Siswi sekolah Skye Digiprenuer
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKBN) pusat mencatat bahwa pada remaja usia 16 dan 17 tahun ada sebanyak 60 persen remaja yang berhubungan seksual, dan pada usia 19 sampai 20 sebanyak 20 persen. “Semoga kasus serupa tidak ada di Kepri. Dan kami selalu berupaya mencegah melalui forum genre tingkat kelurahan dan seluruh sekolah mengajak remaja menyongsong masa depan sehingga terbebas dari pergaulan seks bebas dan pernikahan dini,” ujar kepalan BKKBN Kepri, Rohina Sabtu (5/8).
Menurut praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, banyak faktor yang membuat anak berani melakukan hubungan seksual di usia remaja, seperti remaja yang melakukan seks bebas akibat masalah mental dalam hal ekonomi. Mereka ingin mendapatkan uang dengan instan.
Hal ini tentu sangat disayangkan sekali, karena dampak berhubungan seks di usia dini bisa sangat fatal. Remaja yang sudah berhubungan seksual akan berdampak ke moralnya. Akibatnya, anak tidak fokus melanjutkan Pendidikan hingga menentukan masa depan.
Menilik dari kacamata medis, memulai aktivitas seksual sejak usia dini, berisiko memberikan berbagai dampak merugikan bagi para remaja, terutama remaja perempuan. Para remaja cenderung belum bisa mengerti sepenuhnya konsep dari konsekuensi suatu perbuatan. Sebab pada usia remaja, bagian korteks prefrontal di otak yang berperan dalam kemampuan penalaran, berpikir dan menimbang baik dan buruk dari suatu perbuatan, belum sepenuhnya terbentuk. Bagian otak ini bahkan belum akan terbentuk sempurna hingga seseorang memasuki usia pertengah usia 20-an. Akibatnya, remaja cenderung lebih nekat dan berani dibanding orang dewasa, termasuk dalam hal mengambil keputusan yang berhubungan dengan seksual.
Kemampuan membuat keputusan yang belum sepenuhnya matang juga membuat remaja berisiko lebih tinggi tertular penyakit menular seksual. Bahkan, orang berusia 15-24 tahun merupakan kelompok umur terbanyak pengidap infeksi menular seksual.
Maraknya perilaku seks bebas ini tentu dikarenakan oleh banyak hal, salah satunya adalah karena perilaku ini tidak dilarang oleh Hukum Pidana sebagai hukum positif. Oleh Hukum Pidana perilaku ini tidak dikualifikasikan sebagai tindak pidana, oleh karena itu pelakunya tidak dapat dipidana/dihukum. Perbuatan/tindakan yang dilarang oleh Hukum Pidana dalam lapangan kesusilaan (seksualitas) ini sebagaimana ditentukan dalam Bab XIV, Pasal 281-303 KUHP terbatas hanya dalam hal: merusak kesopanan, pornografi, zina, perkosaan, bersetubuh dengan perempuan pingsan, dengan perempuan yang belum cukup umurnya 15 tahun, perbuatan cabul, mengadakan tempat pelacuran, memperdagangkan perempuan atau laki-laki untuk pelacuran.
Apabila dijelaskan mengapa KUHP tidak melarang perilaku seks bebas ini, jawabnya adalah karena KUHP yang berlaku sekarang ini adalah peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda, yang berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Sebagai buatan negara penjajah Belanda, nilai-nilai yang melandasi KUHP adalah nilai-nilai barat. Salah satu nilai itu adalah nilai kebebasan (liberalisme). Faham yang mengedepankan hak-hak individu dan membatasi pemerintah. Menurut faham ini setiap orang bebas melakukan apa saja yang mereka mau sepanjang tidak melanggar kehendak orang lain. Seks bebas adalah perilaku yang terjadi atas kehendak kedua belah pihak (berarti tidak melanggar hak orang lain), sehingga wajar kemudian tidak dilarang dalam Hukum Pidana mereka.
Tidak ada ajaran agama yang membenarkan perilaku seks bebas. Islam sendiri dengan tegas melarang perilaku seks diluar nikah, atau zina.
Dalam Islam pergaulan antar laki-laki dan perempuan diatur sedemikian rupa. Perbuatan yang bisa menghantarkan pada perbuatan zina (pacaran) saja sangat dilarang apalagi perilaku seks bebas. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Isra’ Ayat : 32, yang artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina,sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Satu-satunya cara untuk mengintervernsinya adalah, pemerintah Indonesia harus lebih waspada dan tegas dalam penegakan hukum terhadap perilaku seks bebas yang menyerang remaja, mengingat dampak yang dihasilkan bisa sangat fatal terhadap moral bangsa ini.