Perilaku Sadis Buah Sistem Kapitalis


Oleh Nur Hasanah, SKomp 
Aktivis Dakwah Islam

Aksi bullying yang kerap terjadi, kembali memakan korban. Korban meninggal adalah AMD, seorang anak SD berusia 9 tahun, warga Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat, dianiaya oleh kakak kelasnya. (Kompas.com, 20/05/2023)

Sungguh sulit di pahami oleh akal. Seorang anak SD, mampu menghilangkan nyawa adik kelasnya. Kita mungkin sering menyaksikan kelucuan anak-anak SD, ketika mereka belajar di sekolah. Walaupun ada yang sedikit nakal, namun nakal yang tidak melukai fisik temannya. Bisa mengejek, mengganggu, berteriak dan lain-lain. Walaupun aksi ini mungkin masuk kategori bullying, namun tidak menyebabkan koban jiwa.

Pentingnya Pendidikan dari Orang Tua

Ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya, berarti rumah menjadi sekolah pertama bagi seorang anak. Sayangnya dalam sistem kapitalis, beban orang tua sangat besar. Banyak ibu turut memikul beban untuk memenuhi nafkah keluarga. Hal ini menyebabkan kurangnya peran ibu dalam pendidikan anak di rumah. 

Tingkat pendidikan orang tua pun menjadi faktor yang memicu kesalahan pola pendidikan anak. Orang tua tidak paham cara mendidik anak agar anak bisa memiliki jiwa mandiri dan bertanggung jawab, atas perbuatannya. Orang tua hanya berusaha memastikan anaknya bisa tercukupi segala kebutuhan lahiriahnya. Dicukupi kebutuhan hariannya, sekolahnya, kesehatannya. Mereka kurang faham kebutuhan anak yang harus dipupuk sejak kecil yaitu akidah Islam. Pemahaman orang tua tentang agama sangat penting untuk menghasilkan kualitas pendidikan anak. 

Dalam Islam, peran pendidikan anak tidak hanya dipikul oleh ibu tetapi juga ayah. Bahkan peran ayah lebih dominan karena ayah sebagai pemimpin keluarga. Seorang ayah yang faham agama tentu memiliki visi ke depan dalam mendidik anak. Bukan hanya tujuan dunia, tetapi sampai akhirat karena anak adalah investasi dunia dan akhirat.

Kebanyakan orang tua hanya mengikuti pola pendidikan dari orang tuanya atau orang-orang sekitar. Mereka tidak memiliki visi yang jelas menentukan tujuan yang akan dicapai dalam proses mendidik anak.

Anak Semakin Sadis Akibat Kurikulum Kapitalis

Dalam kurikulum sistem kapitalis, pendidikan hanya berorientasi dunia. Sekolah hanya bertujuan untuk mencari kerja. Semakin tinggi sekolah anak, diharapkan masa depannya akan cerah karena berpotensi mendapat pekerjaan yang bergaji besar. Anak dimotivasi untuk mendapatkan nilai tinggi di sekolah agar bisa naik kelas dan mendapat juara kelas. 

Untuk mencapai nilai akademik yang baik, anak-anak harus belajar dengan cara menghafal mata pelajaran yang di ujikan. Ketika tiba masa ujian, itulah masa dimana siswa harus mempelajari ulang pelajaran yang telah dipelajari di kelas. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan nilai baik atau setidaknya mencapai nilai target minimal agar mereka tidak perlu mengulang di hari kemudian.
Banyak diantara anak-anak sekolah melakukan perbuatan yang tidak di perbolehkan seperti, mencontek, memaksa temannya demi mendapat jawaban. Hal ini sering menjadi masalah dalam hubungan pertemanan. Siswa yang merasa memiliki kekuatan bisa melakukan bully kepada teman yang dianggap lebih lemah.

Kurikulum seperti ini, sulit menghasilkan anak-anak yang terdidik dengan baik. Pelajaran sekolah yang mereka hafal tidak melekat lama dalam pemikiran. Pelajaran hanya sebagai pemahaman yang wajib mereka miliki ketika mereka akan ujian. Setelah kelas berganti, pelajaran yang lama akan di lupakan.

