rantai tata niaga, sehingga tercipta harga kebutuhan atau harga-harga barang secara wajar dan dengan pengawasan itu pula pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang seperti penimbunan, penipuan dan sebagainya.
Pengawasan ditetapkan oleh negara dengan adanya struktur tertentu di dalam Khilafah yakni hisbah pasar yang sehat akan menghindarkan penguasaan pasar oleh para peritel.
Demikianlah hanya Khilafah yang mampu menyediakan bahan pokok kebutuhan rakyat termasuk minyak goreng dengan harga murah bahkan gratis. Sudah saatnya umat islam berjuang mengembalikan sistem islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, sehingga segala permasalahan terselesaikan dengan sempurna. Wallahu a'lam bi showab.