MENSEJAHTERAKAN RAKYAT DENGAN IBU KOTA BARU?

 

Oleh: Lina Lugina

Dikutip dari cnbcindonesia.com, Direktorat Jendral Kementrian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa anggaran Ibu Kota Negara (IKN) memperkirakan akan membengkak hingga sebesar Rp. 30 triliun dari anggaran awal Rp. 23 triliun. Semua ini disebabkan permintaan tambahan anggaran sebesar Rp. 7 - Rp. 8 triliun yang di usulkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Pembangunan, semua ini dilakukan semakin meningkatnya minat investasi dari swasta di IKN, hingga 25x lipat. Adapun dari catatannya minat investasi IKN melonjak hingga 25x lipat dari total lahan yang ditawarkan ketika masa sosialisasi menjadi 96,5 hektar dari 38 hektar. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan dan perkantoran.

Selain itu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan, Basuki Hadi Mulyono mengungkapkan setelah adanya market sounding dari Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Agustus 2022 lalu, minat investor yang masuk IKN semakin meningkat, sehingga diperintahkan Presiden pengembangan tidak hanya di kawasan utama atau KIPP 1 A melainkan di 1 IB dan 1 IC. Pembengkakan anggaran ini terjadi untuk kesekian kalinya dalam proyek IKN. Anggaran pembangunan IKN sampai sekarang belum final yang mungkin akan menguras APBN dalam jumlah besar. Padahal kas APBN adalah uang rakyat namun hasil pembangunan IKN tidak banyak berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 

Memang benar Presiden menyampaikan pembangunan IKN adalah memeratakan kesejahteraan Indonesia bagian Timur. Tetapi, hal ini mustahil terwujud karena yang dilakukan pemerintah hanyalah pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Penajam dengan cara melakukan pembangunan gedung, namun sistem ekonomi yang digunakan tetap sistem Kapitalisme. Indonesia harusnya belajar dari kegagalan Kazakhstan dalam membangun ekonomi yang hanya dengan membangun Ibu Kota megah, tetapi tidak memberikan dampak positif bagi ekonomi rakyatnya.

Pembangunan IKN nampak membebani APBN tanpa ada jaminan kesejahteraan. Padahal APBN negeri sangat bergantung pada pajak dan utang, artinya semakin besar APBN maka hutang pembayaran bunga semakin meningkat. Hal ini sangat berbahaya, karena dalam Islam pembangunan dengan menggunakan utang riba(bunga) adalah sesuatu yang di haramkan oleh Allah SWT. Selain itu utang ke negara lain akan mengancam kedaulatan negeri ini. Parahnya pembangunan IKN sangat di support negara-negara asing, sebab yang penting bagi pemerintah adalah masuknya banyak investor dalam pembangunan IKN, karena menurut pemerintah itu akan sangat menguntungkan. Padahal seharusnya investasi tidak dilihat dari aspek ekonomi saja, namun harus dilakukan dari aspek politik. Disinilah bahaya ketika IKN dibiayai oleh negara dengan kepentingan politik, investasi sejatinya lebih banyak menguntungkan investor dibanding menguntungkan negara dan masyarakat. 

Itulah cerminan bobroknya sistem kapitalisme yang hanya berpihak  pada kepentingan koorporasi bukan pada rakyat. Maka dari itu, rakyat membutuhkan penguasa yang dapat menjadi perisai yang mampu melindungi dan mengutamakan kemaslahatan pada setiap kebijakannya. Ini hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah, prioritas kebijakan Khilafah tegak di atas akidah islamiyah, prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat islam dan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. 

Dalam Islam, hubungan pemerintah dan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Khilafah bertanggungjawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Khilafah tidak akan memberikan celah sedikitpun pada pengusaha kapitalisme atau asing mengambil kesempatan untuk menjerat dan menjarah negara dengan utang. Khilafah juga akan mengoptimalkan sumber pendapatan negara untuk mengurus urusan rakyat hingga mencapai kesejahteraan dan keadilan.

Wallahua'lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post