Ada Apakah Di balik Teror Penembakan MUI Pusat?


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Door ... door ...! Aksi teror kembali muncul di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jakarta, Selasa (3/5/203). Pelakunya Mustopa NR (60 tahun), warga Lampung. Menyerang dengan airsoft gun menimbulkan ketakutan (teror). Akibatnya beberapa staf mengalami luka. Pelaku berhasil diringkus kemudian pingsan lalu dibawa ke Puskesmas Menteng dan meninggal karena serangan jantung.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Ikhsan Abdullah mengatakan, sebelum menyerang Mustopa sudah tiga kali bersurat dan mengaku sebagai nabi. Semua surat ditujukan kepada ketua MUI KH Miftachul Akhyar dan diantar langsung oleh pelaku. Surat kedua berisi ancaman dan surat terakhir dikirim pada 22/7/2022. (detikNews, 5/5/2023)

Apa sebenarnya motif pelaku melakukan teror di gedung MUI? Tidak wajar, sebab MUI tempat berkumpulnya alim ulama yang tidak punya masalah dengan masyarakat. Meskipun pelaku sudah tewas, tetap harus dilakukan pengusutan hingga tuntas. "Pasti polisi tahu lah siapa dalangnya", kata KH Soekandar Ghazali Wakil Ketua MUI Bekasi. (Republika.co.id. 3/5/2023)

Pernyataan Polisi tentang insiden penembakan gedung MUI tidak terindikasi kekerasan disorot publik. Publik menilai terlalu pagi  membuat kesimpulan dan dinilai gegabah. Sebab, banyak kejanggalan yang tampak di antaranya:

Pertama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan ada mutasi janggal sejak 2021. Yakni, transaksi rekening Mustopa mencapai Rp800 juta. Hal ini tidak sesuai dengan profil pelaku yang sehari-hari sebagai petani. 

Kedua, kematian Mustapa dinilai janggal. Karena selama ini rekam jejak polisi dalam menangkap teroris sering berujung dengan hilangnya nyawa.

Ketiga, pelaku mengirim surat kedua kalinya dengan ancaman. Anehnya, tidak ada tindakan preventif terhadap ancaman tersebut.

Keempat, pelaku menyerang dengan senjata airsoft gun, yang diperoleh dengan cara membeli seharga 5,5 juta. Anehnya, seorang petani lugu dan sederhana bisa mengoperasikan senjata. 

Dengan demikian wajar jika memunculkan polemik di publik. Apalagi jika dikaitkan dengan isu-isu yang viral di media sosial. Belum hilang isu ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah oleh oknum BRIN. Muncul pula isu Pondok Pesantren Al Zaitun yang menggegerkan jagad maya karena shaf salat campur antara laki-laki dan perempuan, adanya wacana khatib wanita, madzab Soekarno, dan salam Yahudi. 

Sejatinya kesesatan Al Zaitun telah terendus oleh MUI sejak 2002. Ma'ruf Amin, Ketua MUI waktu itu menyebutkan di antara penyimpangannya adalah penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an, penyimpangan dalam ajarannya misalnya soal zakat dan nabi. Termasuk juga mengafirkan kelompok di luar organisasi mereka dan mobilisasi dana atas nama ajaran Islam yang diselewengkan. Ada indikasi kuat dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) KW IX. (detikNews, 15/4/2011)

Negara Abai

Menilik kasus ini lebih dalam nyata-nyata negara abai.Ketika mengetahui ada penyelewengan  seharusnya negara bertindak tegas untuk melindungi akidah umat Islam. Bukan terkesan pembiaran, akibatnya aliran sesat menggurita di negeri ini dan merasa jumawa berani unjuk gigi. Akibat yang fatal adalah memicu  konflik horizontal.

Adakah kaitannya dengan teror di MUI? Lalu siapakah di balik insiden tersebut?

Dari video berdurasi 29 menit mengungkapkan bahwa, "Banyak pejabat dan petinggi partai yang dekat dengan Ponpes Al Zaitun," ucap sang narator. Hal ini menguatkan bahwa ada oknum rezim yang membekengi Al Zaitun.Dari sini wajar jika Al Zaitun tetap eksis hingga sekarang meski kesalahan dan kesesatannya sudah jelas, tapi belum ditindak tegas. Bisa jadi, teror tersebut sengaja diciptakan untuk pengalihan isu sekaligus untuk menutupi kebobrokan dan kegagalannya.

