Indonesia Darurat TBC Di Dunia, Kemana Peran Negara?


Oleh: Rina Rusaeny 
(Aktivis Mahasiswa)
 
Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia dirilis dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tuberkolosis atau TBC merupakan satu dari 10 penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di dunia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya ada sekitar 1,5 juta orang di dunia yang meninggal akibat menderita TBC. 
 
Berdasarkan data Global TB Report (GTR) tahun 2022 dengan perkiraan kasus TBC sebanyak 969.000 dengan incidence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk. “Gambaran besar tuberkulosis (TBC) di dunia dan Indonesia menempati kedua negara dengan beban TBC terbanyak di dunia dengan estimasi 969.000 kasus dan incidence rate 354/100.000 penduduk,” kata Imran.
 
Imran menuturkan berdasarkan Global TB Report 2022 secara global jumlah TBC terbanyak yaitu usia produktif terutama pada usia 25-34 tahun. Sementara di Indonesia, jumlah kasus TBC produktif terutama pada usia 45-54 tahun. (Beritasatu.com). Kasus Tuberkulosis (TB) yang terjadi pada anak di Kota Bontang pun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang menyebutkan di 2021 ada 81 kasus, 2022 meningkat menjadi 237 kasus.
 
Kepala Bidang Pencegahan Penanggulanan Penyakit Menular Dinkes Bontang, Muhammad Ramzi mengungkapkan bahwa di awal 2023 sudah terdeteksi 24 kasus per Februari 2023. “Kasus TBC anak ini cukup meningkat dari 2021 ke 2022 saja naiknya mencapai tiga kali lipat sedangkan di Januari hingga Februari 2023 sudah ditemukan 24 kasus,” ungkapnya saat ditemui, Senin (20/3/2023).
 
Tingginya kasus TBC dengan prevalensi yang terus meningkat tiap tahunnya terjadi karena beberapa faktor. Pertama, faktor lingkungan. Mengutip laman Alodokter (10-6-2022), ada beberapa kelompok berisiko tinggi tertular TBC, salah satunya ialah orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh; orang lanjut usia dan anak-anak; orang yang mengalami kekurangan gizi; orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah seperti penderita HIV, kanker, dan lain sebagainya. 
 
Lingkungan dan sanitasi buruk memperberat kasus TBC pada kelompok masyarakat ekonomi ke bawah. Daerah dengan kondisi kumuh dan kurang terawat dapat menjadi faktor penyebaran TBC, terutama jika masyarakat cenderung abai  terhadap gejala TBC yang dialaminya. TBC juga rentan menyerang anak-anak dengan kondisi gizi yang  buruk.
 
Kedua, TBC dan kemiskinan adalah masalah yang beririsan. Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rina Triasih menyatakan bahwa kasus penyakit TBC berkaitan dengan kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Keadaan sosial ekonomi seseorang dapat memengaruhi kualitas kesehatannya. Kualitas kesehatan kalangan atas biasanya lebih baik daripada yang berasal dari kalangan bawah atau miskin. 
 
Ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Kondisi ekonomi atau kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap kasus TBC karena kemampuan ekonomi yang buruk sangat memungkinkan terjangkit TBC daripada orang kaya.
 
Ketiga, terbatasnya akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin menjadikan penularan TBC tidak dapat dicegah atau terlambat ditangani. Sudah banyak ditemui masalah warga miskin yang kesulitan mengakses layanan kesehatan secara optimal. Kalaulah dapat layanan, itu pun ala kadarnya.
 
Keempat, rendahnya pendidikan dan pemahaman masyarakat terkait TBC tidak dapat disalahkan secara sepihak. Rendahnya pendidikan masyarakat adalah karena masyarakat miskin tidak bisa mengakses pendidikan secara layak. Ada andil negara untuk menjalankan fungsinya dalam memenuhi layanan pendidikan dan kesehatan merata untuk seluruh warga negaranya.
 
Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah melalaui Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Permenaker Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuborkulosis di Tempat Kerja, sebagai tindak lanjut amandemen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC.
 
Tak hanya itu pemerintah juga telah menggandeng ormas hingga kerjasama dengan negara lain seperti Amerika, Uni Emirat Arab bahkan WHO. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil terbukti dengan kasus TBC yang semakin meningkat di Indonesia maupun di dunia. Hal ini sejatinya menunjukkan bahwa lemah dan rusaknya sistem sekuler kapitalis yang menjadi asas pengaturan urusan negeri ini termasuk kesehatan yang mana sistem ini telah menjadikan orang sakit sebagai komoditas untuk dikapitalisasi. Oleh karena itu kasus TBC tidak akan pernah usai selama negeri ini masih menggunakan sistem kapitalisme.

Berbeda dengan sistem Islam sebagai sistem hidup yang sempurna, paripurna dan berasal dari pencipta yang mampu menyelesaikan berbagai problematika manusia termasuk persoalan kesehatan. Islam menetapkan negara sebagai pengurus rakyat termasuk dalam penanggulangan penyakit menular seperti TBC ini. Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya yang komprehensif untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas yakni melalui sistem kesehatan yang handal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi berdasarkan Islam.

Islam menetapkan bahwa negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan bahaya apapun termasuk penyakit menular sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW “Imam atau khalifah yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.” (Hadits riwayat Al-Bukhari).
 
Oleh karena itu negara wajib melakukan langkah pencegahan dan penanggulangan yaitu sebagai berikut: Pertama, pembagian asupan bergizi kepada setiap individu masyarakat terutama yang miskin di samping menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu dan publik yang semua itu penting bagi terwujudnya sistem imun yang kuat.

Kedua, penyediaan sanitasi dan air bersih hingga perumahan dan pemukiman yang sehat semua harus dijamin oleh negara hal ini merupakan perwujudan perintah Rasulullah SAW yang menjadikan Imam sebagai penanggung jawab urusan rakyat.
 
Ketiga, negara akan menyediakan fasilitas kesehatan terbaik dengan jumlah yang memadai dan mudah diakses oleh setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun. Di samping itu juga disertai kelengkapan alat kedokteran dan obat-obatan terbaik yang efektif.
 
Keempat, bagi penanganan masyarakat yang terdeteksi terpapar penyakit menular pelayanan kesehatan berkualitas ini diberikan secara gratis hal ini didukung dengan anggaran negara dalam Islam yang berbasis Baitul Mal dan bersifat mutlak.
 
Kelima, adanya dukungan sistem pendidikan Islam dengan cara mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan hidup sehat dan bersih.

Inilah solusi komprehensif yang dimiliki Islam yang hanya bisa terwujud dalam institusi Islam yaitu Khilafah Islamiyah. Sudah saatnya kaum muslim berjuang bersama untuk menegakkan institusi Islam yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post