Aktivis Muslimah Tangerang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah salah satu pilar penggerak roda perekonomian bangsa yang berkontribusi positif sehingga setiap tanggal 12 Agustus diperingati sebagai Hari UMKM, sama dengan tanggal lahirnya Bapak Koperasi Indonesia, Drs. Mohammad Hatta.
Tanggal 10-13 Agustus kemarin Hari UMKM Nasional diselenggarakan di Lapangan Pameran Mangkunegaran, Surakarta. Tahun ini peringatannya bersamaan dengan UMKM Expo 2023 yang mengambil tema "Transformasi UMKM Masa Depan". Sebanyak 2.000 pelaku UMKM dari seluruh Indonesia berpartisipasi dalam acara ini. Menurut data Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM 64,2 juta dan menyumbang 97 persen dari total pelaku usaha yang ada di Indonesia. (Dilansir dari media detik)
UMKM diklaim pemerintah memiliki daya tahan dalam menghadapi berbagai gejolak bahkan saat pandemi beberapa tahun lalu. Bahkan UMKM berkontribusi hingga 61,07% dalam pertumbuhan ekonomi.
UMKM juga berkontribusi 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB).
Agar UMKM mampu menghadapi tantangan digital dan memperluas jaringan pemasaran melalui e-commerce maka diberikan bantuan permodalan berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Rp500 juta pada pelaku UMKM yang disalurkan oleh perbankan, kredit Ultra Mikro (UMi) yang disalurkan oleh lembaga keuangan bukan bank dan penyaluran dana bergulir yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Kementerian KUKM. Pemerintah juga menempatkan dana di perbankan nasional untuk restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp78, 78 triliun. Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan penjaminan modal kerja UMKM sampai Rp10 miliar melalui PT Jamkrindo dan Askrindo.
Pemerintah juga memberikan insentif perpajakan untuk mengurangi beban karya UMKM.
Pemerintah juga menargetkan 30 juta UMKM masuk ke dalam ekosistem digital di tahun 2024.
Begitu perhatiannya pemerintah terhadap UMKM membuktikan bahwa ekonomi di sektor riil memang akan lebih bertahan terhadap krisis dibandingkan sektor nonrill. Ini terbukti selama pandemi kemarin. Terbukti bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang konsumtif. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan 53% ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Masyarakat sangat konsumtif, mereka gemar berbelanja secara online dan ini sangat menguntungkan pertumbuhan ekonomi. Akhirnya barang-barang konsumsi terus diproduksi dan menciptakan rantai yang sangat panjang dan tidak pernah putus. Masyarakat tidak lagi berbelanja karena kebutuhan, tapi karena keinginan bahkan ada yang sampai kecanduan belanja.
UMKM bukanlah penompang utama perekonomian Indonesia, ia hanya bagian kecilnya.
Ketika UMKM masuk ke pasar digital, posisinya hanyalah pemanfaat e-commerce, bukan penyedia karena yang menguasai teknologi adalah pemilik modal/kapitalis.
Makin berkembangnya UMKM juga menjadi bukti bahwa pemerintah telah gagal menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Rakyatlah yang harus berjuang dengan membuka lapangan pekerjaan sendiri melalui UMKM.
Sementara sumber kekayaan alam negeri ini diserahkan pengelolaan kepada asing dan swasta dengan privatisasi dan liberalisasi. Kalau SDA dikelola sepenuhnya oleh negara niscaya akan mampu memberikan pertumbuhan ekonomi karena SDA adalah bagian dari ekonomi hulu dan sektor strategis. Dengan ini juga akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan UMKM.
Data kalau UMKM mampu menyerap 97% tenaga kerja dan menyediakan 99% lapangan pekerjaan di Indonesia hanya ibarat obat pereda nyeri yang efeknya sesaat. Penguasaan ekonomi tetap ada di tangan para pemilik modal. Kelak jika pemilik modal ikut bermain di sektor hilir yang banyak diisi UMKM maka angka pengangguran akan kembali tinggi.
UMKM dengan pemilik modal ibarat pertarungan kelinci dan gajah. Ketika produk impor membanjiri pasar digital, UMKM terancam gulung tikar. Mereka sudah kalau duluan sebelum bersaing. Ini adalah bukti negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat dipaksa banting tulang sendiri mencari kesejahteraan dengan menjadi pelaku UMKM.
