Tujuan Pembangunan untuk Rakyat, Bukan Prestasi dan Korporasi


Oleh Sriyanti
Ibu Rumah Tangga

Beberapa waktu lalu Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna, didampingi oleh Kapolresta Bandung Kusworo Wibowo dan Dandim 0624 Kabupaten Bandung Hamzah Budi Susanto, menghadiri rapat koordinasi pembangunan pusat latihan atletik Pangalengan. Rapat tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, di ruang rapat Kemenko Marves Republik Indonesia, Jakarta Pusat.

Dadang Supriatna memastikan proyek ini akan berjalan lancar, meskipun proses perizinan kepemilikan lahan  tengah berjalan. Untuk menjaga keamanan pembangunan sarana atletik ini, pihaknya akan bekerjasama dengan Forum Komunikasi Daerah (Forkopimda), TNI dan Polri. Ia juga sangat mendukung pembangunan ini, dalam rangka memajukan olahraga Indonesia. (detikjabar.com 04/05/2023)

Hal tersebut memang terlihat menarik. Namun dalam merencanakan suatu proyek, pemerintah seharusnya melakukan perhitungan yang matang terkait urgensitasnya dibutuhkan atau tidak.  Membangun sarana olahraga memang bukanlah hal yang salah. Akan tetapi pembangunan tersebut  akan dirasa tak berarti atau bahkan berakhir sia-sia manakala kebutuhan vital bagi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, layanan kesehatan dan sebagainya tetap diabaikan. Padahal ketersediaannya  wajib terpenuhi secara individu per individu, sebagai bentuk tanggung jawab negara.

Di sisi lain, kondisi perekonomian masyarakat pasca pendemi pun masih memburuk. Maka dari itu pembangunan pusat atletik  menjadi kebijakan yang kurang tepat di tengah berbagai kesulitan yang dialami rakyat. Manfaat dari proyek ini hanya akan dirasakan oleh segerintir orang saja, terlebih para korporat dan para pemilik kepentingan.

Pembangunan fasilitas umum seharusnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, artinya semua lapisan masyarakat berhak merasakan manfaatnya. Bukan hanya demi prestasi, terlebih para pemilik modal. Inilah wajah kapitalisme yang meletakkan manfaat sebagai asas mengurus rakyat.

Berbeda halnya ketika Islam dijadikan landasan kepengurusan publik. Penguasa dalam sistem ini, tidak akan mengambil kebijakan yang tidak urgen. Seluruh pembangunan baik infrastruktur ataupun fasilitas umum, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan umat agar mereka mudah untuk mengaksesnya. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat akan menjadi  landasan dan prioritas utama negara. Tidak hanya pembangunan, kebutuhan pokok umat pun tidak terabaikan, seperti terjaminnya seluruh kebutuhan pokok baik secara individu maupun kolektif serta pendistribusiannya yang dilakukan secara maksimal, adil dan merata. Rasullullah saw. bersabda:

"Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus bagi rakyat, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya". (HR. Bukhari).

Terkait dengan berbagai fasilitas umum yang merupakan kebutuhan bersama, seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan sarana lainnya akan disediakan negara dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik. Manfaatnya tentu saja akan dirasakan oleh seluruh rakyat. Mengenai Anggaran yang digunakan untuk membangunnya pun sudah jelas, yaitu berasal dari kas negara yang tersimpan dalam baitul mal, bukan dari investor swasta. Pendapatan yang didapat negara sendiri bersumber dari berbagai pos, diantaranya adalah hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara.

Ketika sistem Islam diterapkan dalam ranah pemerintahan kaum muslimin hidup dalam kesejahteraan yang luar biasa. Negaranya menjadi mercusuar dunia di berbagai aspek, termasuk pembangunan. Di masa kekhalifahan Umar bin Khathab misalnya, ia membangun berbagai infrastruktur seperti jalan, jembatan dan sebagainya. Bahkan demi kepentingan umat, Khalifah Umar mengambil keputusan untuk menggali kembali sungai yang telah tertimbun tanah. Saat itu, ia mengetahui bahwa ada salah satu sungai yang pernah mengalir  di antara nil dekat Benteng Babilonia hingga ke Laut Merah. Hal itu ia lakukan agar mempermudah jalan antara Hijaz dan Fusthath, ibu kota Mesir kala itu. Sehingga perdagangan di wilayah tersebut kembali ramai dan membawa kesejahteraan.

Itulah gambaran pemerintah dalam Islam, karena menjadi seorang pemimpin adalah amanah besar, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Maka dalam menjalankannya penguasa akan memberikan pelayanan terbaik berdasarkan syariat Islam. Tujuan dari visi misi pelayanannya adalah meningkatkan dan tercapainya umat yang sejahtera karena  landasan akidah Islam bukan prestasi sebagaimana saat ini.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post