Umumnya pelajaran di sekolah memang bukan pelajaran terapan yang bisa diaplikasikan, dalam kehidupan. Pelajaran hanya bersifat ilmu pengetahuan. Bahkan banyak di antara anak-anak SD, masih belum mampu mencerna pelajaran yang diajarkan guru-gurunya di sekolah. Demi menjalankan kurikulum pendidikan, sekolah pun memaksakan untuk menyelesaikan pelajaran.

Pendidikan agama tidak menjadi pendidikan utama anak-anak di sekolah. Itu pun hanya mempelajari cara-cara beribadah. Tidak difahamkan alasan kenapa mereka harus beribadah. Sehingga anak-anak tidak merasa penting menjalankan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menganggap itu hanya ritual yang boleh dilakukan boleh juga tidak.

Tontonan Jadi Tuntunan

Kemajuan teknologi seharusnya mampu memberikan kemudahan-kemudahan. Namun bila tidak diiringi dengan kemajuan wawasan individunya, maka kemajuan teknologi itu akan merusak. Begitu juga dengan kemajuan teknologi gadget yang sudah dimiliki oleh hampir semua orang. Internet mudah di akses oleh anak-anak sampai orang dewasa. 

Varian konten mudah mereka tonton mulai dari konten anak-anak sampai konten khusus orang dewasa. Pemerintah tidak serius menangani masalah ini. Seharusnya pemerintah menjaga keamanan anak-anak, dengan melakukan penyaringan untuk konten-konten khusus orang dewasa. Dengan tidak ada penyaringan kontennya dewasa, anak-anak pun bisa menonton konten tersebut. 

Bahayanya, seringkali anak-anak menonton konten orang dewasa tanpa pendampingan. Dari konten porno sampai konten sadis yang seharusnya tidak mereka tonton. Hal ini akan berpengaruh dengan pola sikap anak-anak yang sudah terpapar konten dewasa. Tontonan bisa menjadi tuntunan. Apalagi tanpa ada nilai-nilai agama dalam dirinya. Mereka bisa menjadi pelaku pelecehan seksual, bisa memiliki perilaku sadis bahkan bisa tega menghilangkan nyawa orang.

Pendidikan Islam Menghasilkan Ilmuwan Bertakwa

Bukan hanya mimpi untuk mengatakan pendidikan dalam Islam mampu menghasilkan sebaik-baik manusia. Sudah terbukti di masa negara dinaungi oleh Islam dalam naungan Khilafah. Khilafah telah menghasilkan ilmuwan-ilmuwan Islam terbaik di dunia. Bahkan hasil karyanya masih tetap digunakan oleh kita sekarang. Ada Al Khawarizmi, penemu Aljabar dan Algoritma, Al Kashi penemu teori angka dan tehnik penghitungan, Al Haytham, penemu ilmu optik, Ibnu Sina, penemu pisau bedah dan masih banyak yang lainnya.

Pendidikan dalam Islam dilakukan dengan serius oleh negara. Negara mewajibkan seluruh rakyat untuk belajar, mulai dari anak-anak. Orang tua tidak diberikan beban membayar biaya sekolah karena biaya sekolah ditanggung oleh negara. Orang tua bisa fokus mendidik anak. 
Islam memiliki kurikulum yang sudah teruji, komprehensif dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan. 

Tahapan-tahapan pendidikan dalam Islam dilakukan mulai anak-anak usia 0 sampai balig. Pendidikan dilakukan untuk membangun kepribadian anak sesuai lapisan usia. Sebelum balig, pendidikan akidah Islam menjadi fokus utama. Tujuannya untuk membina keimanan anak agar mampu membedakan perbuatan yang sesuai syariat dengan perbuatan yang menyalahi syariat. Anak dibina untuk selalu melakukan perbuatan yang sesuai syariat agar Allah rida dan menjauhi perbuatan yang menyalahi syariat karena Allah membencinya. Anak dibina untuk takut kepada Allah sehingga mereka takut melakukan hal-hal yang dibenci Allah.

Dengan pendidikan Islam, perilaku anak-anak akan menjadi baik. Tidak akan ada bully apalagi sampai korban nyawa. Keimanan sudah terbina mulai dari anak-anak.
Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post