Remisi, Mungkinkah Akan Memberi Efek Jera?

 



Oleh Ummu Salman
(Pegiat literasi)

Hal yang paling disukai para napi di bui adalah remisi. Pemberian remisi Idul Fitri 2023 diprediksi bakal mengirit anggaran negara secara cukup signifikan.
Sebagaimana klaim Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).

Dilansir dari kompas.com (23/4/2023), Kemkumham juga menyampaikan, bahwa sebanyak 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK) Idul Fitri 2023.

Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti dalam keterangan tertulis, diperkirakan melalui pemberian RK Idul Fitri ini, biaya yang akan dihemat yaitu hingga Rp 72.810.405.000. Biaya tersebut merupakan biaya makan para narapidana.

Rika juga menyampaikan bahwa dari segi kategori remisi khusus, terdapat 661 napi menerima RK II atau langsung bebas. Sementara 145.599 lainnya menerima RK I, yaitu masih harus menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana sebagian. Disamping itu termuat dalam sambutan tertulis Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly bahwa pemberian remisi ini berkaitan dengan "keseriusan bertobat dan memperbaiki diri". Kemudian Bapak Menteri juga menyebut bahwa masa pidana yang dijalani merupakan kesempatan untuk terus intropeksi diri dan sarana untuk mengasah kemampuan spiritual dan intelektual agar menjadi bekal saat warga binaan bebas. (kompas.com, 23/4/2023)

Berbagai aturan terkait dengan sistem sanksi saat ini menunjukkan ketidakseriusan dalam memberikan efek jera pada pelaku kriminal. Ini disebabkan karena sistem sanksi saat ini bertumpu pada nilai sekuler liberal, sehingga melahirkan sistem pidana sekuler. Sistem sekuler jelas menafikkan peran agama dari kehidupan, yang meniscayakan hukum pidana dibuat oleh akal manusia yang lemah dan terbatas.

Selain itu, sistem pidana sekuler juga kosong dari ketakwaan karena tidak bersumber dari wahyu Allah. Aturan buatan manusia ini berpotensi besar untuk berubah, berganti dan berbeda, bahkan lebih dari itu berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang kuat yakni para penguasa dan pemilik modal. Pihak yang kuat ini bisa "membeli" hukum. Mereka mampu untuk lolos dari jeratan hukum, sebesar apapun kejahatan yang mereka lakukan. Karena dalam sistem pidana sekuler tidak ada aturan baku didalamnya, bahkan bisa dikatakan tidak dapat memberikan keadilan sedikitpun bagi masyarakat khususnya mereka yang lemah.

Sistem Pidana Islam Mampu Memenuhi Keadilan

Tentu berbeda jauh dengan sistem Islam. Sistem sanksi dalam Islam adalah sistem yang jelas dan pasti. dan mampu berfungsi sebgaai penebus dosa dan pencegah bagi yang lain untuk melakukan kejahatan yang sama.  Sistem sanksi dalam islam mampu mencegah krimkinalitas dengan tuntas dan mampu memberikan keadilan baik itu kepada korban maupun kepada pelaku kejahatan sekalipun. Ini karena sistem sanksi Islam berasal dari sang Pencipta dan Pengatur alam semesta yaitu Allah Swt.

Ada lima keunggulan dari sistem sanksi salam Islam yaitu:

Pertama, sistem sanksi Islam berasal dari Allah, Zat yang Maha Mengetahui tentang manusia secara sempurna. Allah berfirman dalam surah Al Maidah ayat 50: "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?".

Hukum Allah adalah yang terbaik. Berbeda dengan hukum manusia yang senantiasa diperdebatkan dan diganti.  Pelaksanaan sistem pidana Islam adalah bagian dari wujud ketakwaan kita kepada Allah.

Kedua, sistem pidana Islam sifatnya wajib, konsisten dan tidak berubah-ubah mengikuti situasi, waktu dan tempat. Allah berfirman dalam surah Al Anfal ayat 115: "Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur'an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah firman-Nya Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui".

Ketiga, Sanksi dalam Islam bersifat sebagai zawajir atau membuat jera di dunia dan jawabir atau menghapus dosa di akhirat.

Sistem sanksi Islam itu dimensinya dunia dan akhirat. Berbeda dengan sistem pidana sekuler yang hanya berdimensi dunia dan sangat dangkal. Zawajir artinya bahwa sanksi dalam Islam akan memberi efek jera kepada para pelaku dan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang sama.

Misalnya ketika masyarakat menyaksikan pelaksanaan qisas bagi pelaku pembunuhan, sehingga mereka yang yang menyaksikan akan berpikir berkali-kali untuk melakukan pembunuhan. Ini akan menjamin nyawa manusia dengan baik. Sedangkan jawabir adalah dapat menggugurkan dosa bagi pelaku kriminal di akhirat nanti.

Ketika peristiwa baiat Aqabah II, Rasulullah saw.bersabda: "Barangsiapa yang melakukan suatu kejahatan seperti berzina, mencuri, dan berdusta lalu ia dijatuhi hukuman atas perbuatannya itu, maka sanksi itu akan menjadi kaffarah (penggugur dosa) baginya". (H.R. Bukhari)

Keempat, Peluang permainan hukum dalam sistem pidana Islam sangatlah kecil karena sistem pidana Islam bersifat spiritual, yakni dijalankan atas dorongan ketakwaan. Seorang hakim yang curang atau ia menerima suap dalam mengadili, diancam dengan hukuman yang berat yaitu masuk neraka atau malah bisa menjadi kafir (murtad)

Kelima, seorang qadhi (hakim) memiliki independensi yang tinggi yaitu vonis yang dijatuhkan tidak bisa dibatalkan kecuali vonis tersebut menyalahi syariat. Secara empiris, telah terbukti  bahwa sistem pidana Islam mampu meminimalisir tindak kriminalitas.

Inilah sistem pidana Islam yang mampu menyelesaikan persoalan hukum secara baik dan adil yang semuanya itu akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kafah atau keseluruhan.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post