> KEMISKINAN DI ASIA PACIFIC, KEGAGALAN SISTEM KAPITALISME - NusantaraNews

Latest News

KEMISKINAN DI ASIA PACIFIC, KEGAGALAN SISTEM KAPITALISME


OLEH : RIFDATUL ANAM

Berlalunya virus covid 19 bukan berarti berlalu juga kesulitan dalam kehidupan, masih ada dampak yang ditimbulkan usai pandemi virus covid 19. Seperti babak baru, masalah lonjakan inflasi tahun lalu akibat dampak dari pandemi covid-19 membuat negara-negara di Asia Pasifik dilanda kemiskinan ekstrem.


Diperkirakan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) ada 155,2 juta orang di negara berkembang yang berada di Asia Pasifik atau 3,9% populasi wilayah tersebut hidup dalam kemiskinan ekstrem dengan pendapatan kurang dari 2,15% US Dollar per hari (setara Rp32 ribu perhari atau kurang dari 1 juta perbulan). Kepala Ekonom ADB Albert Park mengatakan jumlah kemiskinan ekstrim itu 67,8 juta lebih tinggi jika dibandingkan tidak ada pandemi dan lonjakan inflasi. (CNNIndonesia)


Mirisnya, di tengah kemiskinan ekstrem yang melanda, UHNW (Ultra High Net Worth) atau kelompok yang memiliki kekayaan yang tinggi US$30 juta atau lebih di kawasan Asia Pasifik, mengalami pertumbuhan substansial hampir 51% selama 2017-2022. Selain Malaysia dan Singapura, Indonesia termasuk memiliki pertumbuhan UHNW tercepat di Asia, yaitu 7-9% yang menjadikannya salah satu negara yang melahirkan crazy rich terbesar di dunia.


Tampak jelas kesenjangan sosial begitu dalam terjadi antara si kaya dan si miskin. Bagi orang-orang kaya, pandemi dan lonjakan inflasi tidak memberikan dampak yang serius, bahkan saat pandemi pun mereka masih bisa dengan mudah memenuhi kebutuhan, malah banyak dari mereka hartanya bertambah. Tapi berbanding terbalik dengan orang-orang miskin, yang sering merasa kesulitan mendapatkan kebutuhan. 


Kondisi sulitnya memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan dan lainnya itulah yang membuat kebanyakan masyarakat kita masuk ke dalam jurang kemiskinan ekstrem. Apalagi terjadi lonjakan inflasi yang tinggi sehingga sulit menghadapi ekonomi yang selalu bergerak naik. Harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung dapat mengurangi dan menghilangkan daya beli masyarakat.


Dalam sistem kapitalisme hal itu sudah terbiasa terjadi, orang yang mempunyai modal besar dapat memanfaatkan keadaan untuk meraup keuntungan, mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jadilah orang yang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin, karena orang yang miskin tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dengan sistem yang memaksa. 


Ini merupakan hasil sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan hari ini, yang telah gagal mewujudkan kesejahteraan umat dan malah membuat ketimpangan dan kesenjangan kekayaan yang cukup besar. Negara yang seharusnya berperan maksimal, tapi hanya memberi solusi tambal sulam yang menjadikan masalah tak kunjung selesai. Kemiskinan ekstrem yang terjadi ini perlu perhatian khusus untuk menyelesaikannya. 


Islam mempunyai solusi yang komprehensif dalam menyelesaikan permasalahan. Sistem ekonomi islam dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan rakyatnya. Memperhatikan kebutuhan individu per individu, sehingga semua terpenuhi hak-haknya. Negara dalam islam akan menjamin semua rakyat dapat dengan mudah memperoleh kebutuhannya. Kemiskinan dalam negara islam akan sangat minim terjadi, karena negara sendiri yang mengelola sumber daya alam dan hasilnya dikembalikan kepada rakyatnya.


Seperti pada saat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, yang tidak ada lagi rakyat miskin sehingga bingung kepada siapa mereka akan memberikan sedekah atau zakat. Dengan masa kepemimpinan yang sungguh sangat singkat, beliau dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tidak akan ada ketimpangan dan kesenjangan sosial dalam islam, semua rakyat memiliki hak yang sama tanpa melihat latar belakangnya.


Wallahu'alam bishawab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.