> Derita di Atas Tanah Papua - NusantaraNews

Latest News

Derita di Atas Tanah Papua

 

Oleh Waryati

(Pegiat Literasi) 


Kemerdekaan negara Republik Indonesia selama 78 tahun nyatanya belum mewujudkan arti merdeka dalam cakupan secara luas bagi rakyat Papua. Kondisi kehidupan masyarakat di sana kebanyakan masih sangat memprihatinkan. Pemberdayaan SDA maupun SDMnya dirasa belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah pusat. Tak sedikit dari mereka tetap hidup pada garis kemiskinan meski mereka berada di wilayah yang kaya akan SDA. 


Kasus kelaparan yang menimpa ribuan warga Papua sampai menyebabkan meninggalnya enam orang sungguh sangat menyedihkan. Tepatnya terjadi di Papua Tengah, Kabupaten Puncak, Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume. 


Adapun sebab kekeringan yang melanda sebagian daerah Papua disebut sebagai dampak badai El Nino yang terjadi sejak awal Juni 2023. Akibat kekeringan serta terjangan badai tersebut tanaman warga mengalami kerusakan dan dipastikan gagal panen. Umbi-umbian serta sayuran yang menjadi makanan pokok di sana layu dan membusuk. 


Menanggapi kekeringan ini Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengklaim, pihaknya sudah jauh hari menyampaikan kepada pemerintah adanya musim kemarau sejak Maret 2023. Dengan tujuan agar pemerintah daerah bisa mengantisipasi dampak dari terjadinya kekeringan. (kompas, 30/07/2023). 


Pemerintah sendiri dikabarkan kesulitan memberikan bantuan bagi korban terdampak dikarenakan akses menuju ke sana sangat rawan. Termasuk mereka khawatir adanya gangguan keamanan dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang selama ini mengancam keamanan di Papua. 


Meskipun demikian, akhirnya Bupati Puncak Willem Wandik berhasil mengantarkan bantuan melalui pesawat yang disewanya yakni pesawat Reven Global Air Transport PK RVV dari Bandara Mozes Kilangin menuju Agandume. Meski sebelumnya pihak penerbangan banyak yang menolak karena takut dengan ancaman kelompok kriminal bersenjata (KKB). 


Sungguh ironis, siapapun sepakat, bahwa Papua termasuk salah satu daerah bagian timur Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah. Gunung emas ke empat terbesar di dunia berada di wilayah Papua. Jika kita merujuk pada kekayaan alamnya, sangat mustahil bila rakyat Papua sampai mengalami kelaparan. Sedangkan dalam logika normal, seharusnya ketika suatu daerah memiliki banyak kekayaan alam, mestinya berimbas terhadap kesejahteraan hidup masyarakatnya. 


Kasus kelaparan tersebut menggambarkan, betapa ada ketimpangan pembangunan serta tidak sampainya distribusi kekayaan terhadap rakyat Papua. 


Papua sendiri termasuk wilayah yang pemukiman penduduknya berada di dataran tinggi, dataran rendah dan lembah. Sehingga untuk pendistribusian segala jenis kebutuhan mengharuskan pembangunan infrastruktur di setiap wilayah. Tanpa itu mustahil pelayanan terhadap masyarakat bisa sampai. 


Adanya bencana di Papua sejatinya bukan kasus pertama. Kalau kita mau jujur, toh krisis Papua sudah terjadi sejak lama. Selain minimnya pembangunan infrastruktur yang menghambat lambannya distribusi logistik ke masyarakat, terdapat pula faktor yang saling memengaruhi hingga terjadi krisis berkepanjangan. Diantaranya faktor kemiskinan, krisis pendidikan, kesehatan, juga ancaman keamanan. 


Melimpah ruahnya sumber daya alam di Papua, juga keberadaan Freeport sebagai pengelola tambang emas di sana nyatanya tidak berdampak apa-apa bagi kesejahteraan rakyat Papua seluruhnya. Walaupun pihak pemerintah mengatakan telah melakukan upaya penyejahteraan untuk rakyat Papua sudah  dilakukan dari lama. Namun faktanya, rakyat Papua tetap hidup dengan segala keterbatasan dan didera kemiskinan. Bila pun pihak pemerintah dan PT Freeport benar-benar bertujuan ingin menyejahterakan rakyat Papua melalui pengelolaan tambang emas di sana, tentunya sudah sejak dulu rakyat Papua hidup sejahtera. 


Semua permasalahan di Papua tak terlepas dari penerepan sistem saat ini. Pemilihan sistem ekonomi kapitalis meniscayakan keberadaan sumber daya alam dimiliki oleh segelintir oknum dan lebih banyak lagi dikuasai oleh kaum oligarki. Alih-alih kekayaan alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dan memajukan wilayahnya. Pengelolaan kekayaan berdasarkan ekonomi kapitalis justru menjadi sebab rakyat Papua tetap berada dalam kemiskinan. 


Untuk keluar dari berbagai krisis, hendaknya pemerintah menyadari sumber masalah utamanya. Yakni bersumber dari keserakahan kaum kapitalis yang berada di Papua dan mengeruk semua kekayaannya. Dengan demikian, pihak pemerintah ada usaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan oligarki. Karena faktanya, setiap krisis yang terjadi akibat tidak meratanya pendistribusian ekonomi/kekayaan sebab diterapkannya sistem politik dan ekonomi kapitalis tersebut. 


Allah berfirman dalam surah Al-Araf ayat 96 yang artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." 


Maka jelaslah ketika urusan manusia termasuk diserahkannya pengelolaan SDA kepada sistem selain sistem shahih yang berasal dari-Nya, kerusakanlah yang didapatkan. 


Saatnya umat serta negara kembali kepada sistem yang berlandaskan syariat, yakni sistem Islam. Sehingga pengaturan setiap aspek kehidupan akan memberikan keadilan serta dapat menciptakan kesejahteraan untuk seluruh manusia. Kepemimpinan dalam Islam mewajibkan seorang penguasa memelihara kehidupan rakyatnya. Dengan menjaga keberlangsungan dan keseimbangan distribusi ekonomi. Juga memastikan rakyatnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Adapun ketika terjadi musibah seperti kekeringan, penguasa akan tanggap, sigap, dan melakukan upaya penanggulangan secara cepat dan tepat. 


Wallahu a'lam bishawwab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.