Stunting Mengancam, Pengajian yang Dipermasalahkan

 


Oleh  Irohima
(Pegiat Literasi)

Megawati kembali menjadi sorotan publik dan ramai diperbincangkan di media sosial terkait pidatonya yang memicu kontroversi. Dalam salah satu pidatonya Megawati mengaitkan aktivitas pengajian yang banyak diikuti ibu-ibu sebagai salah satu penyebab ibu-ibu menjadi lalai dan melupakan asupan gizi anak yang seterusnya berkembang menjadi pemicu meningkatnya angka stunting di Indonesia. 

Mengutip Republika (), pidato ini disampaikan Megawati saat menjadi pemateri dalam acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan :” Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, Serta Mengantisipasi Bencana”.

Pernyataan Megawati  sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sungguh sangat disayangkan. Pernyataan ini mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya dari Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Andi Nurpati. 

Melansir Sindonews (19/2/2023), Andi Nurpati mengatakan hal tersebut menyoal ibu-ibu pengajian sangat tidak pantas. Andi pun menambahkan jika aktivitas pengajian tidak dilakukan setiap hari dan terkadang juga membahas tentang persoalan kesehatan.  Tidak ada keterkaitan antara pengajian dan stunting, yang menjadi solusi mengatasi stunting adalah memberantas kemiskinan bukan menyalahkan pengajian.

Stunting adalah masalah kurang gizi dan nutrisi kronis yang tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik namun juga perkembangan otak yang terganggu. Berdasarkan hasil Studi Gizi Indonesia tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada di 24,4 persen. Indonesia juga menempati urutan kedua Asia Tenggara dan ke empat dunia dalam kasus stunting.

 Penyebab stunting yang makin meninggi sangatlah kompleks,  bisa berupa kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi seimbang, pemberian ASI yang kurang tepat serta kurangnya kebersihan pada ibu hamil dan anak dibawah usia dua tahun.

 Namun faktor yang paling penting adalah ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi asupan gizi karena kesulitan dalam perekonomian. Secara logika, untuk memenuhi kebutuhan akan asupan gizi yang seimbang tentu diperlukan kemampuan lebih secara finansial, sementara faktanya kondisi perekonomian masyarakat kini semakin sulit disebabkan biaya hidup yang semakin tinggi tanpa diimbangi dengan penghasilan yang cukup. Bagaimana bisa memperhatikan asupan gizi dan nutrisi, sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka sudah sangat sering menghadapi kenyataan yang perih.

Sangat jelas bahwa faktor dominan dalam naiknya angka stunting yaitu  kemiskinan, maka menganggap aktivitas ibu-ibu yang rajin pergi ke pengajian sebagai bentuk sikap abai dan melalaikan pengasuhan terhadap anak adalah tuduhan yang sama sekali tidak berdasar. Ini adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktivitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim termasuk Muslimah.

Saat ini semakin banyak para Muslimah yang memiliki kesadaran dalam menuntut ilmu agama. Kita seharusnya bersyukur akan kondisi ini, mengingat pengajian merupakan salah satu tempat alternatif untuk belajar tentang agama  dan memahami berbagai hukum Allah secara kafah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan yang semakin keras ini.

 Pengajian juga merupakan  wadah dalam memberikan pengajaran terhadap Muslimah agar dapat mendidik anak-anaknya kelak dengan pendidikan agama, karena menuntut ilmu agama adalah wajib. Pendidikan agama dalam Islam mengajarkan banyak hal termasuk tentang cara merawat, mengasuh dan mendidik anak juga tanggung jawab seorang ibu dalam keluarga. 

Di sini bisa kita lihat bahwa pengajian telah memberikan kontribusi dalam mencerdaskan dan menumbuhkan kesadaran umat khususnya kaum ibu untuk bertanggung jawab dan melaksanakan peran seorang ibu dan istri  sesuai syara. Maka, menyebut pengajian sebagai salah satu penyebab stunting adalah ide yang absurd. Kebutuhan akan pendidikan agama justru tidak terpenuhi di bangku sekolah yang memiliki kurikulum sekuler.

 Porsi pendidikan agama di sekolah hanya diberikan waktu selama dua jam dalam seminggu, dan itu sangat jauh dari kata cukup. apalagi pendidikan agama diwacanakan dihapus dari kurikulum karena dianggap tak penting.

Berbeda dengan sistem sekuler yang menganggap pendidikan agama tak penting karena karakter sekuler yang selalu memisahkan agama dari kehidupan, dalam Islam, justru belajar ilmu agama dan mengkaji Islam secara kafah adalah bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu, yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya. Sehingga menghasilkan individu beriman dan bertakwa, memiliki taraf berpikir yang tinggi, memiliki kesadaran politik yang kuat hingga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam, tangguh, dan cemerlang hingga layak menjadi pemimpin masa depan dan menjadi agen perubahan serta pengukir peradaban.

Salah satu solusi mengatasi stunting  adalah dengan mengentaskan kemiskinan, mengedukasi tentang kesehatan, menyediakan sarana dan prasarana  yang layak lagi menentramkan bukan malah mengkambing hitamkan pengajian. Tak ada relevansi antara stunting yang tinggi dengan rajin pergi mengaji, karena pendidikan agama wajib dituntut dan dicari bukan dikebiri.

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post