UU Perampasan Aset, Mampukah Memutuskan Mata Rantai Korupsi?


Oleh : Asma Sulistiawati 
(Pegiat Literasi)
 
Kasus korupsi sudah sering terjadi. Bukan merupakan perkara yang baru didengar, apalagi kejadiannya sudah terus-terusan terjadi. Namun pada faktanya sudah banyak contoh kasus yang terjadi namun persoalan ini tak kunjung usai bahkan tak memberikan efek jera terhadap para pelaku.  

Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 10 tersangka dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2020 – 2022 ke luar negeri dan menimbulkan kerugian yang cukup besar mencapai puluhan milyar rupiah. (antaranews.com, 31/3/2023) 

Bukan hanya itu kasus yang serupa juga dilakukan oleh Bupati Kapuas di Kalimantan Tengah. Zaenur Rohman (pegiat antikorupsi dari PUKAT UGM) menilai tindakan tersebut bukanlah modus baru melainkan modus lama yang sering juga dilakukan oleh pejabat lain dengan menyalah gunakan wewenangnya. (tirto.id, 29/3/2023) 

Oleh karena kasus korupsi tak kunjung reda. Maka pihak pemerintah membuat undang-undang untuk mencegah kasus korupsi tersebut yaitu RUU Perampasan Aset. Namun apakah UU ini dapat menjadi solusi dan memutus mata rantai korupsi atau justru menguntungkan pihak lain? 

Namun melihat kondisi yang ada, kasus korupsi ini telah membudaya dan kuatnya sekularisasi di negeri ini membuat banyak pihak meragukan UU perampasan aset tersebut. Seperti yang diukangkapkan Nasir Djamil (Komisi III) mengatakan adanya kekhawatiran dari pemerintah dan DPR bahwa pengesahan undang-undang ini akan berpotensi menjadi bumerang bagi kepentingan individu dan kelompok mereka sendiri. 

Sungguh ironis, kehidupan sekuler hari ini telah membuat segalanya rancau. Kebijakan yang dibuat masih belum jelas, solusi yang ditawarkan pun tidak pasti. Jauhnya agama dengan kehidupan menjadi salah satu penyebab tidak adanya aturan yang pasti, karena dalam sistem sekuler-kapitalis yang dipakai adalah aturan yang berasal dari akal pikiran manusia yang lemah dan terbatas. Jadi wajar aturan yang dibuat tidak memberikan solusi pasti atas segala problematika umat sebab satu-satunya aturan serta solusi segala masalah adalah hanya dengan menerapkan aturan ilahi. 

Jika diitelisik lebih dalam lagi. Masalah-masalah yang muncul diakibatkan karena ulah tangan manusia itu sendiri. Mereka membuat aturan dengan menyaingi aturan ilahi. Dikarenakan jauh agama dengan kehidupan membuat keimanan seseorang lemah sehingga hak-hak yang bukan menjadi miliknya tetap ia emban tanpa rasa takut kepada Sang Pemilik Segala-Nya yaitu Allah SWT seperti kasus tersebut. Sampai-sampai ketika melakukan kecurang atau kejahatan tidaklah membuatnya takut. Padahal kita sebagai makhluk ciptaan Allah harus menanamkan aqidah (keyakinan) dalam diri kita bahwa segala suatu perbuatan akan dipertanggung jawabkan kelak dihadapan Allah.  

Namun karena jauhnya agama dengan kehidupan membuat seseorang sampai bisa melakukan hal tersebut. Alhasil  para pemimpin dalam sistem ini menjadi  liberal, hedonis, dan kapitalis memang tak heran lagi mereka menjadi serakah akan kekuasaan dan berbuat curang. 

Rasulullah SAW bersabda : 
“Siapa saja yang menjadi pengawal kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang. (HR. Abu Dawud). 

Sunggu berbeda dengan sistem Islam. Dahulu Khalifah Umar bin Khatab sangat menjaga kekayaan Negara hanya untuk kepentingan rakyat. Diceritakan bahwa dahulu anak Umar datang menemuinya untuk menceritakan tentang masalah keluarganya. Seketika Umar mematikan lampu hingga anaknya bertanya mengapa ayahnya mematikan lampu, dengan rendah hati ayahnya menjawab bahwa lampu tersebut adalah amanah rakyat hanya dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan mengurus rakyat bukan untuk kepentingan keluarganya. Padahal bisa dikatakan bahwa pembicaraan tersebut tidak sampai menghabiskan minyak yang banyak. Namun tunduknya pemimpin pada sistem Islam pada saat itu tidak membuat mereka serakah akan kekuasaan apalagi mengambil hak rakyat.

Sangat berbanding terbalik dengan sistem sekarang yang mana para penguasa hari ini tak segan-segan memamerkan harta yang dimilikinya dan bahkan sampai mengambil hak yang bukan miliknya (korupsi). 

Sedangkan dalam Islam memiliki berbagai mekanisme efektif untuk mencegah korupsi yaitu dimulai dengan menanamkan aqidah yang kuat dan memberlakukan sanksi yang tegas kepada para penguasa untuk membuat jera kepada para pelaku. Dalam Islam juga melarang para aparat negara menerima suap ataupun hadiah. Maka penerapan syariat Islam sangat perlu untuk mencegah kejahatan di muka bumi. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post