Akar Persoalan Dari Penelantaran Bayi Hasil Perzinahan


Oleh: Lilik Solekah, SHI. 
(Ibu Peduli Generasi) 

Mengenai kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. 
sepanjang Januari-April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di Kota Banjarmasin. Salah satunya adalah seorang balita yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya yang belum berstatus menikah.

Penelantaran anak ini juga banyak terjadi di berbagai daerah. fenomena ini biasanya berupa bayi dibuang dalam kardus. Menurut data ada 4,59% bayi di Indonesia yang terlantar pada 2022 data tersebut dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan proporsi balita terlantar tertinggi di Indonesia adalah Kalimantan Utara yaitu 12,16%. (dataindonesia.id)

Banyaknya kasus dalam data tersebut bisa dimungkinkan realitanya lebih banyak lagi dari itu, mengingat banyaknya kasus dispensasi nikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah. 

Kasus di Banjarmasin tersebut menarik perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)  mereka menilai perlu gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua.

KemenPPPA berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Selatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kalimantan Selatan, dan Dinas Sosial Kota Banjarmasin dalam upaya memberikan penanganan cepat dan pemenuhan hak korban.

Perhatian yang seolah serius ini sesungguhnya menunjukkan bahwa perhatian mereka hanya tertuju pada masalah cabang saja, dan bukan pada akar masalahnya. Ada hal yang mendasar yang harus lebih diperhatikan lagi yaitu pergaulan bebas remajalah yang memicu kehamilan tak diinginkan. 

Demikianlah Cara pandang terhadap kehidupan yang berlandaskan sekulerisme meniscayakan hal tersebut, mengingat kebebasan perilaku justru diabaikan oleh negara. Bahkan justru dijadikan sebagai hal yang diutamakan dalam sistem demokrasi sekuler.  Kebebasan berpendapat dan berperilaku justru diagungkan dan seolah mendapatkan perlindungan. 
 
Berbeda halnya dengan Pengaturan Islam. Dalam sistem Islam ada tata cara pergaulan Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai asas kehidupan manusia. Dalam Islam mengatur seluruh tingkah laku manusia penjagaan kehormatan manusia,  penjagaan aqidah manusia sehingga mampu mencegah terjadinya seks bebas dan penelantaran anak. 

Ingatkah kita pada ayat Al-quran surat Al Isra' ayat : 32 yang artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Menurut tafsir Kemenag, surat Al-Isra ayat 32 menjelaskan, dan janganlah kamu mendekati zina dengan melakukan perbuatan yang dapat merangsang atau menjerumuskan kepada perbuatan zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, yang mendatangkan penyakit dan merusak keturunan, dan suatu jalan yang buruk yang menyebabkan pelakunya disiksa dalam neraka.

Maka dengan keberadaan tameng dalam kemaksiatan yaitu Negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna tidak akan terjadi nasib yang memprihatinkan pada bayi  baru lahir yang suci tersebut. Karena dari sisi aqidah dijamin oleh negara,  pergaulannya dengan lawan jenis dilandasi aqidah, Orang tua tidak lepas tangan terhadap tanggung jawab pendidikan anak-anaknya, masyarakat peduli dengan lingkungan yang tidak sesuai dengan syariat dan negara menjamin dilaksanakannya hukum Islam secara sempurna. Sehingga menimbulkan efek jera pada pelaku kemaksiatan dan pelanggaran hukum syara'. 

Dari sini tidak ada celah lagi  bagi penelantaran anak, apalagi tindak perzinahan.  (Wallohua'lam bishawab)

Post a Comment

Previous Post Next Post