Skenario global

Menarik untuk dicermati, bahwa banyaknya kriminalisasi ulama, ajaran Islam Khilafah, insiden pembubaran pengajian, pembubaran Ormas Islam, ancaman pembunuhan warga Muhammadiyah oleh oknum BRIN, bahkan pernah viral 'tagar bubarkan MUI' setelah Densus 88 menangkap salah seorang anggota Komisi Fatwa MUI, Zain An Najah, yang diduga terkait teroris. Sesungguhnya di balik semua itu, membuktikan adanya kaitan dengan skenario global.

Belajar dari masa lalu, sejatinya keberadaan aliran sesat sengaja dimunculkan oleh musuh-musuh Islam. Ini adalah skenario asing untuk menghancurkan Islam dengan merusak akidahnya dan mengadu domba. Bahkan mereka berupaya membungkam dan membubarkan ormas-ormas Islam, termasuk MUI sebagai targetnya.

Sebab, upaya adu domba, menjamurnya aliran sesat, dan konflik horizontal tidak dapat dilepaskan dari grand-strategi negara-negara imperialis yang termuat dalam rekomendasi Rand Corporation. Merupakan lembaga think-thank Amerika Serikat (AS) untuk menghancurkan Islam. Itulah bentuk pengadangan terhadap tegaknya Khilafah yang merupakan janji Allah Swt. dan bisyarah Rasulullah saw.

Mirisnya, keberadaan intelijen bukan untuk kepentingan negara dan rakyat tetapi untuk kepentingan rezim yang mengabdi pada musuh-musuh Islam. Mereka adalah pengkhianat bangsa yang rela menjadi kaki tangan Barat.  Dengan mudahnya diintimidasi hanya demi kepentingan dan manfaat sesaat. Mereka lupa akan pertanggungjawaban di akhirat.

Sekularisme Biangnya

Semua itu disebabkan oleh sekularisme, merupakan alat penjajahan kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini. Sebuah sistem kufur yang menafikan agama untuk mengatur kehidupan di ranah publik baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Aturannya bersumber dari akal manusia, akibatnya umat Islam jauh dari agamanya. Oleh karena itu lumrah, jika aliran sesat tumbuh subur di negara ini. Dampaknya umat tersesatkan, membenci agamanya, bahkan tidak sedikit yang berani mengaku nabi. Ironisnya, penduduk muslim terbesar ini justru menolak penerapan syariat Islam, bahkan memusuhinya.

Sistem Islam Solusinya

Sejatinya hanya dengan kembali kepada syariat Islam semua permasalahan dapat dituntaskan. Oleh sebab itu, penting bagi umat terutama para ulama dan tokoh-tokohnya untuk memiliki kesadaran politik Islam. Memandang persoalan umat seharusnya dari sudut pandang Islam dan akidah sebagai asasnya.

Inilah yang akan menyatukan umat Islam. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang cerdas dan kuat karena bersatu sehingga tidak mudah diadu domba. Sebagaimana firman Allah, "Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah-belah ...." (QS. Ali Imran [3]: 103)

Sangat gamblang, kaum muslim haram berpecah belah dan wajib merajut ukhuwah demi persatuan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Hujurat ayat 10, "Sungguh kaum muslim itu bersaudara. Karena itu damaikanlah saudara-saudara kalian dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian mendapat rahmat."

Agar rahmat tercurah dan menyelimuti alam semesta, Allah mewajibkan kaum muslim untuk berislam secara kafah (keseluruhan).
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 208, "Wahai orang-orang beriman masuklah dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."

Berdasarkan dalil di atas, jelas umat Islam baik individu, masyarakat, dan negara wajib berislam secara kafah. Karena itu, seorang pemimpin (Khalifah) wajib menerapkan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan (keluarga, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, politik, pemerintahan, sanksi hukum, dan lainnya). Dengan demikian rahmatan lil alamin akan terwujud.

Alhasil, dalam sistem Khilafah tidak akan dibiarkan adanya ide-ide kufur, aliran sesat yang menyesatkan, intelijen dan kroni-kroni busuk seperti yang terjadi pada sistem demokrasi ini. Karena Khalifah akan menjaga akidah rakyatnya dan jika ada maka akan diberikan sanksi tegas berdasarkan aturan-aturan Allah. 

Dengan diterapkannya syariat Islam secara kafah oleh negara (Khilafah) pada hakikatnya seorang pemimpin (Khalifah) menjaga dan melindungi:  Negara, keturunan, akal, harta, jiwa, kehormatan, dan agama. Karena semua aturannya bersumber dari Allah Swt. Sang Maha Pencipta dan Pengatur (Al-Khaliq Al- Mudabbir).

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post