Maraknya Thrifting Menggambarkan Negara Tidak Mampu Memenuhi Kebutuhan Masyarakat.


Oleh: Ummu Syuhada
Aktivis muslimah ngaji


Pakaian merupakan kebutuhan sandang yang penting bagi manusia. Namun bila cara memperolehnya dengan cara yang berlebihan alias tidak sesuai kebutuhan dan membeli hanya untuk memenuhi keinginan maka mencerminkan gaya hidup hedon.

Seperti sekarang ini, maraknya penjualan pakaian bekas impor ( thrifting) yang melanda negeri ini menjadikan masyarakat terutama para pemuda berburu pakaian bekas impor hanya sekadar memenuhi penampilan lebih keren.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penjualan baju bekas impor atau thrifting mengganggu utilisasi industri. Oleh karena itu, pemerintah melarang penjualan baju bekas impor. Thrifting juga dianggap mengganggu momentum penjualan baju lebaran di dalam negeri.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yenita menjelaskan, penjualan baju bekas impor berdampak pula terhadap Industri Kecil Menengah (IKM). IKM yang memiliki modal dan keuntungan terbatas harus bersaing dengan thrifting (republika.co.id, 17/3/2023).

Menindak hal tersebut, Presiden Jokowi pun telah menginstruksikan jajaran yang terkait untuk mengusut serta mencari akar permasalahan dari maraknya impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran Kepolisian untuk mencari akar masalah serta melakukan pemeriksaan terkait dengan munculnya pakaian bekas impor tersebut (republika.co.id, 19/3/2023).

Apa yang dimaksud trifting? Trifting adalah aktivitas mencari, memburu  dan membeli barang–barang bekas layak pakai yang tujuannya untuk digunakan kembali. Di Indonesia sendiri, tren trifting ini muncul  sekitar tahun 2010. Di beberapa tahun terakhir, tren trifting semakin popular saja di kalangan muda – mudi yang ingin tampil fashionable dengan budged minim. 

Didukung juga dengan munculnya konten-konten yang mengangkat tren ini. Bahkan influenser populer pun menyuguhkan konten tersebut untuk mendukung penampilan mereka. Sehingga tak sedikit kalangan muda yang mengikuti tren tersebut.

Kegiatan impor barang ini sejatinya telah tertuang dalam Peraturan Meteri Perdagangan (Permendag) No. 40 tahun 2022. Peraturan itu memuat perubahan atas Permendag No. 18 Tahun 2021 yang mengatur barang dilarang ekspor serta dilarang impor.  Kemudian dalam pasal 2 ayat 3 menerangkan bahwa barang dilarang impor salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas dan pakaian bekas. 

Namun peraturan yang telah terbit sejak 2021 nyatanya tak membuat pelaku usaha ini gulung tikar. Malah banyak pedagang yang membuka gerai untuk menjual berbagai jenis pakaian bekas bermerk ini. Hal inilah yang membuat geram pemerintah, sehingga mereka memperketat pengawasan terkait kedatangan barang dan pakaian bekas ke Indonesia. Polemik ini juga menjadi bahan kritik bagi sebagian pengamat. Salah satunya adalah Suroto dari Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses). Ketua Akses ini menanggapi pernyataan yang dilontarkan Presiden Jokowi tersebut.

Suroto menilai pelarangan tersebut sifatnya reaktif. “Dilakukan setelah industri tekstil kita mati dan itu dilakukan karena sudah menggerus pasar para importir pakaian yang legal yang selama ini juga sudah monopolistik juga,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Sabtu, 18 Maret 2023. Menurut dia, praktik impor pakaian bekas di Indonesia itu sudah lama terjadi meskipun sifatnya ilegal. Bahkan barang tersebut dijual secara vulgar di toko dan pasar tradisional.

Padahal dari hasil penelitian baju bekas impor terdapat bakteri yang membahayakan kesehatan. Dan bakteri tersebut tidak bisa hilang meski dicuci berkali-kali. Namun, dari hasil penelitian tersebut tidak menjadikan kapok membeli baju bekas. Mereka tidak peduli akan bahayanya hanya demi gaya hidup. 

