Mahalnya ONH, Bukti Nyata Carut Marut Pengaturan Ibadah Oleh Negara

Oleh: Junari, S.I.Kom

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima. Kewajiban pelaksaannya adalah bagi umat Islam yang mampu. Demi menunaikan kewajibannya, calon jemaah haji sampai saat ini masih tertib mengikuti prosedur atau syarat kebijakan pemerintah dengan harapan bisa melaksanakan ibadah haji. Bahkan calon jemaah haji rela menunggu antrian panjang untuk mendapatkan kuota haji. Di sisi lain pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan adanya perubahan pembiayaan yang meningkat di setiap tahunnya.

Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR dan pemerintah sepakat bahwa biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) atau biaya yang dibayar langsung oleh calon jemaah haji rata-rata sebesar Rp49,8 juta (Rp49.812.700,26) per orang. Angka itu setara dengan 55,3% dari total rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) per orang tahun 2023 untuk jemaah haji reguler. Sebelumnya, pemerintah mengusulkan Bipih 2023 sebesar Rp69,2 juta. Untuk jemaah haji lunas tunda tahun 2020 sebanyak 84.609 orang yang diberangkatkan tahun 2023 tidak dibebankan biaya pelunasan. Lalu, jemaah haji lunas tunda tahun 2022 sebanyak 9.864 orang yang diberangkatkan tahun 2023 dibebankan tambahan biaya pelunasan sebesar Rp9,4 juta (BBC news Indonesia, 15-02-2023).

Dalam rapat kerja antara Kemenag dan Komisi VIII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pembiayaan haji yang diusulkan pemerintah melonjak naik dari Rp 39,8 juta menjadi Rp 49,8 juta (Rp49.812.700,26) per orang. Sebelumnya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mengusulkan agar BPIH 2023 sebesar Rp 98.893.909. Dari angka Rp 98,8 juta itu, biaya yang dibebankan kepada jemaah haji sebesar Rp 69 juta. Sementara itu, sisanya dibayarkan dari nilai manfaat dana haji (Kompas.com, 14-02-2023).

Naiknya ongkos ibadah haji secara berangsur dipengaruhi oleh kebijakan dalam dan luar negeri terutama di Arab Saudi, serba naiknya kebutuhan perjalanan penerbangan, biaya hidup, makan minum dan lainnya. Selain itu masa tunggu yang berkepanjangan bahkan sampai puluhan tahun, ini berlaku pada jemaah calon haji yang masih tunggakan atau yang lunas pembayaran.

Mahalnya ONH merupakan kebijakan yang lahir dari sistem yang rapuh. Sistem yang tidak memiliki aturan baku dalam mengurus urusan haji. Dapat kita perhatikan dalam pengaturannya yang tidak profesional dan ini adalah bukti nyata kapitalisasi ibadah. Dimana kebijakan yang ditempuh merugikan rakyat yang sudah termasuk golongan mampu menunaikan ibadah haji.

Kebijakan ini didasari pada sistem yang diadopsi oleh sebuah negara yaitu sistem kapitalisme, merubah fungsi negara sebagai pengurus rakyat menjadi pebisnis untuk mendapatkan keuntungan dari program yang dicanangkan termasuk dalam ibadah haji. Mengelola dana haji dan mengembangkan melalui investasi tentu saja orientasinya bisnis. sehingga pengaturan ibadah haji tidak lagi dilihat dari kesanggupan umat muslim untuk menunaikan. Namun diukur seberapa manfaat pengelolaan dari dana haji.

Kapitalisme bukanlah sistem ideal yang mampu melahirkan kebijakan yang benar. Sebab kapitalisme lahir dari asas manfaat yang tidak lagi memperhatikan kebutuhan melainkan keinginan segelintir elit. Hal ini di sebabkan akar dari kapitalisme itu sendiri adalah pemisahan agama dari kehidupan. Sejatinya kapitalisme adalah sebuah alat perusak, bahkan ibadah dijadikan ajang untuk menambah angka keuntungan. Inilah potret pengaturan negara dalam sistem kapitalisme, di mana rakyat justru dipalak oleh negara, bahkan dalam urusan ibadah.

Wajar sistem kapitalisme merusak sebab berasal dari sistem rusak bukan dari Sang pencipta. Berbeda dengan sistem Islam yang bersumber dari Allah SWT, yang sudah terbukti penerapannya dan menciptakan umat yang taat dan tunduk terhadap syariat karena syariat sebagai tolak ukur dalam aturan kebijakannya.

Menurut Ibnu Qudamah ada lima syarat wajib haji. Pertama Islam, kedua berakal, ketiga balig, keempat merdeka (bukan budak), kelima mampu.

Dalam hal ini, negara Islam akan melakukan hukum teknis dan administrasi serta uslub yang dibutuhkan oleh negara Islam. Membentuk departemen khusus yang mengurusi urusan haji dan umrah. Terkait administrasi maka urusan tersebut bisa didesentralisasi sehingga memudahkan calon jemaah haji. Ditangani oleh orang profesional maka urusan ini bisa dilayani dengan cepat dan baik. Terkait persiapan bimbingan pelaksanaan hingga pemulangan ke daerah asal, departemen ini juga bekerjasama dengan departemen kesehatan yang mengurusi kesehatan jemaah haji termasuk departemen dalam urusan transportasi massal. Pemimpin dalam Islam akan menjalankan fungsinya sebagai raa'in, pengurus rakyat dan memudahkan urusan rakyat terlebih dalam menunaikan ibadah.

Dalam negara Islam sistem penerapan ibadah haji akan mengeksekusi cepat serta ditangani oleh orang yang profesional, membentuk departemen khusus haji dan umrah dari pusat hingga daerah. Kuota haji dan umrah akan ditetapkan oleh penguasa dalam negara Islam yaitu Khalifah. Khalifah akan menyesuaikan jumlah dan tempat. Kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup, maka yang diutamakan ialah umat muslim yang sudah memenuhi syarat dan berkemampuan akan diprioritaskan.

Kebijakan yang tepat akan terealisasi, problem haji yang rumit akan menjadi mudah apabila umat kembali pada pengaturan syariat Islam yang mengutamakan kewajiban serta ibadah bukan karena ada untung ruginya.

Walhasil hanya dengan kembali pada Islam umat bisa menikmati manisnya beribadah tanpa terbebani kapitalisasi biaya. Oleh karena itu, solusi tuntas dari problem ini adalah tiada lain selain kembali ke pangkuan Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah.

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post