Larangan Pejabat Dan ASN Untuk Buka Puasa Bersama, Rezim Makin Anti Islam


Oleh : Sukey
Aktivis muslimah ngaji

Ramadan bagi umat Islam adalah bulan yang sangat istimewa. Bulan bertabur pahala, sebagai bekal meraih pintu surga. Oleh karena itu, umat muslim berlomba-lomba mengejarnya dengan memperbanyak amal saleh di setiap waktunya. Namun sayangnya, baru sehari ramadan pemerintah sudah menerbitkan surat larangan kegiatan bukber atau buka bersama di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar pelaksanaan buka puasa bersama selama Ramadhan 1444 Hijriah ditiadakan. Arahan tersebut tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023 (kompas.com;30/03/2023).

Mantan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin mengkritik keras larangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang buka puasa bersama di jajaran menteri, kepala daerah hingga pegawai pemerintah. Menurutnya larangan tersebut tidak adil dan tidak arif. Bahkan, mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu menilai kebijakan larangan buka puasa bersama tidak bijak dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam yang sedang menjalani ibadah Ramadhan (suara.com;25/03/2023).

Kebijakan munafik rezim menimbulkan indikasi. Mengarahkan semata pada kegiatan keagamaan adalah sikap anti agama yang menjadi khas komunis atau PKI dahulu. Ini yang harus lebih diwaspadai ketimbang Covid 19 yang sudah mulai reda. Belum reda gonjang ganjing soal ejekan atau sindiran ibu-ibu yang mengikuti pengajian. 

Begitulah, baru saja masuk bulan suci, masyarakat sudah disuguhkan oleh kebijakan yang tidak masuk akal dan justru menyudutkan kaum muslimin. Alih-alih mengatur masyarakat, justru yang timbul adalah politik identitas di kalangan rakyat.

Sesungguhnya, Islam di negeri ini selain agama mayoritas, ia juga datang ratusan tahun lalu. Selama itu pun Islam dan penganutnya berdampingan baik dengan penganut agama lainnya. Namun isu politik Identitas yang makin mencuat belakangan yang akhirnya disematkan pada Islam menjadikan Islam dan penganutnya terpojokkan. Sehingga apapun yang dilakukan oleh umat Islam seakan tidak sesuai dengan penguasa. 

Tentunya ada agenda besar yang ingin dimainkan dengan langkah mereka yang demikian. Salah satunya adalah usaha agar sistem sekuler ini tetap kokoh dan mengenyahkan aturan dari Allah swt sedikit demi sedikit. Karena dengan tetap tegaknya Sistem kapitalis ini, mereka akan selalu dimudahkan, diuntungkan dan tentunya mempertebal pundi-pundi uang pribadi mereka. 

Inilah sikap ambigu dan  standar ganda para elite politik sekuler. Terkadang mereka menyerang simbol-simbol Islam, namun di sisi lain untuk kepentingan politiknya mereka justru seringkali menggunakan simbol Islam. Menjelang pemilu seolah-olah mereka tampil “islami” menggunakan peci dan berkerudung untuk menarik simpati dari umat Islam agar dipilih. Tetapi di sisi lain mereka mendukung LGBT, pernikahan beda agama, membubarkan ormas-ormas Islam, dan menentang keras syariat Islam diterapkan.

Ini menjadi bukti nyata bahwa ada kepentingan besar yang dimanfaatkan elit politik sekuler, yaitu untuk mengokohkan ideologi kapitalisme sekuler. Sebab, para elit politik inilah yang mendapatkan keuntungan dengan penerapan sistem bobrok buatan manusia. Pungutan pajak, kenaikan BBM, utang luar negeri, legalisasi impor, bisnis miras dan sebagainya, merupakan deretan kebijakan yang menguntungkan para elit politik yang sekaligus para oligarki yang menguasai kekayaan milik rakyat.

Sungguh, kebencian rezim sekuler kepada Islam makin nyata. Mereka lupa, mayoritas masyarakat negeri ini beragama Islam yang mustahil dilepaskan dari identitas Islam kaffah. Mereka lupa, jumlah besar penduduk negeri ini sangat menentukan nasib mereka di panggung politik pesta demokrasi 2024 yang kian dekat. Inilah ciri sifat kapitalistik, yang memang lahir dari sistem sekularisme. Karena aturan agama sengaja dipisahkan dari kehidupan, maka tolok ukur segala perbuatan, termasuk dalam menentukan kebijakan, bukanlah halal-haram, melainkan materi atau manfaat. 

Bagi umat Islam, ramadan adalah momen sejuta rahmat, pahala dan keberkahan, hingga siapapun yang beriman berlomba-lomba mengejarnya. Menanti berbuka adalah saat doa mustajabah. Apalagi ketika doa tersebut dipanjatkan bersama-sama, harapannya Allah akan bukakan pintu rahmat-Nya.  

Sebagaimana dalam hadis, bersumber dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda, "Tiga orang yang doanya tidak tertolak: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terzalimi, Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat." (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Hadits hasan). 

Walhasil dari konteks hadis tersebut, sudah jelas bahwa  momen buka puasa mengandung banyak pelajaran dan hikmah yang luar biasa. Termasuk berdoa pada tradisi buka bersama. Sungguh ada semangat ukhuwah yang tersirat di dalamnya. Ketika ada larangan, apakah ini menjadi solusi permasalahan umat atau hanya alasan semata, agar umat Islam semakin hilang rasa ukhuwahnya, semakin lemah semangat berjamaahnya? 

Pada kenyatannya Islam bukan hanya mengatur dari sisi ibadah ritual semata, namun juga Islam secara kaffah juga tampil secara politik. Peradaban Islam yang dahulu tegak selama ratusan tahun itu tidak lain adalah bentuk Islam sebagai sebuah institusi negara adidaya. Dengan peradabannya, Islam kaffaah dapat ditegakkan. Manusia dan alam semesta pun merasakan rahmat Nya. 

Bila saat ini politik identitas terus menyasar Islam dan kaum muslimin, maka Islam politik secara menyeluruh dapat menyelesaikannya. Masyarakat tidak lagi disudutkan, tidak lagi menjadi sapi perah penguasa, namun mereka akan diayomi. Karena kerusakan saat ini karena tegaknya sistem sekuler dan penguasa ingin selalu sistem ini tegak. 

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post