Pelecehan Agama Berulang Terjadi, Islam Solusi Hakiki

 


Oleh Waryati

(Pemerhati Kebijakan Publik) 


Penistaan terhadap Islam terus berulang di negeri ini. Seolah-olah tidak merasakan jera, para pelaku dengan mudahnya melecehkan simbol-simbol keislaman. 


Diduga merasa terganggu dengan suara murottal Al-Quran di dekat penginapannya, seorang WNA berulah dengan membentak dan meludahi Imam Masjid Al Muhajir Basri Anwar di Kompleks Margahayu Raya, Kota Bandung pada Jum'at (28/4/2023). Pelaku bule asal Australia berinisial MBCAA dikabarkan hengkang dari penginapannya usai melakukan aksinya. Polisi pun bergerak cepat. Sekitar pukul 01.00 WIB ia diamankan Mapoltabes untuk dimintai keterangan. 

Kabarnya, kini WNA ini telah ditetapkan sebagai tersangka, meski pelaku tidak mengakui perbuatannya. Akan tetapi pihak kepolisian menggunakan alat bukti CCTV dan beberapa orang saksi, termasuk akan menghadirkan saksi ahli. Tersangka pun terancam mendapat hukuman kurungan penjara satu tahun dua bulan. 


Miris, negeri mayoritas Muslim terbanyak, namun masih terus mendapat penghinaan serta penistaan nyata. Kendatipun pelaku hanya warga negara asing yang notabene sebagai turis namun sangat berani melakukan penghinaan terhadap agama di negeri tempat ia pelesir. 


Dengan pongahnya ia masuk ke dalam masjid, membentak, membanting dan mematikan suara murottal serta meludahi wajah Imam Masjid tanpa sedikitpun merasa takut. 

Peristiwa di atas lagi-lagi menoreh luka di hati umat Islam. Kejadian serupa terus berulang dengan pelaku berbeda dan motif yang tidak masuk akal.


Sebegitu lemah kah hukum di negeri ini? Sehingga tidak dapat memberi efek jera bagi oknum pelaku. Ataukah sudah hilang marwah penegakkan hukum negara ini di mata orang asing? Sampai-sampai seenaknya menistakan syiar Islam dan melenggang pergi setelah berbuat onar. 


Faktanya, meskipun telah diatur dalam KUHP mengenai tujuan untuk melindungi kepentingan agama, yakni kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara yang masing-masing telah diperinci ke dalam sub jenis kepentingan lagi. Persoalan penistaan terhadap agama Islam tak kunjung memberikan rasa berkeadilan bagi umat Islam. 


Berulangnya penistaan terhadap imam masjid diduga akibat tidak adanya sanksi tegas terhadap para penista agama. Hal itu menyebabkan para pelaku tak pernah jera, bahkan pelaku baru banyak bermunculan. Ini membuktikan bahwa penjagaan serta penghormatan negara terhadap agama Islam dan umat Islam begitu lemah. 


Sangat disayangkan, di tengah gencarnya seruan toleransi yang digaungkan terhadap umat Islam, nyatanya tidak berimbas baik di kehidupan  umat Islam dan agamanya. Toleransi hanya diharuskan bagi umat Islam, namun tidak untuk nonmuslim kepada Islam dan umat Islam. 


Atas nama kebebasan, umat lain seolah boleh melakukan apapun, termasuk menghina, menista dan melecehkan umat, agama, maupun syiar Islam. 


Selama negeri ini masih berpegang teguh pada sistem yang menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan, penistaan terhadap umat dan syiar Islam akan terus berlangsung. Karena sistem sekuler beranggapan agama hanya urusan individu dan diterapkan dalam ruang privat saja. Sistem ini pun sangat mengagungkan kebebasan dan menjadikan dalih bagi mereka untuk berbuat sekehendak hati. Hal ini yang mendasari setiap geraknya, karena dalam pandangan sekularisme liberalisme, syiar Islam adalah kegiatan yang mengganggu kebebasan mereka. 


Sangat berbeda ketika sistem Islam yang menjadi sumber pengaturan kehidupan manusia maupun negara. Agama serta syiar Islam akan dijaga dengan baik oleh masyarakat juga penguasa dan hukumnya wajib. Siapapun pelaku penistaan yang melecehkan Islam dan umat Islam akan diganjar sanksi tegas dan dihukum keras. 


Sebagaimana diriwayatkan dalam salah satu kisah, bahwa ada seorang laki-laki buta yang memiliki budak perempuan, namun budaknya itu menghina dan mencela nabi Muhammad saw. Kemudian ia menikam budaknya. Lalu laki-laki buta itu mendatangi Nabi dan menceritakan kisah tersebut. Lantas Nabi saw.berkata, "saksikanlah bahwa darah (budak perempuan) itu halal. 


Kisah tersebut menunjukkan bahwa sikap Nabi begitu tegas dan keras menghukum para penista agama. 


Pun melalui firman-Nya Allah menantang mereka yang membenci dan menghina Al-Quran untuk membuat yang semisal dan serupa dengannya. Seperti yang termaktub dalam Surah Huud ayat 13 yang artinya: ''bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: (kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". 


Ayat di atas mengisyaratkan Allah saja tidak main-main menantang manusia jika itu sudah mengenai pelecehan terhadap Nabi, Al-Quran dan isinya. Maka dari itu, terjaganya Islam dan umat Islam hanya bisa diwujudkan saat aturan yang mengatur kehidupan manusia dan negara bersumber dari syariat-Nya. 


Alhasil, Islam telah terbukti mempunyai mekanisme pengaturan hukum yang tegas dan jelas untuk para pelaku kejahatan, termasuk menindak serta menghukum penista agama. 


Wallahu a'lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post