May Day : Momen Menguak Tabir Kelam Perburuhan


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik 


May Day, hari istimewa bagi buruh dunia. Namun di setiap peringatannya, selalu diisi dengan aksi unjuk rasa. Menuntut hak-hak pekerja yang semakin hari makin diperbudak pengusaha. Rasanya May Day menjadi momentum untuk meluapkan kekecewaan atas ketidakadilan pengusaha yang dilindungi penguasa atas nama undang-undang.

Seperti dikutip dari Tempo.Co, Akan ada sebanyak 50 ribu buruh yang berpartisipasi pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada Senin, 1 Mei 2023. Aksi ini rencananya akan digelar di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi.
Aksi unjuk rasa ini juga akan digelar di 38 provinsi yang sudah mengkonfirmasi bakal menggelar aksi serupa menurut pengakuan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal pada Sabtu, 29 April 2023.


Ribuan kali aksi, puluhan kali peringatan May Day tidak membantu perubahan bagi buruh. Biaya hidup semakin mahal, namun tidak berbanding lurus dengan pendapatan. Lapangan pekerjaan semakin sempit dan pengangguran terus meningkat. Hal ini diperparah oleh ekonomi global yang sedang resesi. Setiap tahun kelulusan siswa menengah atas, menyumbang ribuan pengangguran.

Di tahun ini, tuntutan para buruh masih sama dengan tahun sebelumnya pasca disahkannya UU omnibus law secara brutal. UU inkonstitusional ini seolah melecehkan mahkamah agung karena nyata-nyata tidak mematuhi keputusan MK sebagai lembaga hukum tertinggi. Sudah tidak terhitung ribuan kali aksi penolakan namun UU tetap dijalankan.

Lingkaran Setan Kebijakan

Kehidupan dalam sistem demokrasi sejatinya akan mengikuti ritme yang sama siapapun rezim yang berkuasa. Dalam demokrasi, kekuasaan diraih dengan uang untuk mendapatkan uang. Kekuasaan bukan untuk mengatur hajat hidup rakyat, karena tidak ada kepentingan rakyat didalam kamus penguasa. Rakyat hanyalah objek yang dibutuhkan suaranya saat pemilihan.

Mengharapkan perubahan karena pergantian rezim atau pemimpin, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Karena rezim yang memimpin merupakan perpanjangan tangan dari beberapa koalisi partai politik yang penuh dengan kepentingan pribadi dan kelompok. Meskipun sosok calon pemimpin terlihat berpihak kepada rakyat, namun kelak corak kepemimpinannya akan sama seperti pendahulunya.

Dosa Besar Sistem Kapitalisme Demokrasi 

Buruh tidak ada pilihan, untuk mendapatkan pekerjaan saja sudah luar biasa sulit. Bahkan untuk mendapatkan pekerjaan saja saat ini harus mengeluarkan sejumlah uang. Pengusaha seolah di atas angin "Anda tidak betah, silahkan keluar" atau "Anda tidak mau digaji segitu, masih banyak yang mau menggantikan pekerjaan anda. Jadi, kebanyakan buruh bertahan bukan karena betah tapi karena butuh.

Tidak hanya itu, dalam demokrasi semua kebutuhan pokok dibebankan kepada individu. Ini yang menjadi "dosa besar"sistem yang menjadi beban berat buruh. Kebutuhan dasar sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi sendiri oleh individu ini mengharuskan buruh mencari lebih banyak uang untuk memenuhinya. Begitu juga kebutuhan dasar lainnya berupa pendidikan dan kesehatan yang tidak kalah penting. 

Lalu bagaimana agar buruh bisa sejahtera? Solusinya tentu saja setelah kita sepakat bahwa semua problematika kehidupan ini hanyalah persoalan cabang. Artinya harus dipahami bahwa sistem bernegaralah yang menjadi biang keladinya. Maka solusinya juga tidak bisa secara parsial. Seandainya saja pengusaha sepakat, upah buruh dibayar tinggi, tapi pengusaha menaikkan harga produknya. Ujung-ujungnya, rakyat lagi sebagai konsumen yang terbebani.

Tidak ada jalan lain kecuali berganti sistem. Semua sistem di dunia ini sudah pernah diterapkan. Sebelumnya pernah berdiri peradaban Islam yang berjaya selama ribuan tahun kemudian digantikan oleh peradaban kapitalisme dan sosialisme yang baru berumur 100 tahun lebih. Namun kesengsaraan yang ditimbulkan luar biasa besar di semua lini kehidupan.

Saatnya kembali pada Islam. Islam mengatur seluruh kehidupan baik dari keluarga, masyarakat maupun negara. Islam  menjamin semua kebutuhan dasar rakyat baik kaya maupun miskin. Baik itu buruh maupun pengusaha. Semua mendapatkan jaminan kehidupan yang sama. Baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perburuhan diatur secara adil, tanpa ada keberpihakan oleh penguasa baik pada buruh maupun pengusaha. Semua disandarkan kepada nash yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Sistem pengupahan  diatur sesuai keahliannya dan sesuai kesepakatan awal. Bagaimana syariat yang termaktub dalam hadits Rasulullah saw. “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Tidakkah kita mendambakan kehidupan yang sejahtera dan berkah sesuai janji Allah  Swt. dalam firman-Nya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al-A'raf: 96). Mari menjemput kemenangan itu dengan memperjuangkan tegaknya syariat Allah di muka bumi ini. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post