> Pinjol : Bisnis Jasa Kapitalis, Bikin Rakyat Semakin Meringis - NusantaraNews

Latest News

Pinjol : Bisnis Jasa Kapitalis, Bikin Rakyat Semakin Meringis


Oleh : Hawilawati, S.Pd

(Muslimah Permata Umat) 


Dilansir media online jawapos bahwa angka utang masyakarat RI terus meningkat ke pinjol per mei tembus Rp.51,46 triliun. Pembiayaan melalui fintech P2P (peer to peer) lending ini Tumbuh sebesar 28,11 persen year-on-year (YoY). (12/07/2023)


Sungguh miris, di tengah sulitnya ekonomi begitu banyak tawaran pinjaman online dengan syarat yang sangat mudah, hingga membuat orang tergiur untuk meminjamnya. Cukup mengisi biodata dan nominal pinjaman maka uang akan di transfer ke peminjam. Sekilas memberikan solusi praktis bagi permasalahan ekonomi rakyat yang melilit, tapi realitanya justru membuat rakyat semakin meringis terjerat utang dengan berbagai kasus. Ironisnya ada istilah pinjol legal yang artinya telah mendapat izin dari pemerintah. Jika legal dianggap jasa tersebut resmi dan  boleh beredar. 


Adapun rakyat dibikin semakin meringis dengan banyaknya aduan seputar pinjol yang  Isi pengaduan umumnya seperti : ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak di ponsel peminjam dengan cara kasar, penagihan dengan teror, serta penagihan tanpa meminjam. 


Adapun latar belakang masyarakat meminjam uang melalui jasa pinjol sangat beragam, diantaranya : ada yang terpaksa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Memuaskan gaya hidup hedonis. Tercatat  untuk keperluan modal usaha yang dilakukan para pelaku UMKM, dari jumlah Rp 51, 46 triliun tersebut, sebanyak 38,39 persen disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan sebesar Rp 15,63 triliun dan badan usaha senilai Rp 4,13 triliun


Seakan dengan keberadaan pinjol sangat membantu masyarakat yang dibutuhkan. 

Bagaimana realita pinjol sesungguhnya dan bagaimana Islam memandangnya? 


Istilah pinjol atau pinjaman online mencuat ketika dunia digital memfasilitasi manusia dalam bertransaksi, tidak hanya akad jual beli saja, tapi pinjam meminjam atau utang piutangpun juga bisa dilakukan melalui media digital ini. Dalam islam aktivitas pinjam meminjam atau utang piutang di perbolehkan dalam rangka ta'awun (saling tolong menolong). Namun harus difahami aktivitas ta'awun tidak ada kompensasi apapun (mengharapkan keuntungan), hanya keikhlasan untuk meraih ridho Allah Swt.


Namun, Jika pinjam meminjam uang atau utang piutang ada unsur dilebihkan apapun istilahnya, entah administrasi atau jasa tulis tidaklah disyariatkan. Inilah yang disebut riba.


Dalam kitab Nidzomul Iqthisodi (sistem ekonomi Islam) karya Syaikh Taqiyuddin An-nabahani, terdapat dalam bab. Cara-cara terlarang dalam pengembangan harta milik, di jelaskan bahwa sifat yang tampak pada riba adalah adanya suatu keuntungan yang diambil dari pemakan riba, yang sebetulnya merupakan hasil dari tenaga orang lain. Riba itu semacam kompensasi yang diperoleh tanpa harus mencurahkan tenaga sedikitpun.


Sebagai Muslim harus selalu ingat bahwa 

hukum asal benda adalah ibahah (boleh) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah hukum syara’ :


Al aslu fi asya’ al ibahah  malam yaarid dalilu tahrimi (asal dari sesuatu/benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya).


Sementara jasa adalah termasuk dalam kategori benda. Adapun akad pinjam meminjam atau utang piutang dengan jasa yang terdapat unsur riba tidaklah disyariatkan. Adapun keharamannya jelas terdapat dalam Nash Al-Qur'an dibawah ini :


وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا "


Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275) 


Inilah realita akad  dalam sistem sekuler kapitalis tidak menggunakan rambu-rambu agama, tiada standar halal dan haram, ketika di situ ada profit bagi pelaku bisnisnya dianggap sah-sah saja. 


Merebaknya masyarakat terjerat dalam pinjol untuk memenuhi kebutuhan hidup, membuktikan negara telah gagal meriayah (mengurusi) dalam pemenuhan kebutuhan primer rakyatnya, yang sejatinya itu tanggung jawab penguasa. Sehingga membuat rakyat terpaksa melakukan akad yang diharamkan. Ironisnya pemerintah pun mengizinkan jasa haram ini beredar luas artinya telah mensupport rakyat berbuat kemungkaran. 


Kehidupan hedonis ala Kapitalispun membuat orang banyak memiliki keinginan hanya demi kepuasan belaka. Sementara Islam tidak membenarkan hidup berfoya-foya demi kesenangan dan kepuasan  sampai melakukan perbuatan atau akad yang diharamkan. Gaya hidup hedonis inipun hadir bukan tanpa sebab, tapi diciptakan kapitalis agar orang berlomba-lomba memiliki berbagai keinginan, yang dalam pemenuhan keinginan sudah difasilitasi oleh para kapital dengan berbagai produk-produk sekunder dan tersier dengan jenis serupa, hanya brand yang berbeda. Lagi-lagi yang akan diuntungkan besar adalah para kaum kapital. 


Merebaknya UMKM memang harus diberikan apresiasi, membuktikan masyarakat kreatif berusaha di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun banyak hal yang harus diperhatikan bagi pelaku UMKM agar mendapatkan berkah usaha dari Allah, diantaranya jelas produk yang diproduksi atau dijual adalah  yang halal, dilakukan penjualan atau pemasaran yang halal bukan kecurangan atau penipuan, dan yang terpenting adalah dengan modal yang halal. Dalam Islam jika seseorang ingin melakukan usaha namun tidak memiliki modal maka bisa melakukan syirkah (kerjasama). Jadi bisa bergabung antara pengelola dan pemodal dengan konsekuensi pembagian profit yang telah disepakati dan kerugian ditanggung bersama jika terjadi. Selain modal yang harus diperhatikan adalah perhitungan  keuangan usaha yang tepat agar tidak mengalami kerugian. 


Jadi Islam tegas mengharamkan riba, sekalipun dilegalkan oleh negara. Dan harus menjadi muhasabah penguasa bagaimana negeri ini akan mendapati keberkahan Allah dan kesejahteraan hidup rakyatnya. Jika penguasa sendiri membiarkan bahkan mengizinkan perkara yang haram. 


Sudah sepatutnya masyarakat dan negara cerdas memahami perkara mana yang baik dan buruk, yang akan me datangkan maslahat dan mudhorot, tidak hanya sekedar untung rugi secara materi tapi apakah perkara ini dapat menghantarkan ke neraka atau surga Allah. Dan disinilah pentingnya penerapan sistem ekonomi Islam berazas Aqidah Islam dalam menyelesaikan segala persoalan ekonomi rakyat. Wallahu'alam bishowwab

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.