Faktor Penyebab Kemiskinan Ekstrem Dalam Sistem Kapitalis.


Oleh: Khanty Netta

Kemiskinan merupakan salah satu permasalah sosial yang selalu hadir di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan dianggap sebagai salah satu permasalah sosial yang sulit untuk diuraikan, apabila tidak diatasi dengan segera dan menemukan akar permasalahan dari penyebab kemiskinan.

Kemiskinan secara umum merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang secara ekonomi untuk dapat memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut ditandai oleh rendahnya kemampuan pendapatan seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan.

Dikutip dari CNN Indonesia tanggal 23/02/2023, ekonom menilai target pemerintah mencatat kemiskinan ekstrem 0 persen di 2024 sulit terwujud, terlebih adanya masa transisi politik. 

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kemiskinan ekstrem sulit ditekan karena masalah kerak kemiskinan bersifat struktural, seperti akses pendidikan hingga kesehatan. Selain itu, siklus ekonomi baru melalui proses pemulihan selepas pandemi Covid-19, di mana lapangan kerja belum dalam kondisi optimal.

Miskin ekstrem merupakan suatu kondisi yang sangat sulit akan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal dan informasi.

Adapun faktor penyebab miskin ekstrem diantaranya: Pertama, tingkat pendidikan yang rendah. Biaya pendidikan yang tinggi dalam kapitalisme tidak bisa dijangkau oleh mayoritas masyarakat, apalagi di masa pandemi. Ekonomi semakin sulit, pengangguran bertambah meningkat akibat PHK massal, usaha bangkrut sehingga banyak orang tua yang tidak bisa membiayai sekolah atau kuliah anak-anaknya. Oleh karena itu, bagi yang tidak memiliki cukup wawasan, keterampilan dan pengetahuan, akan mengalami kesulitan untuk bersaing dalam dunia usaha atau kerja. Yang akhirnya hanya cukup berperan sebagai buruh kasar dengan upah harian yang murah.

Kedua, kesehatan yang buruk. Mahalnya biaya kesehatan dalam sistem kapitalisme tidak bisa  dijangkau oleh masyarakat miskin, menyebabkan masyarakat produktif berpenyakitan tidak bisa memenuhi standar perusahaan.

Ketiga, sumber daya alam diserahkan pengelolaannya kepada swasta, baik asing maupun lokal. Negara hanya menerima pemasukan dari sumber daya alam yang tidak seberapa. Sehingga negara tidak memiliki kemampuan mengurus rakyatnya. Ditambah  korupsi yang sudah membudaya.

Keempat, lapangan kerja yang terbatas. Sudah terbatas masih membuka peluang pegawai asing masuk dalam dunia kerja, menyebabkan lapangan kerja yang terbatas bertambah sempit.

Semua faktor di atas tidak bisa dilepaskan dari penerapan kapitalisme sekuler di negeri ini. Maka dari itu kemiskinan ekstrem yang terjadi di Kabupaten Bandung juga wilayah lain merupakan kemiskinan yang sistemik, yakni sejatinya kemiskinan muncul sebagai konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme sekular. Program-program yang disuguhkan tidak akan mampu menghilangkan kemiskinan ekstrem karena tidak menyentuh akar permasalahannya.

Program Bansos dan BLT desa yang diharapkan mampu mengurangi kemiskinan nyatanya jauh dari memberikan solusi. Apalagi terbukti banyak salah sasaran, karena hanya berdasarkan data yang diterima tanpa mensurvei langsung penerima.

Besarnya Bansos maupun BLT tidak sebanding dengan melambungnya harga-harga yang harus ditebus masyarakat. Dalam kesehatan, rakyat diharuskan membayar BPJS tiap bulan, hal ini berarti pemerintah lepas tangan dalam menjamin kesehatan rakyat. Bayar pajak untuk membayar utang negara yang semakin menumpuk, disisi lain menurut KPK kekayaan pejabat-pejabat pemerintah selama pandemi mengalami peningkatan ditengah keterpurukan rakyat. Kebutuhan vital seperti air dikapitalisasi, akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan air bersih.

Oleh karena itu selama pengelolaan sumber daya alam berdasarkan kapitalisme, yaitu diserahkan kepada para kapital yang berorientasi keuntungan, maka sampai kapanpun rakyat tidak akan menikmatinya.

Kesimpulannya negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler liberalisme dalam menjalankan pemerintahannya tidak akan berpihak pada rakyat kecil. Mereka dibiarkan memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Negara hanya bertugas menyediakan berbagai kebutuhan tanpa memastikan sampainya kebutuhan tersebut kepada individu masyarakat.

Islam Mengatur Kepemilikan

Islam adalah suatu agama yang sempurna. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an sebagai penjaga umat manusia. Menjaga manusia agar sejahtera di dunia dan akhirat. 

Secara aqidah, Islam mengatur konsep rizki dalam rukun iman yang ke enam. Yaitu iman kepada qodho dan qodarNya. Hal ini membuat umat Islam akan tetap bersyukur atas setiap rizki yang Allah SWT tentukan.

Sejatinya harta  adalah milik Allah SWT. Dialah yang berhak mengatur kepemilikan. Dalam hukum Islam ada tiga jenis harta kepemilikan. Yaitu kepemilikan individu, negara dan kepemilikan umum.

Pertama, Kepemilikan individu mencakup semua barang yang di halalkan Allah SWT untuk di miliki. Tentunya dengan cara-cara dibenarkan oleh hukum Syara'. Semisal pakaian, makanan, minuman, rumah, kendaraan, alat komunikasi dan lain sebagainya.

Kedua, Kepemilikan negara mencakup semua harta yang menjadi hak milik negara. Semisal harta fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, cukai perbatasan dan sebagainya. Harta ini tidak boleh dimiliki individu kecuali atas izin Khalifah atau Daulah.

Ketiga, Kepemilikan umum meliputi semua kekayaan alam yang menjadi hajat hidup banyak orang. Semisal mata air, tambang yang jumlahnya banyak, sungai, jalan, jembatan, danau, pantai, laut dan lain sebagainya. Untuk harta yang satu ini baik negara ataupun individu bahkan asing diharamkan mengusainya. Kalaupun negara mengelolanya semata untuk dikembalikan kepada rakyat. Dalam bentuk pelayanan dan pemenuhan kebutuhan pokok masing-masing warga, baik muslim ataupun non muslim. 

Dengan demikian Islam tidak pernah membiarkan harta kekayaan alam hanya berputar diantara orang-orang kaya saja. Bahkan meskipun boleh memiliki harta banyak, masih ada kewajiban zakat. Allah SWT berfirman:

مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al-Hasyr [59]:7)

Tentu pengaturan kepemilikan tidak akan terealisasi jika Islam tidak diterapkan dalam institusi. Sebuah institusi warisan Nabi Saw. Yaitu Khilafah Rosyidah ala manhaj kenabian. Hanya Khalifah yang bisa membuat regulasi sesuai tatanan syar'i. Khilafah sudah terbukti menuntaskan kemiskinan. Distribusi kekayaan di muka bumi akan merata ke seluruh alam. Umat akan merasakan kesejahteraan.  
Wallahu a'lam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post