Indonesia Peringkat Ke-2 TBC di Dunia, Optimalkah Pelayanan Oleh Negara?


Oleh: Farihan_AlMajriti

Bulan Maret lalu tepatnya pada hari Jumat tanggal 24 tahun 2023, dunia memperingati “Hari Tuberculosis (TBC) Sedunia 2023” yang mana pada tahun ini mengangkat tema “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”. 

Menjadi wajar Indonesia mengangkat tema tersebut, bahwa Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang menderita TBC terbanyak ke-2 di dunia setelah India menurut data dari WHO (World Health Organization). 

Oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi menyebutkan bahwa dari tahun 2021 ke tahun 2022 terjadi peningkatan kasus dari 443.235 kasus menjadi 717.941 kasus. Lalu pada tahun ini data sementara dari rentang Januari-Maret sudah ada 118.438 kasus TB. Itu berdasarkan data sementara, belum akumulasi data di akhir tahun nanti (Beritasatu, 17/03/2023). Pencapaian yang luar biasa tapi bukan dalam hal yang positif. Astaghfirullah


Data-data yang sudah masuk tersebut memberikan kita gambaran bahwa penanganan yang dilakukan masih belum maksimal. Penderita TB juga harus melalui penanganan khusus dan terkontrol. Dalam pemberian obat TB misalnya, harus dikontrol langsung oleh tenaga medis itu sendiri selama 6-9 bulan untuk kasus TB aktif. Belum lagi kesadaran akan penyebaran dan gejala TB itu sendiri, harus disadari oleh penderita pun dengan orang-orang yang berada di lingkungannya. Bukan dengan menghindari tetapi membuat perlindungan diri misalnya dengan menggunakan masker, atau menutup mulut dengan tissue, sapu tangan, atau siku bagian dalam saat bicara atau setiap bersin atau batuk. Hal ini juga harus dibarengi dengan edukasi/sosialisasi/arahan dari pemerintah itu sendiri. Kerjasama antara setiap lini masyarakat sampai negara juga dibutuhkan. Sayangnya belum ada jaminan kesehatan yang murni dari negara itu sendiri. Lalu dimana peran negara dalam menjamin kesehatan rakyatnya? Untuk menikmati jaminan kesehatan saja rakyat harus menggelontorkan dana kepada negara tiap bulan sesuai golongan BPJS yang diambil. Pelayanan kesehatan yang mereka dapat juga disesuaikan dengan golongan tersebut. Sungguh miris nasib rakyat negara ini, sudah bayar, pelayanan sesuai golongan, kesehatannya pun tidak dijamin oleh negara. 


Hal ini dikarenakan negara ini masih saja menerapkan sistem Kapitalis dimana segala sesuatu dinilai berdasarkan untung ruginya. Sistem yang dimana setiap kebijakan negara dikomersialisasi dan dikapitalisasikan. Penerapan pola hidup sehat menjadi lebih sulit bagi masyarakat miskin ketimbang masyarakat menengah ke atas. Perbedaan kondisi ekonomi inilah yang membuat kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena penyakit menular seperti TBC. Pada saat yang sama kita dapat melihat dari kacamata sejarah bahwa di masa lalu ada peradaban yang dimana didalamnya rakyat hidup dengan makmur ditambah kesehatan terjamin dengan pengobatan gratis, sistem pemerintahan seperti apa yang dipakai saat itu? Itulah sistem Islam. Lalu bagaimana Islam menjamin kesehatan rakyatnya?

 
Islam mengatur bahwa negara merupakan pelayan umat. Negara menjamin kesehatan rakyatnya. Bukan dalam ranah negara atau daerah, tapi dalam ranah tiap individu. Islam dan peradaban Islam mempunyai pandangan khusus dalam memelihara orang-orang yang sakit dan mereka yang membutuhkan. Pandangan tersebut tercermin berupa anjuran untuk membantu meringankan kesusahan mereka yang merupakan kewajiban sariat. Allah berfirman, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit.” (An-Nur: 61 dan Al-Fath: 18).


Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam sebagai suri tauladan dalam segala hal. Dalam hal bernegara sebagai seorang kepala negara yang punya kewajiban untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat, Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pun memberikan kita teladan. Baik dengan membantu meringankan orang sakit akan krisis dan keperihannya, empati, menyediakan kebutuhannya dan memberikan sampai terpenuhi segala kebutuhannya. Sebab, keselamatan badan, baik lahir maupun batin merupakan tujuan dari sariat Islam dan tentu saja menjadi tanggung jawab negara. 


Jaminan kesehatan rakyat dalam sistem Islam ditangani oleh negara dengan anggaran rumah sakit diambil dari Baitul Mal atau kas negara seperti dari hasil wakaf orang-orang kaya untuk kaum fakir atau lainnya yang membutuhkan pengobatan. Sumber pendapatan Baitul Mal juga tidak hanya dari wakaf saja melainkan juga berasal dari sumber lain seperti zakat, kharaj (pajak tanah), jizyah, ‘usyur (bea cukai), ghanimah dan fa’i, shadaqah, dll. Sebagaimana salah satu fokus pendistribusian Baitul Mal adalah pembiayaan lembaga-lembaga sosial seperti rumah-rumah sakit.


Islam memandang orang sakit sebagai manusia dengan kondisi krisis yang membutuhkan orang yang mendampinginya, belas kasihan terhadapnya, menyemangatinya, menenangkan ketakutannya, dan meringankan penderitaan tubuh dan batinnya. sariat Islam berupaya untuk menghilangkan kesusahan dari orang yang sakit dengan segala macam cara dan meringankan beban-bebannya sedapat mungkin. Daulah (negara) Islam akan berupaya seoptimal mungkin dalam mengatasi problematika umat ini. Penanganan penyakit TB misalnya, dengan memahami konsep Islam dalam mengatasi penyakit menular yaitu dengan memutus rantai penularan penyakit sesegera mungkin agar tidak ada penambahan angka kesakitan dan kematian. Seperti dengan melakukan; (1) Penemuan kasus baru dan keberhasilan pengobatan harus 100% dalam waktu sesegera mungkin, yakni skeitar 1-2 bulan atau empat pekan sebagai waktu tersingkat masa inkubasi kuman TB. Hal ini dilakukan sebagai upaya memutuskan penularan secara total dan mencegah terjadinya bahaya bagi pengidap maupun masyarakat luas. (2) Pengidap TB dipisahkan segera ke tempat-tempat perawatan kesehatan. Pemisahan dilakukan sampai pengidap benar-benar sembuh dan tidak berpotensi sebagai penular. (3) Pencegahan orang-orang yang berasal dari area yang terjangkiti TB untuk keluar darinya. Sebagaimana konsep lockdown yang pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam dalam mengatasi suatu wabah di salah satu wilayah. (4) Jika TB dipandang sebagai perkara darurat kesehatan, kepala negara (khalifah) akan menugaskan para pakar dan ahli bagi penanganan intensif, yakni dari segi pembuatan rancangan kekinian dan strategi pelaksanaannya agar persoalan segera teratasi tanpa menjadikan kehidupan masyarakat terhenti (Muslimahnews, 08/04/2023). Dan yang tepenting kepala negara dan para penguasa disini sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan rakyatnya. 

Pandangan Islam juga tidak hanya terbatas pada kaum muslim saja, melainkan juga meliputi setiap orang yang sakit, apa pun agamanya. Dan tentu saja, tenaga medis dalam menjalani profesinya juga tidak didasarkan pada prinsip mengambil upah dari pasien. Rumah sakit sebagai lembaga kesehatan menjadi tempat yang menunjukkan kecenderungan humanisme yang tinggi dan universal yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia dan tidak dikenal di dunia barat. Demikianlah keadaan orang-orang sakit dan mereka yang membutuhkan perhatian khusus dalam Islam. Mereka akan senantiasa bahagia dalam naungan Islam. Sejarah kegemilangan sistem pemerintahan Islam di masa lalu ini bukan hanya untuk membuat kita bangga, tetapi seharusnya menjadi peneguh kita untuk memperjuangkan dan menegakkannya kembali. Karena sejatinya hanya Islam yang dapat menyelesaikan segala problematika kehidupan umat. Karena Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.

Reference: As-Sirjani, Raghib. (2020). Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur.


Post a Comment

Previous Post Next Post