Aktivis Dakwah
Pemerintah sedang mengupayakan membangun program infrastruktur baru, yaitu Tol GeTaCi (Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap) yang memerlukan sekitar 72,16 hektare lahan. Hingga akhirnya, sebanyak 6 desa harus dikorbankan yaitu Bojong, Mandalawangi, Ciherang, Nagreg, Citaman, dan Ganjar Sabar.
Jalan Tol Getaci sepanjang 206,65 km akan melintas di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tentu saja, program ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 56,20 triliun. Diharapkan nantinya proyek tersebut akan menghasilkan kualitas yang semakin baik dengan standar internasional, dan mampu meningkatkan perekonomian negara. (Online tribunperiangan, Sabtu, 12/08/2023)
Saat ini, pembangunan infrastruktur dianggap sebagai hal yang sangat penting untuk menunjang perekonomian negara. Pemerintah gencar mempersiapkan program-program baru, baik dari segi transportasi ataupun telekomunikasi. Sayangnya, mega proyek tersebut tak selalu berjalan mulus dalam pengerjaannya, kadang mengalami mangkrak, keterlambatan, atau bahkan bisa dikatakan gagal untuk ditangani.
Beberapa contoh pembangunan infrastruktur yang mangkrak misalnya proyek perumahan rakyat dengan DP 0%, pengadaan sarana dan prasana udara (seperti, Bandara Kertajati di Jawa Barat yang sepi peminat), juga pembangunan rute kapal feri baru antara Pelabuhan Bitung dan Davao yang berjalan selama 5 bulan namun sepi peminat. Proyek yang semula digadang-gadang bisa membuat ekonomi berkembang, namun nyatanya menjadikannya semakin terperosok.
Penerapan sistem kapitalisme, berpihak kepada para pemodal atau kapital, abai terhadap rakyat. Berbagai pembangunan infrastruktur yang ditangani oleh perusahaan swasta telah menguntungkan mereka, namun tidak bagi rakyat. Penggunaan jalan tol, kereta cepat, dan yang lainnya tidak bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat karena berbayar dan tarifnya tidaklah murah. Sementara yang mendesak dibutuhkan rakyat adalah tersedianya lapangan kerja yang layak dan harga kebutuhan pokok terjangkau. Sangat miris di tengah gencarnya pembangunan, masyarakat kian melarat. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan perut saja begitu kesulitan. Tentu saja para pemangku kebijakan tidak bisa menutup mata, karena rakyat sebagai tanggung-jawabnya. Berapa banyak pajak yang sudah diserap dari masyarakat, seolah tidak ada timbal baliknya bagi kemudahan hidupnya.
Terwujudnya kesejahteraan hanyalah mimpi yang sulit diwujudkan. Jargon bahwa yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin memang nyata adanya di dalam sistem kapitalisme ini.
Berbeda dengan sistem Islam, pembangunan infrastruktur dibangun demi memudahkan masyarakat secara keseluruhan, bukan mencari keuntungan. Dalam catatan sejarah Islam, di masa pemerintahan Utsmani, telah dibangun transportasi kereta api pertama kali dengan proyeksi jalur yang menghubungkan ibukota kepemimpinan Islam (Utsmaniyah) dengan Makkah juga Madinah. Sehingga dapat mempermudah perjalanan jemaah haji dari Istanbul. Perjalanan haji yang tadinya ditempuh 40 hari, jadi perlu waktu 5 hari saja.
Dalam sistem Islam, pembangunan seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan tidak dikelola oleh pihak swasta, melainkan langsung ditangani negara.
Pembangunan infrastruktur sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Penerapan sistem ekonomi Islam dan sistem lainnya berbasis akidah Islam mampu mewujudkan terpenuhinya berbagai kebutuhan rakyat termasuk infrastruktur. Tidak akan terjadi seperti dalam kapitalisme, pembangunan gencar tapi rakyat kesusahan. Pembangunan tambahan seperti jalan tol, sementara masih ada jalan yang bisa dilewati, maka negara tidak akan membangunnya kecuali kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi dan biaya di baitul mal tersedia. Pembangunan semata-mata demi mempermudah masyarakat bukan membebani. Sangat berbanding terbalik dengan pembangunan ala kapitalisme apalagi berbasis utang atas nama investasi, bukannya memajukan kehidupan ekonomi malah inflasi kian tinggi, rakyat makin sulit memenuhi kebutuhan hariannya.
Adapun sumber pendanaan infrastruktur dalam sistem Islam berasal dari kepemilikan umum, yaitu berupa kekayaan alam yang dikelola negara dan sumber lain sesuai syariat.
Dengan demikian proses pembangunan infrastruktur yang ditujukan untuk memberikan pelayanan dan pemenuhan kepada masyarakat tidak akan mengalami banyak kendala. Baik dari segi persiapan proyek maupun implementasi pembangunan terkait penyediaan lahan, ijin pembangunan maupun masalah kepentingan serta sumber pendanaan. Semua itu harus berada di bawah tanggung jawab seorang penguasa, karena kelak ia akan dihisab dan diminntai pertanggung-jawaban. Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR. Muslim).
Amanah kepemimpinan bukanlah tugas yang kecil. Ia harus bertanggungjawab agar umatnya dapat mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Harus mampu mengedepankan kebutuhan rakyat mendesak dibanding pembangunan yang hanya sekedar tambahanan terlebih membebani.
Semua itu akan terealisasi ketika pengaturan hidup berada dalam naungan sebuah kepemimpinan yang menegakkan aturan sesuai syariat.
Wallahu’alam bi ash-Shawwab