Mayday Tiap Tahun Nasib Buruh Makin Buruk


Oleh : Hj.Padliyati Siregar ST

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan menggelar aksi peringatan May Day atau Hari Buruh Internasional pada Senin, 1 Mei 2023 di lebih 300 kabupaten/kota secara serentak sejak pagi hari untuk menyuarakan empat tuntutan.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, untuk wilayah Jabodetabek aksi akan dipusatkan di tiga tempat yakni Istana Negara, Mahkamah Konstitusi, dan DPR. Setelah melakukan aksi pada Senin (1/5/2023) pagi, para peserta aksi akan berkumpul di Istora Senayan pada siang hari untuk mengikuti May Day Fiesta. "Hingga saat ini, di seluruh Indonesia yang sudah tercatat akan ikut dalam May Day berjumlah 200 ribu buruh.

Sementara itu, kami menargetkan buruh yang akan mengikuti May Day berjumlah 500 ribu orang. Kami akan melakukan konsolidasi pascalibur Lebaran agar target ini terpenuhi. Khusus di Jakarta, aksi May Day akan diikuti 50 ribu sampai 100 ribu buruh,” tegas Said melalui siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (26/4/2023). 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu menjelaskan, ada empat isu yang diangkat sebagai tuntutan Partai Buruh dan organisasi serikat buruh dalam May Day 2023. Pertama, cabut omnibus law Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Sebenarnya, permasalahan buruh bukan semata diakibatkan adanya pandemi. Karena sedari dulu persoalan buruh menjadi PR yang tak pernah tuntas diselesaikan oleh seluruh rezim yang ada. Masalah buruh yang mendasar jelas muncul akibat diterapkannya ideologi kapitalisme dengan doktrinnya tentang peran negara, kebebasan kepemilikan, standar kesejahteraan dan standar penentuan upah.
 
Doktrin lepas tangannya peran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat, menjadi penyebab utama kesengsaraan pada umat. Karena kapitalisme mengajarkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, dan papan) dan masyarakat (pendidikan, keamanan, dan kesehatan) menjadi tanggung jawab individu.

Begitu pun doktrin kebebasan kepemilikan yang membolehkan siapa pun menguasai SDA melimpah milik umat. Menjadikan siapa pun boleh menguasai SDA, walau kemudaratan menimpa mayoritas masyarakat dan kekayaan negara dirampok atas nama kerja sama ekonomi.
 
Ditambah sistem negara yang berasaskan sekuler demokrasi yang meniscayakan pelibatan para cukong dalam setiap kebijakannya. Sehingga keberadaan penguasa serupa “jongosnya” pengusaha multinasional yang semakin mencengkeram ekonomi nasional.
 
Begitu pun doktrin kapitalisme dalam masalah pengupahan, semakin menambah keruwetan. Digunakannya kebutuhan hidup (living cost) minimum sebagai standar penetapan gaji, membuat upah tak setara dengan usaha yang dikeluarkan. Buruh hanya mendapatkan sesuatu yang cukup yaitu sekedar untuk mempertahankan hidup. Mengapa buruh tak memiliki bargaining di hadapan majikannya?
 
Karena mekanisme pasar yang menjadi solusi kapitalisme dalam menciptakan kesejahteraan. Nyatanya malah membuat perusahaan besar bebas “memakan” perusahaan kecil. Inilah yang nantinya menjadi alasan berkurangnya jumlah majikan dan bertambahnya jumlah buruh.
 
Para majikan perusahaan yang “dimakan” perusahaan besar, mau tidak mau akan berubah menjadi buruh. Setelah itu, mereka pun siap ikut antre mengular untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan besar yang bertahan.
 
Selain itu, kapitalisme telah menjadikan tenaga kerja sebagai faktor produksi yang harus ditekan seminimal mungkin demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akhirnya, upah dimaknai sebatas untuk optimasi produksi, yaitu buruh bisa tegak bekerja. Inilah problem buruh yang dihasilkan dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme.


Islam Melindungi Kaum Buruh

Syariat Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan/perusahaan sejumlah hal:
 
Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan semua itu merupakan kefasadan.
 
Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai sistem Kapitalisme di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota/kabupaten atau propinsi. Akibatnya, kaum buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan.
 
Pasalnya, gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Seberapa keras mereka bekerja tetap saja mereka tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat karena besaran upahnya diukur dengan cara seperti itu.


Bahkan di masyarakat Eropa yang standar gajinya terlihat besar, gaji buruh juga tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, biaya hidup mereka juga besar. Inilah kelicikan sistem kapitalisme.
 
Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup mininum masyarakat. Pekerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula.
 
Meski pekerjaan dan kemampuan sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda pula upah yang diberikan. Misal: tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah yang lunak.
 
Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram  mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda:
 
قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
 
Allah telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya; seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari).
 
Menunda pembayaran upah/gaji pegawai, padahal mampu, termasuk kezaliman. Nabi saw. bersabda,
 
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
 
Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman. (HR al-Bukhari dan Muslim).
 
Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda Nabi saw.,
 
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
 
Orang yang menunda kewajiban itu halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
 
Negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan buruh dengan majikan/perusahaan. Negara tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak. Akan tetapi, negara harus menimbang dan menyelesaikan permasalahan kedua pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariat Islam.



Negara Wajib Melindungi Rakyat

Di Tanah Air, regulasi ketenagakerjaan sering justru berpihak kepada pengusaha atau investor. Dengan dalih menyuburkan iklim investasi, yakni agar para investor mau berinvestasi dan membuka lapangan pekerjaan, beragam regulasi dibuat untuk kepentingan mereka dengan meminggirkan kepentingan tenaga kerja.
 
Acapkali dengan dukungan negara, para pengusaha kapitalis berusaha sekuat tenaga menekan gaji pegawai agar mereka mendapat keuntungan maksimal. Sebaliknya, mereka berusaha mengeksploitasi tenaga para buruh untuk meningkatkan produksi demi keuntungan perusahaan. Praktik-praktik seperti itu sudah lazim di negara-negara kapitalis.
 
Para pengusaha kapitalis yang rakus akan membuka usaha di negara-negara berkembang yang memiliki bahan baku murah dan tenaga kerja yang juga bisa dibayar semurah-murahnya. Warga yang membutuhkan pekerjaan akhirnya terpaksa menerima tawaran upah yang murah karena kebutuhan nafkah. Akibatnya, terjadilah kesenjangan sosial yang amat dalam. Para pengusaha kaya-raya, sedangkan buruh menderita.
 
Padahal untuk kawasan Asia Tenggara, upah pekerja Indonesia (95 US$) lebih kecil dibandingkan Filipina (142 US$), Laos (140 US$) dan Kamboja (166 US$). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan rata-rata upah buruh pada Februari 2020 sebesar Rp 2,92 juta perbulan. Jumlah itu tentu jauh dari pemenuhan kebutuhan pokok minimum di Tanah Air. Jika UU Omnibus Law Cipta Kerja benar merugikan buruh, akan semakin terpuruklah nasib mereka di Tanah Air.
 
Inilah bedanya dengan negara dalam Islam. Khilafah Islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan semua anggota masyarakat, baik pengusaha maupun pekerja. Nabi saw. bersabda,
 
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
 
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari).
 
Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Khilafah yang menerapkan syariat Islam wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keamanan mereka.
 
Khilafah juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim kepada para pekerja mereka. Bagi Khilafah, kesejahteraan rakyat di atas kepentingan para pengusaha. WalLahu a’lam bi ash-shawwab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post