Oleh: Hildayati
Hubungan 'kemitraan' antara pengemudi ojek daring dengan perusahaan aplikasi sudah waktunya ditertibkan oleh pemerintah, karena tenaga mereka dieksploitasi, sedangkan penghasilan mereka semakin mengenaskan, kata ahli hukum perburuhan UGM.
Sejumlah pengemudi ojol, yang ditemui BBC News Indonesia, mengatakan dalam sehari mereka memperoleh antara Rp10.000 sampai Rp100.000. Bahkan ada kalanya nol rupiah. Itulah sebabnya, dari 1.000 pengendara ojol dan kurir yang diteliti mahasiswa doktoral London School of Economic (LSE), Muhammad Yorga Permana, sebanyak 66% menyatakan ingin berhenti dan jika ada kesempatan beralih jadi pekerja kantoran.
Namun demikian perusahaan aplikasi Gojek mengeklaim pihaknya senantiasa mematuhi regulasi pemerintah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudinya sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dihadapkan pada persoalan itu, Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan tentang perlindungan tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi.
Rakyat Makin Sengsara, Yakin Mau Diam Saja?
Kondisi seperti ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjamin kepatutan aturan kerjasama antara pekerja dengan pemberi kerja. Negara seakan terang-terangan lepas tangan dengan apa pun yang terjadi terhadap kesejahteraan rakyat. Padahal dalam penyediaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat yang berada dalam wilayah kenegaraannya adalah kewajiban dari pemerintah. Namun yang terjadi saat sekarang malah sebaliknya, lapangan pekerjaan begitu sulit didapatkan, jika ada pun dipersulit lagi proses masuknya oleh sistem. Banyak orang yang mampu bekerja namun berakhir menjadi pengemis dan pemulung karena ketidakpamahamannya akan kewajiban mencari nafkah. Banyak pula orang disabilitas yang begitu semangat untuk mencari nafkah namun pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan untuk dirinya.
Sistem saat sekarang telah menghimpit rakyat dengan banyak kebutuhan yang mustahil untuk tidak dipenuhi. Maka dari itu, tidak heran jika banyak rakyat yang berbondong-bondong bahkan saling sikut untuk memperoleh uang dan untung demi kelangsungan hidupnya. Ternyata selain rakyat, negara sekarang juga tidak mau kalah dalam memperoleh cuan dengan memanfaatkan jasa para pekerja guna meraih keuntungan semata. Dalam kehidupan yang dinaungi oleh sistem kapitalisme hal tersebut lumrah saja terjadi, bahkan sering.
Kapitalisme memiliki cara kerja yang begitu licik, para pemilik modal akan mengupayakan apapun demi mendapatkan keuntungan. Upah atau gaji yang sudah menjadi hak para pekerja bisa saja ditunda bahkan ditangguhkan untuk memenuhi kepentingan pribadi. Perilaku keji itu berasal dari cara pandang kehidupan mereka yang menganggap kepuasan adalah standar kebahagian sehingga penangguhan gaji adalah suatu yang lumrah terjadi.
Paham tersebutlah yang telah merebak pada pemikiran umat, sehingga tidak segan untuk mengorbankan orang lain demi memuaskan nafsunya. Maka dari itu, banyak manusia yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Pemerintah tidak akan pernah berpihak pada rakyat, kebijakan dan keputusan yang dibuat rezim hanya untuk kepentingan pribadi para pemilik modal saja.
Sudah Cukup Letih, Saatnya Kita Beralih!
Islam memiliki aturan bagi pekerja dan pengusaha dimana keduanya bisa saling menguntungkan tanpa saling menzalimi satu sama lain. Negara Islam berperan besar dalam menjaga keharmonisan hubungan antara penguasa dengan pekerja tersebut. Adapun ketentuan gaji dalam Islam harus jelas sejelas-jelasnya sehingga tidak terjadi perselisihan antara pekerja dan penguasa. Maka dari itu, Islam menganjurkan untuk memperjelas kesepakatan akad gaji antara pengontrak dengan seorang yang dikontrak.
Allah berfirman dalam hadis Rasulullah SAW, “Ada seseorang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti … seseorang yang mengontrak pekerja, lalu pekerja tersebut menunaikan transaksinya, sedangkan dia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari).
Dalam hadis tersebut Allah berpesan bahwa gaji seorang pekerja adalah hal yang penting dalam kontrak kerja. Bahkan Allah menolak untuk melihat seorang yang zalim terhadap para pekerja. Selain itu tidak boleh menuntut seorang pekerja mencurahkan tenaga kecuali sesui dengan kapasitasnya yang wajar dengan cara memberikan jam kerja. Maka wajib ditentukan bentuk pekerjaannya, waktu, serta upah yang sepadan. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah, “Apabila aku telah memerintahkan kepada kalian suatu perintah, maka tunaikanlah perintah itu semampu kalian.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari itu tidak ada peralihan terbaik melainkan hanya beralih pada Islam. Islam bukan hanya sekadar agama ruhiyah semata, namun didalamnya terdapat seperangkat aturan yang sudah disiapkan Allah untuk senantiasa dijadikan pedoman hidup.
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang menjadikan syariat yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai standar perbuatan manusia. Dengan landasan tersebut Islam berhasil menciptakan kesejahteraan umat selama tiga belas abad lamanya. Maha Besar Allah yang sudah menurunkan Islam beserta kitabnya. Di dalamnya tidak ditemukan kecacatan atau kesilapan, pada aturan Allah terdapat kunci kemenangan hakiki bagi siapa pun yang berani takwa terhadap-Nya. []