Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen.
Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial tak menampik tingginya angka anak remaja yang sudah berhubungan seksual tersebut. Hal ini dinilai berdampak tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi.
“Dari hubungan (seksual anak) itu akan menimbulkan persoalan. Seperti, anak wanita berhubungan yang menyebabkan permasalahan hukum bagi laki-lakinya,” kata Erry. dilansir dari media online metro.batam.
Kepala BKKBN Kepri, Rohina mengutarakan, "Semoga kasus serupa tidak ada di Kepri. Dan kami selalu berupaya mencegah melalui forum genre tingkat kelurahan dan seluruh sekolah mengajak remaja menyongsong masa depan sehingga terbebas dari pergaulan seks bebas dan pernikahan dini,”
Rohina menambahkan, program ini bertujuan agar generasi berencana di Kepri bisa menyiapkan masa depannya dengan menghindari pergaulan dan seks bebas serta pernikahan di usia dini.
Faktor penyebab dari hal tersebut, lanjut dia, di era perkembangan digital baik itu media sosial dan konten negatif yang mudah diakses. Penyalahgunaan akses internet tersebut, jelasnya, membuat anak remaja bisa dengan bebas berselancar hingga menemukan konten yang tidak sesuai lalu mencobanya hingga terjerumus pada pergaulan bebas.
“Perkembangan informasi ini menjadi salah satu faktor remaja semakin bebasnya mengakses informasi, tanpa disadari merusak masa depan para remaja,” sebutnya. Dilansir dari media online batam.jawapos.
Sangat memprihatinkan ketika usia pelaku seks bebas semakin kesini semakin muda. Remaja yang baru baligh, yang notabene belum memiliki kesiapan mental untuk menghadapi segala resiko dari perbuatannya sudah melakukan hal yang sangat membahayakan masa depannya.
Tapi itulah faktanya sekarang. Banyak pakar yang berpendapat ini adalah akibat dari tontonan di era digital yang tidak mendidik dan terlalu bebas tayang. Ada juga yang menganggap minimnya edukasi tentang seks kepada anak usia dini. Selain itu juga ada yang menganggap karena ketidakpuasan mereka terhadap kondisi rumah tangga orang tuanya.
Tentunya kita perlu mengkaji lebih dalam untuk keluar dari permasalahan generasi saat ini. Kerusakan generasi akan mengakibatkan kerusakan suatu negara. Teramat penting, khususnya bagi pihak yang terkait untuk mencari dan mengupayakan penyelesaian permasalahan ini.
Makin muda usia pelaku seks bebas adalah indikator kerusakan perilaku yang sangat parah, yang bersumber dari rusaknya asas kehidupan.
pendidikan seks dan reproduksi yang ditawarkan sebagai solusi, hanya akan menambah parah persoalan karena lahir dari paradigma Barat yang bertentangan dengan Islam. Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, yang memancarkan tata aturan kehidupan yang terpancar darinya.
Pendidikan seks dalam Islam merupakan bagian integral dari Pendidikan akidah, akhlak dan ibadah. Terlepasnya pendidikan seks dengan ketiga unsur itu akan menyebabkan ketidakjelasan arah dari pendidikan seks itu sendiri, bahkan akan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan dari tujuan asal manusia melakukan kegiatan seksual dalam rangka pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan seks tidak boleh menyimpang dari tuntutan syariat Islam.
Yang bertanggungjawab dalam pendidikan seks pada anak adalah para orang tua di rumah. Ini akan lebih mudah membahasakan ke anak-anak, karena tidak semua anak memiliki karakter yang sama sehingga pendidikan seperti ini tidak mutkak dengan adanya kurikulum khusus tentang pendidikan seks di sekolah-sekolah.
Pondasi keluarga yang taat, kontrol lingkungan masyarakat yang mendukung, ditambah lagi negara sebagai institusi pelindung generasi dari kerusakan itu diharapkan dapat mengatasi masalah pergaulan bebas ini. Pondasi keluarga semakin goyah akibat sibuknya para orang tua mencari nafkah di tengah sistem kapitalisme yang membuat kebutuhan semakin mahal. Tak hanya suami yang bekerja, istripun harus banting tulang bantu perekonomian keluarga. Biaya kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan sangatlah mahal. Sehingga pendidikan aqidah dan kontrol terhadap anak di lingkungan keluarga menjadi abai. Disamping itu makin diperparah lagi dengan sikap individualisme masyarakat yang tidak mau terlibat dalam mengontrol perilaku generasi yang makin hari makin parah. Dengan dalih tidak mau disalahkan ataupun cari aman.
Bahkan sampai saat ini tontonan yang memancing syahwat masih saja menjadi tontonan bebas sensor di media sosial. Siapa yang bertanggung jawab terhadap hal ini tentunya pemerintah yang berwenang dan berkuasa dalam pencekalan tontonan-tontonan yang merusak seperti itu.
Alhasil, jika kita mau jujur pada nurani kita sebagai manusia ataupun hamba dari Sang Pencipta yaitu Allah Swt maka tidak ada jalan lain selain kembali kepada aturan pencipta yang mengatur setiap lini kehidupan manusia. Aturan yang dibuat dari hasil pemikiran manusia hanya akan semakin memperparah permasalahan yang ada.
Penerapan aturan sesuai syariat Islam dalam kehidupan pastinya akan menjaga kemuliaan generasi dan peradaban ini. Wallahu a'lam.