Non-Aktifkan Pejabat Flexing, Apakah Tindakan yang Benar?


Oleh Ilvia Nurhuri
Mahasiswi

Flexing atau pamer harta yang dilakukan oleh kalangan pejabat kini  menjadi sorotan publik. Sontak masyarakat menjadi gaduh dan mencari informasi sumber kekayaan dan laporan kekayaaan pejabat tersebut. Faktanya tidak sedikit istri dan anak dari  beberapa pejabat yang bergaya hidup mewah seringkali memamerkan harta  kekayaannya di media sosial. 

Maraknya aksi pamer harta para pejabat tersebut kemudian direspon Kementerian Keuangan, seperti yang di kutip pada katadata.co.id (31/03/23) yaitu “dengan menginvestigasi 69 Pegawai  yang dianggap memiliki jumlah harta tidak wajar.”

Dalam situs katadata.co.id “Sri Mulyani juga mengatakan pihaknya melakukan investigasi kepada 69 PNS Kementerian Keuangan sejak beberapa waktu lalu. Sebanyak 69 PNS Kemenkeu tersebut tergolong dalam kategori risiko tinggi dan risiko menengah yang terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran.”

Pamer harta kekayaan atau tindakan flexing yang dilakukan oleh istri dari Esha Rahmansah Abrar, Kasubag Administrasi Kendaraan Biro Umum Kemensetneg mengakibatkan Esha dinonaktifkan dari jabatannya. Dikutip dari news.detik.com (31/03/23) “Gaya hidup mewah istri dari Esha disorot setelah screenshot foto struk pembelian mobil beredar di media sosial. Dalam foto tersebut, istri Esha menuliskan rasa syukur bisa membeli mobil yang awalnya tidak direncanakan. Istri Esha itu mengaku terpesona oleh mobil berwarna kuning yang dilihatnya di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.”


Terkuatnya momen flexing yang dilakukan keluarga pejabat, tindakan yang diambil penguasa adalah menonaktifkan pejabat tersebut dari jabatannya saat ini, tidak diproses sesuai hukum darimana para pejabat tersebut memperoleh harta tersebut. Karena seharusnya proses ini mudah dilakukan oleh negara terhadap pejabatnya. Penguasa harusnya memliki tindakan tegas kepada para pejabat yang diduga memiliki harta tidak wajar pada awal menjabat dan saat menjabat.


Inilah kepemimpinan ala Sekuler Kapitalisme yaitu sistem yang hanya mengedepankan capaian materi, faktanya para penguasa hanya memutuskan untuk menonaktifkan para pejabat baik dirinya maupun keluarganya yang melakukan flexing. Tentu hal ini dirasa aneh karena bisa jadi keputusan yang dilakukan oleh penguasa adalah tameng agar terlihat bahwa mereka sudah melakukan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan pegawainya yang berbuat salah. Padahal tindakan pertama yang seharusnya dilakukan adalah memeriksa sumber kekayaan yang didapat oleh pegawainya. Jika berasal dari hasil yang tidak benar, baru kemudian diputuskan hukumannya.


Bukti para pejabat melakukan flexing ini semakin menggambarkan bahwa para pejabat dalam sistem Sekuler kapitalisme tidak bijaksana. Di saat rakyat dan masyarakat hidup dalam kesusahan dan di landa kemiskinan justru para pejabat dengan bangganya memamerkan harta kekayaan dengan memanfaatkan kedudukan mereka. Hal ini jelas sangat melukai hati rakyat, karena banyak warganya di luar sana yang hidup dalam kesengsaraan.


Berbeda dengan kehidupan pejabat dalam sistem Islam. Seandainya ada dugaan pejabat yang korupsi dan hal tersebut menjadikannya mendapatkan harta melimpah, sistem Islam memiliki metode untuk mengatasinya. Dalam sistem Islam individu dan  pejabat tidak dilarang menjadi orang kaya  tentu jika kekayaanya berasal dari transaksi yang halal. Walaupun kaya secara halal, dalam Islam sebagai publik figur seharusnya para pejabat menjadi teladan untuk hidup sederhana. 


Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah mengangkat pengawas yaitu Muhammad bin Masalamah bertugas mengawas kekayaan para pejabat. Petugas ini akan melakukan pembuktian kepada para pejabat yang diduga melakukan tindak korupsi. Pembuktian ini adalah dengan menghitung kekayaan pejabat di awal dan di akhir jabatannya, bila terdapat kenaikan yang tidak wajar pejabat yang bersangkutan diminta membuktikan sendiri bahwa kekayaan yang dimilikinya diperoleh dengan cara yang halal. Jika pelaku ini tidak sanggup membuktikan harta kekayaan tersebut, maka kelebihan harta tersebut wajib diberikan kepada pos kepemilikan negara. Pelaku korupsi dalam sistem Islam akan mendapat sansksi ta’zir karena telah merugikan negara. Hukuman dapat berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan hukuman mati. Vonis ini disesuaikan dengan tingkat dan dampak korupsinya. 


kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab menggambarkan sistem Islam memiliki pemimpin teladan yang baik dalam menjaga kesucian harta pejabat ataupun warga negaranya. Ini tampak pada tindakan saat umar melihat gembalaan unta anaknya yaitu Abdullah bin Umar lebih gemuk dari gembalaan unta yang lain. Khalifah Umar mengganggap anaknya mendapat perlakuan istimewa karena seorang anak Khalifah. Kemudian Khalifah umar ini menyuruh anaknya untuk menjual untanya dan kelebihan penjualannya untuk diberikan ke kas negara. Dari tindakan ini terlihat bahwa pemimpin pada sistem Islam sangat menjaga sikap hati-hati dalam memastikan harta kekayaannya. 

Wallahualam bi shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post