Oleh : Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat)
Di awal bulan Agustus tepatnya pada hari Jumat 4 Agustus 2023, dunia pendidikan digegerkan dengan berita terbunuhnya mahasiswa Universitas Indonesia yang ditemukan meninggal di kamar kostnya di kawasan Kukusan, Beiji, Depok. Diungkapkan oleh polisi bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri, yang terlilit sewa bayar kost dan pinjaman online (pinjol) sehingga tega mengambil barang milik korban yaitu laptop, HP dan dompet. Pelaku juga merasa iri dengan kesuksesan korban.
Tentunya kasus ini menambah daftar panjang buramnya sistem pendidikan sekuler. Mulai dari lembaga pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah luput dari masalah. Ada kasus perudungan, kekerasan sampai pembunuhan terjadi di lembaga pendidikan sekuler.
Masalah pendidikan ibarat lingkaran yang berputar dan berulang. Setiap tahun ada catatan buruk mengenai pendidikan.
Menurut data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ada 16 kasus perudungan di satuan pendidikan selama Januari - Juli , termasuk di awal tahun ajaran 2023-2024 ada empat kasus perudungan.
Ada juga dua kasus terbaru yang menjadi perhatian publik. Pertama, kasus penikaman seorang siswa yang dilakukan oleh temannya sendiri, karena pelaku mengaku sakit hati kerap dirudung korban.
Kedua, seorang guru yang matanya cacat permanen akibat diserang dengan katapel oleh wali siswa yang tidak menerima karena sang guru menegur anaknya merokok di sekolah dengan menendang wajah si anak.
Ibarat mata rantai yang tidak terputus mengenai kasus perudungan ini. Baik kasus pembunuhan, pergaulan bebas yang sudah menyasar ke anak-anak usia prabalig, juga terjadi di satuan pendidikan menengah sampai perguruan tinggi.
Inilah potret buram sistem pendidikan sekuler. Berawal dari penerapan sekulerisme di bidang pendidikan yang memisahkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama hanya sebagai pelajaran formal dengan jam minim. Agama (Islam) hanya dikenal ketika peringatan hari besar. Islam tidak dijadikan dasar dan acuan dalam pendidikan.
Bila kita menoleh ke belakang, negeri kita ini berulang kali berganti kurikulum, namun faktanya output pendidikan tidak dapat menghasilkan generasi berkepribadian mulia. Munculnya krisis beradab, rusaknya moral kian merebak, dan generasi yang jatuh di jurang kenistaan.
Perubahan mental dan program nawacita berbasis pendidikan karakter yang digadang-gadangkan juga tidak berhasil mengatasi masalah pendidikan yang makin pelik. Generasi yang berkualitas tidak akan terwujud jika sebaik apapun program pendidikan dan napas pendidikan masih berasas sekuler.
Dijelaskan dalam UU Sisdiknas 20/2013 tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif dan mandiri.
Akan tetapi, tujuan ini tidak akan tercapai selama masih menerapkan sistem pendidikan sekuler. Bagaimana generasi bermartabat, jika moralnya hancur tergerus gaya hidup liberal dan hedonis ? Bagaimana generasi bisa beriman dan bertakwa, jika aturan Allah SWT terabaikan ?
Inilah bukti bahwa gagalnya mewujudkan generasi harapan dalam sistem pendidikan sekuler. Lalu apa kontribusi positif pendidikan sekuler bagi generasi ? Sistem ini hanya menjadi beban bagi orang tua, pendidik, peserta didik, dan negara. Sistem sekuler hanya bisa menghasilkan generasi minus akhlak, berkepribadian labil, dan bimbang dengan diri sendiri (krisis identitas).
Bisa jadi sistem pendidikan sekuler menghasilkan generasi berprestasi dalam akademik, namun mereka menjadi generasi yang individualis, kapitalis, dan mengutamakan materi sebagai tujuan hidup. Sehingga hal yang wajar perbuatan generasi sekarang tidak muncul sebagai manusia yang beriman dan bertakwa.
Jika kita lihat dan resapi rahasia peradaban yang lama telah terkubur. Bahkan, banyak kaum muslim yang belum mengetahui bahwa mereka pernah memiliki peradaban tinggi yang melahirkan generasi cemerlang.
Pada catatan sejarah, peradaban
Islam banyak melahirkan
cendekiawan dan ilmuwan yang ahli berbagai bidang.
Ketika peradaban Romawi masih memakai angka Romawi yang susah dipelajari, muncul Al-Khawarizmi, penemu angka nol, seorang ahli matematika yang dikenal Barat dengan Algebra atau Aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol. Lalu ada Jabir Ibnu Hayyan, atau dikenal dengan nama Ibnu Geber, seorang ahli kimia membuat rumusan yang menjadi dasar bagi ilmuwan Barat di bidang kimia. Ada pula Al-Idrisi sang penemu globe, juga Ibnu Batutah, seorang penjelajah dunia sekaligus penemu 300 jalur laut. Kehebatannya tidak kalah dari penjelajah Barat seperti Marco Polo atau Christopher Columbus. Inilah bukti bahwa pada masa peradaban Islam tidak semata lihai dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi.
Kegemilangan Islam dan peradabannya di pentas dunia membuat Barat segan terhadapnya.
Ini karena faktor keberhasilan mereka adalah keimanan dan keilmuannya. Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam, ditopang sistem ekonomi Islam yang mensejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam.
Alhasil, seluruh lapisan masyarakat merasakan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya.
Selama 13 abad, sistem Islam mampu membangun generasi beriman dan berilmu. Sehingga pada masa Khilafah memimpin peradaban, terlahir sosok-sosok terbaik di kalangan ulama, cendekiawan, maupun ilmuwan. Kecerdasan ilmu yang mereka miliki diberikan untuk kemaslahatan umat dan digunakan untuk menciptakan berbagai hal yang bermanfaat bagi rakyat dan negara.
Rindukah kita akan terwujudnya generasi terbaik seperti para pendahulu ? Mari kita selamatkan generasi kita, dengan satu-satunya kunci ketinggian peradaban generasi terdahulu yaitu Islam sebagai jalan dan pedoman hidup dalam bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu'alam bishshawwab