Adapun kebijakan pemerintah yang seolah berpihak pada UMKM tidak lebih dari sekadar strategi trickle down effects. Pemerintah menerapkan diskon pajak, harapannya dengan diskon pajak ini pendapatan dan suplai produsen meningkat, dengan begitu akan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menaikan gaji. Jika gaji naik maka tingkat konsumsi akan ikut meningkat. Produksi juga akan meningkat sehingga, perusahaan atau produsen akan terus berjalan. Akhirnya UMKM hanya jadi batu loncatan bagi perusahaan besar untuk memasarkan produknya.
Jika seperti ini maka yang paling diuntungkan adalah korporasi/ pemilik modal. Gaya hidup hedonistik dan konsumtif akan terus digencarkan dan masyarakat makin dicengkram oleh kapitalis.
UMKM hanya jadi salah satu cara memperpanjang rantai produksi. Faktanya barang yang diproduksi oleh UMKM adalah barang impor bukan hasil SDA yang jumlahnya melimpah. Trickle Down Effects atau efek menetes ke bawah hanya berfokus pada pemilik modal, yang diharapkan akan menetes dengan sendirinya ke bawah dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Padahal UMKM dihadapkan pada banyak masalah seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja terampil, teknologi dan digitalisasi. UMKM mungkin mampu mencukupi kebutuhan pangan, tapi apakah bisa memberikan kesejahteraan, menjamin kesehatan, pendidikan, dan keamanan?
*Sistem Ekonomi Islam Menjamin Kesejahteraan*
Akar persoalan ekonomi saat ini adalah karena diterapkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem yang menghilangkan fungsi negara sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Dalam Islam sektor ekonomi informal seperti UMKM tidak akan menjadi pilar perekonomian.
Negara Islam adalah negara yang berdaulat dan mandiri. Hal ini akan terwujud karena negara Islam mengedepankan dia jenis industri untuk pengelolaan harta milik umum seperti SDA dan industri berat. Industri pengelolaan harta milik umum misalnya pengelolaan minyak bumi, barang tambang, listrik, air, gas, logam, dan lainnya. Sedangkan industri berat, akan memproduksi mesin dan alat persenjataan, seperti senjata kimia, biologi, obat-obatan dan lainnya.
Dua industri ini cukup mampu menyerap tenaga kerja yang besar.
Islam mengatur kepemilikan menjadi tiga yaitu negara, umum dan individu. Harta milik umum diharamkan dikuasai swasta atau individu. Negaralah yang berhak mengelola dan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Negara juga akan memberikan modal usaha dari baitul mal bagi rakyat yang membutuhkan. Sementara mereka yang mampu menggarap lahan akan diberikan lahan dan diberikan pelatihan/penyuluhan. Diberi bantuan bibit, pupuk atau apa saja yang dapat meningkatkan produktivitas. Kalau rakyat butuh modal makan akan diberikan pinjaman tanpa riba. Sementara bagi yang tidak mampu bekerja karena alasan syar'i dan tidak ada keluarga yang mampu menafkahi, makan negara akan mencukupi kebutuhannya secara langsung.
Negara Islam juga akan menjaga iklim ekonomi dengan baik dengan menghilang segala hal yang dapat merusak pasar. Pasar bebas dilarang, monopoli pasar, kecurangan dan lainnya. Dengan begini rakyat akan bersaing dalam mendapatkan materi dengan adil dan sehat.
Negara juga akan menghilang budaya konsumtif dan gaya hidup hedonis. Negara melalui para pemimpin akan memberikan teladan untuk hidup sederhana, sehat, dan sesuai standar Islam.
Islam tidak melarang manusia mencari kehidupan dunia, tapi tidak boleh sampai melupakan akhirat. Ketika rakyat telah sejahtera, kebutuhan pokoknya telah terpenuhi, peluang untuk mendapatkan kebutuhan sekunder dan tersier terbuka lebar maka tingkat kesejahteraan akan meningkat. Bila rakyat telah sejahtera mereka akan punya banyak kesempatan untuk beramal sholih. Mereka bisa menuntut ilmu, bersedekah, zakat, umroh dan haji, membantu sesama melalui memberi utang atau melakukan syirkah, dan lainya. Hal ini akan membuat harta tidak beredar pada segolongan orang saja. Semua orang punya kesempatan untuk mendapatkan harta.
Dalam Islam setiap muamalah adalah di sektor nyata dan tidak berbasis riba. Sumber pendapatan negara Islam bukan dari pajak apalagi utang. Negara Islam memiliki pos-pos pemasukan tetap seperti zakat, jizyah, ghanimah, fai, kharaj dan lainnya. Melalui sumber pemasukan ini negara Islam telah mampu memberikan kesejahteraan apalagi jika ditambah dengan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Dengan mekanisme ini tidak hanya UMKM yang melejit, tetapi ekonomi juga akan bangkit.
Wallahua'lam bishawab.