Menjelang Ramadan: Kebutuhan Pokok Naik, Rakyat Semakin Panik


Oleh Ummu Nida
Pengasuh Majelis Taklim

Bulan suci Ramadan 1444 H tinggal menghitung hari. Umat muslim di dunia menyambutnya dengan suka cita, termasuk di negeri ini. Tetapi sayang, ada tradisi buruk yang terus berulang ketika Ramadan menjelang yaitu naiknya harga-harga kebutuhan pokok masyarakat hampir di seluruh wilayah. Kondisi ini jelas membuat masyarakat panik, karena kebutuhan bahan pokok seperti cabai, minyak goreng, gula pasir, dan daging ayam ras segar adalah bahan pokok yang banyak digunakan, terlebih di bulan Ramadan. 

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga cabai merek besar rata-rata mencapai Rp42.200 per kilogram dari harga bulan lalu Rp36.250 per kilogram. Sementara rata-rata untuk minyak goreng bermerek mencapai Rp21.750 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yaitu Rp20.100 per kilogram. Tak hanya komoditas cabai dan minyak goreng yang naik, gula pasir kwalitas premium juga mengalami kenaikan mencapai Rp15.900 per kilogram. Sementara, daging ayam ras segar mencapai Rp33.800 per kilogram. (katadata.co.id, 3/3/2023)

Soal naiknya harga bahan pokok ini, mendapat tanggapan dari wakil presiden K.H Ma'ruf Amin. Menurutnya, kenaikan harga bahan pokok menjelang Ramadan itu suka ada, tetapi jangan sampai naiknya melampaui kewajaran agar tidak membebani masyarakat. Wapres menambahkan, salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah dengan mendatangkan bahan pokok dari daerah lain yang memiliki stok lebih, sedangkan biaya transportasi akan dibebankan kepada pemerintah daerah.

Seakan rutinitas tahunan, harga menjelang Ramadan dan hari besar agama selalu naik. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah gambaran yang dialami rakyat hari ini. Masyarakat yang sudah mengalami kesusahan dengan berbagai himpitan hidup pasca naiknya BBM, gas elpiji, listrik, PDAM harus ditambah dengan naiknya berbagai bahan pokok. Padahal, masyarakat berharap bisa menjalankan ibadah Ramadan ini dengan suka cita. Ketika kasus ini berulang, negara seharusnya melakukan upaya antisipasif agar tidak ada gejolak harga. 

Di alam kapitalisme, selain gejolak harga yang labil, bermain curang dengan menimbun barang tertentu adalah hal wajar terjadi. Para kapital, demi meraih keuntungan yang banyak, apapun akan dilakukan sekalipun menari di atas penderitaan rakyat dan mengorbankan rakyat. Kisah lama kenaikan harga bahan pokok setiap Ramadan menunjukkan gagalnya negara dalam menjaga stabilitas harga dalam menyediakan pasokan yang cukup untuk rakyat. 

Islam sebagai sebuah ideologi, memiliki mekanisme yang ampuh untuk menjaga gejolak harga, sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya dengan mudah. Untuk menyelesaikannya, negara dalam Islam (khilafah) akan menjalankan politik ekonomi Islam dalam memenuhi kebutuhan rakyat. 

Negara juga akan memperhatikan aspek distribusi dan stabilitas harga. Secara prinsip, distribusi dan pembatalan harga mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami tanpa adanya intervensi penguasa. Khilafah hanya melakukan pengawasan jika terjadi kondisi yang tidak normal.

Islam juga telah mengharamkan bagi semua pihak, baik itu pengusaha, importir, pedagang atau produsen untuk melakukan kesepakatan, persekongkolan jahat yang bertujuan mengatur dan mengendalikan harga suatu produk. Misalnya, dengan menahan stok maupun membuat kesepakatan harga jual. Hal itu, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

"Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi) dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak." ((HR Ahmad, al-Baihaqi, ath-Thabarani)

Secara politik, syariat Islam menetapkan, bahwa khilafah wajib bertanggung jawab secara penuh dalam pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Kepanikan berulang yang dialami setiap tahun akan hilang, ketika hukum Islam diterapkan secara kafah dalam kehidupan. Hal itu telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits beliau:

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertangung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari)

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post