Budaya Flexing Petinggi Negeri dan Kemiskinan Tak Terperi



Oleh: Ummu Almahira 

(Aktivis Muslimah)


Potret buram petinggi negeri kian menambah perih melukai hati rakyat. Hidup pamer kemewahan atau flexing dan sikap hedonis kerap kali diumbar di media sosial. Istri pejabat beserta anaknya gemar pamer foto dengan barang-barang mewah dan jalan-jalan ke luar negeri. Sungguh miris, ketika masyarakatnya hidup dalam kesusahan justru keluarga pejabatnya mempertontonkan hidup megah nan mewah. Ya, inilah potret keluarga pejabat negeri dalam sistem sekuler liberal.

Sebagaimana kita tahu bahwa gaji pokok ASN negeri ini tidak seberapa banyak, dimulai golongan paling kecil sekitar 1,5 juta hingga golongan besar sekitar 5,9 juta. Nah, dari rincian gaji ini di era serba mahal, untuk memenuhi urusan perdapuran saja terkadang tidak terpenuhi dengan maksimal. Bagaimana mungkin para pejabat negara bisa membeli barang-barang mewah apalagi sampai liburan ke luar negeri? Karenanya rakyat curiga harta atau kekayaan itu diraih dengan cara tidak baik alias dengan menggunakan uang rakyat (korupsi).

Sungguh ironis, ketika wakil rakyat memikirkan menumpuk kekayaan pribadi dengan segala cara disaat rakyat berusaha sekadar untuk bertahan hidup. Kondisi rakyat saat ini semakin kritis meski hanya untuk mengisi perut yang kosong. Lantas di manakah sosok penguasa yang mengayomi dan mensejahterakan rakyat?

Kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan warga negara sangatlah nyata di sistem kapitalis sekuler saat ini. Kesejahteraan rakyat hanya bisa dirasakan dan dinikmati oleh mereka para petinggi negeri saja. Dengan slogan manis bahwa demokrasi menjamin keadilan dan melahirkan aparatur serta pejabat yang katanya mewakili rakyat, nyatanya slogan itu hanya bualan semata. Para wakil rakyat malah sibuk berlomba memperkaya diri.

Rakyat mendambakan para wakil rakyat yang benar benar meri’ayah, memperjuangkan dan rela berkorban demi rakyatnya. Rindu akan sosok pemimpin seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz , Sultan Sulaiman Al Qanuni dan masih banyak lagi yang lainnya. Mengharukan apa yang pernah dikatakan oleh Amirul Mukminin, Umar bin Al Khattab: “Alangkah buruknya aku ini sebagai pemimpin, jika aku memakan bagian yang baik, lalu memberi rakyat makanan sisanya.”(Ibn Sa’d , Ath-Thabagat Al -Kubra, 3/312).

Demikianlah sosok pemimpin yang sangat dirindukan. Sebegitu takutnya untuk bahagia di atas penderitaan rakyatnya. Pemandangan kepemimpinan yang indah itu hanya ada dalam sistem Islam. Sistem yang adil dari Allah yang Maha Adil.

Hal ini juga menjadi bukti bahwa demokrasi hanya membuka pintu bagi pejabat dan segelintir elit memperkaya diri. Sedangkan rakyat tertutup akses hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasarnya. Maka jalan satu-satunya adalah dengan mengganti sistem demokrasi menjadi sistem islam. Karna hanya Islam yang mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.

Hanya dengan islam yang mampu menyelamatkan negri ini dari tangan-tangan yang tidak bertangung jawab yang hanya memikirkan diri sendiri. Karna hanya dalam islamlah yang bisa menjamin keadilan, bukan yang lain.

Penerapan syariah islam dibidang ekonomi, hukum dan peradilan. Keberhasilan yang  gemilang dibidang ini membentang sejak Rasulullah saw. Di Madinah tahun 622 M hingga tahun 1918 M (1336 H ). Kunci utama keberhasilan tersebut karna hukum yang diterapkan adalah hukum terbaik di segala zaman dan masa. Itulah hukum Allah SWT (syariah islam).

Allah SWT berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
(TQS. Al-Maidah : 50)

Wallahualam Bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post