(Aktivis Muslimah)
Geger penyebaran antraks di Gunungkidul, warga diduga terjangkit antraks setelah mengkonsumsi daging ternak yang sakit. Apakah penyebaran antraks di Gunungkidul ini, karena riayah penguasa yang mandul?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, berdasarkan data Kemenkes, terdapat tiga orang yang meninggal karena antraks di Kapanewon Semanu, Gunung Kidul. Kemenkes disebut akan melakukan penyelidikan epidemiologis terkait antraks di Gunungkidul. Pihaknya hendak mengusut dari mana virus antraks bisa menginfeksi ternak warga.
"Biasanya virus bisa menular ke sapi saat sapi itu makan rumput pada daerah yang tanahnya ada virus antraks. Karena virus antraks sangat kuat di dalam tanah, tidak gampang mati," kata Siti.
Kementerian Pertanian mencatat 12 ekor hewan ternak mati (Enam Sapi dan Enam Kambing). Sementara 85 warga positif antraks berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.
Tradisi brandu atau purak, di mana masyarakat menyembelih hewan yang mati atau kelihatan sakit dan membagi-bagikannya, disebut menjadi faktor yang paling meningkatkan risiko terjadinya kasus antraks (Tribunjatim.com, 08/07/2023).
Penyakit antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks bisa menular dari hewan ke manusia melalui konsumsi daging hewan yang terinfeksi, cipratan darah hewan, dan spora bakteri yang tersebar. Spora ini bisa bertahan selama 40—80 tahun di tanah. Oleh karenanya, pemerintah seharusnya bertindak cepat untuk menyelesaikan kasus ini sebelum makin menyebar dan memakan banyak korban.
Kasus antraks di Gunungkidul ini bukan yang pertama kalinya. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, antraks pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023. Sayangnya, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Lambatnya penetapan status KLB bisa berbahaya bagi masyarakat (CNN Indonesia, 7-7-2023).
Tradisi brandu atau purak merupakan salah satu penyebab penyebaran antraks di Gunung Kidul. Brandu atau purak adalah tradisi masyarakat mengkonsumsi dan membagikan daging hewan ternak yang sudah mati atau kelihatan sakit.
Dimana tradisi brandu ini merupakan bentuk simpati masyarakat terhadap tetangga yang ternaknya mati. Ternak tersebut dijual per paket dan uang hasil penjualannya nya diberikan kepada warga yang ternaknya mati.
Brandu merupakan tradisi yang berbahaya. Pemerintah seharusnya tidak membiarkan tradisi tersebut berlangsung di tengah masyarakat. Tetapi adanya tradisi ini selama berpuluh-puluh tahun menunjukkan mandulnya riayah penguasa pada rakyatnya.
Brandu juga merupakan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Juga menunjukkan rendahnya edukasi kesehatan pangan oleh pemerintah terhadap warga.
Keharaman memakan bangkai sudah ada di Al-Qur’an sejak 14 abad yang lalu, tetapi hari ini masih ada warga yang makan bangkai, bahkan memperjualbelikannya. Padahal sudah jelas dibahas di berbagai media massa bahayanya mengkonsumsi bangkai terhadap kesehatan.
Inilah potret kemiskinan di negeri ini, apapun dimakan meski berbahaya untuk kesehatan. Tidak menghiraukan halal dan haram. Yang penting bisa makan.
Beginilah bukti kegagalan penguasa mensejahterakan warganya. Kemiskinan ini bersifat struktural sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Kapitalisme ini telah menghasilkan penguasaan sumber ekonomi oleh segelintir korporasi. Sementara itu, kesejahteraan rakyat terabaikan, banyak rakyat yang miskin, untuk makan pun sulit.
Oleh karena itu, penyelesaian kasus antraks di Gunungkidul tidak cukup sekadar dari aspek kesehatan, tetapi juga butuh penyelesaian sistemis dengan menanggalkan sistem ekonomi kapitalisme yang melestarikan kemiskinan.
Berbeda dengan sistem Islam, dimana Islam mengharamkan umatnya memakan bangkai sebagaimana terdapat dalam QS Al-Maidah ayat 3. Allah Swt. berfirman,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.”
Pengharaman ini ditegakkan melalui hukum positif, yaitu dengan pemberlakuan syariat kaffah.
Pemerintah tidak boleh sekedar memberi sosialisasi dan himbauan pada masyarakat. Namun, harus ada tindakan tegas karena menyangkut keselamatan nyawa manusia.
Masyarakat harus dilarang keras mengonsumsi bangkai. Jika ada yang membagikan atau memperjualbelikan daging bangkai, bisa diberikan sanksi tegas. Jika dirasa perlu, pemerintah bisa memberikan santunan pada warga yang hewan ternaknya mati agar tidak ada jual beli bangkai.
Penerapan sistem ekonomi Islam dapat mewujudkan keadilan ekonomi sehingga harta tidak berputar pada orang-orang kaya saja. Sumber daya alam sebagai kepemilikan umum tidak boleh dikuasai swasta dan akan dikelola oleh negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi seluruh warganya.
Begitupun dengan pendidikan akan menyelenggarakan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi bagi seluruh rakyat. Negara juga menyelenggarakan pendidikan di luar sekolah, yaitu berupa halaqah-halaqah di masjid-masjid. Para ulama akan disebar ke seluruh penjuru negeri. Dengan demikian, seluruh rakyat akan teredukasi dengan baik, termasuk dalam hal kesehatan dan kehalalan pangan yang ia konsumsi.
Demikianlah seharusnya profil negara yang me-riayah rakyatnya secara sempurna. Hal ini hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam karena konsep imam (kepala negara) sebagai raa'in yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Wallahu a'lam bishshawab