Pemenuhan kebutuhan akan pakaian memang wajib dipenuhi. Hal ini dikarenakan pakaian merupakan salah satu sarana untuk menutup aurat yang diwajibkan oleh Allah. Firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al A'raf ayat 26:

ÙŠَا بَÙ†ِÙŠْٓ اٰدَÙ…َ Ù‚َدْ اَÙ†ْزَÙ„ْÙ†َا عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù„ِبَاسًا ÙŠُّÙˆَارِÙŠْ سَÙˆْاٰتِÙƒُÙ…ْ ÙˆَرِÙŠْØ´ًاۗ   ÙˆَÙ„ِبَاسُ التَّÙ‚ْÙˆٰÙ‰ Ø°ٰÙ„ِÙƒَ Ø®َÙŠْرٌۗ Ø°ٰÙ„ِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ اٰÙŠٰتِ اللّٰÙ‡ِ Ù„َعَÙ„َّÙ‡ُÙ…ْ ÙŠَØ°َّÙƒ

Artinya: "Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat."

Jelas bahwa kondisi ini menunjukkan kepada kita tingginya angka kemiskinan dinegeri ini. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat kepada pakaian bekas. Penguasa di negeri ini seharusnya bersikap malu, mengapa pakaian bekas dari negara lain bisa laku terjual dinegeri kaya sumber daya alam ini. Sungguh memalukan. Inilah wajah buram penerapan kapitalisme. 

Sungguh berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin yang membela kepentingan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, kebutuhan dasar masyarakat adalah tanggung jawab negara yang harus ditunaikan kepada rakyatnya. Sehingga para penguasa pada periode Islam yang pertama sangat menyadari tanggung jawab mereka selaku Kepala Negara terhadap perekonomian, terutama terhadap pemenuhan kebutuhan dasar seluruh warga negara termasuk pakaian.

Negara bisa memenuhi hal tersebut dengan cara-cara berikut:

pertama, negara memerintahkan kepala keluarga dan orang-orang yang mampu untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan dirinya, keluarga, dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Negara juga mendukung terciptanya lapangan kerja yang mudah untuk mereka.

Ketiga, jika tidak mampu sementara kerabat dan ahli warisnya tidak ada atau tidak mampu, maka nafkahnya akan ditanggung oleh negara dari anggaran baitul mal atau kas negara. 

Semua itu hanya terwujud dalam negara yang menerapkan Islam sebagai sistem pengaturan kehidupan. Islam berorientasi pada pemenuhan kebutuhan individu per individu. Bukan pertumbuhan ekonomi yang hanya untuk meraup keuntungan tanpa peduli dengan kebutuhan rakyatnya.

Islam merupakan sistem pengaturan kehidupan yang sempurna tidak hanya memberikan jaminan terhadap pemenuhan pakaian. Namun juga menjelaskan bagaimana adab yang harus dilakukan dalam berpakaian untuk menutup aurat. Yaitu, pertama pakaian tersebut harus pakaian halal baik dari cara memperolehnya maupun bahannya. 

Kedua, tidak menggunakan pakaian yang menyerupai lawan jenis. Wanita tidak boleh menggunakan pakaian laki-laki begitu juga sebaliknya. Rasulullah shallallahu alihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan pakaian wanita yang memakai pakaian laki-laki ( HR. Al Hakim).

Ketiga, tidak boleh menyerupai pakaian orang kafir. Sebagaimana hadis Rasulullah: " Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut." (HR. Abu Dawud). 

Dalam hal ini yang tidak diperbolehkan adalah pakaian yang menjadi ciri khas kaum kafir bukan karena dibuat atau diproduksi oleh kaum kafir.

Keempat, tidak memakai pakaian ketenaran atau pakaian syuhrah. Yang dimaksud dengan pakaian ketenaran adalah pakaian yang menjadikan pemakainya ingin dikagumi oleh orang banyak tanpa melihat apakah pakaian tersebut mahal atau mewah. Pakaian yang dipakai tersebut menimbulkan efek ketenaran tertentu yang berbeda dengan masyarakat umum sehingga pemakainya merasa sombong dan ujub. Hal tersebut bisa juga terjadi pada baju yang murah.

Dalam hadist Rasulullah:
"Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina pada hari Kiamat." (HR.Abu Daud dan An-Nasa'i). 

Kelima, menggunakan pakaian dari sebelah kanan. Keenam, berdo'a saat memakai pakaian

Inilah kehebatan sistem Islam yang mengatur segalanya dengan benar sampai urusan pakaian pun diatur sedemikian rupa. Sistem Islam memberikan jaminan kebutuhan pokok berupa pakaian bagi seluruh rakyatnya tanpa kesulitan dan tidak menimbulkan kemudharatan atau efek yang membahayakan. Hanya dengan sistem Islam-lah jaminan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi secara optimal dan sempurna.
                     Waalahu’alam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post