KONTEN BUNUH DIRI MALAH BETULAN MATI


Oleh: Santi Villoresi

Seorang wanita inisial W (21) di Bogor, ditemukan tewas tergantung di rumah kontrakannya di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menurut keterangan temannya, W saat itu sedang bikin konten gantung diri melalui panggilan video atau video call.

"Kalau sebab kematiannya gantung diri. Tapi kalau kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu," kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, Jumat (3/3/2023), dikutip dari detikNews.

Sebelumnya W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya, hendak membuat konten gantung diri. Seutas kain melilit di lehernya.

Nahas, saat itu kursi pijakannya meleset sehingga W benar-benar tergantung. Menyaksikan hal itu via panggilan video, teman-teman W langsung mendatangi kediaman korban di Cibeber 1, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Nahas, korban sudah dalam kondisi tidak bernyawa saat teman-temannya tiba di lokasi.

"Temannya ini perempuan juga. Jadi begitu ketahuan kepeleset, korban jatuh, kelihatan kan pas teleponan itu, temannya langsung buru-buru kejar ke rumah korban, di kontrakan kan tinggalnya, tapi nggak tertolong," ucap Agus.

"Nah posisi temannya ini, saksi ini, lagi ada di kafe sedang kumpul sama teman-temannya juga. Jadi saksi ini sempat datangi rumah kontrakannya, tapi (korban) nggak ketolong," tambahnya.

Dengan berkembangnya kemajuan teknologi yang semakin canggih, 
membuat informasi dengan sangat mudah bisa di cari.
Hadirnya serbuan informasi mengakibatkan mudahnya orang mengunggah suatu konten yang tentu saja membawa pengaruh besar pada bangunan masyarakat, utamanya masyarakat mayoritas muslim, dari konten bunuh diri berujung kematian , konten yang menginspirasi ,hingga konten sampah berisi Pornografi, pornoaksi,  informasi hoax, pencitraan, pencemaran nama baik, berita kriminal dll . Yang selalu menghiasi laman-laman media digital yang dengan mudahnya bisa diakses siapa saja.

Bahkan tak jarang konten sampah yang tidak bermutu namun disukai oleh banyak penggemarnya. Seringkali demi mengejar popularitas di dunia maya, maka berbagai hal dilakukan untuk menarik minat netizen, meski hal tersebut harus melanggar etika dan adab di masyarakat.

Executive Director ICT Watch Indriyatno Banyumurti menjelaskan, maraknya konten negatif di media sosial karena bagian dari fenomena fear out missing out (FOMO), sebuah ketakutan jika tertinggal, dalam hal ini tertinggal tren yang ada di media sosial. Lingkungan pengguna, baik di dunia nyata maupun maya, membuat dia merasa harus mengikuti tren itu.

"Bahaya? Itu dipikirkan di nomor sekian karena yang penting bagi mereka adalah tidak tertinggal tren dan syukur-syukur bisa viral," ungkapnya kepada Republika, Senin (16/1). "Buat mereka, kesuksesan itu diukur dari banyaknya views dan like," ujarnya.

Ia menambahkan, apalagi sekarang ada fitur gift di Tiktok live yang memungkinkan orang mengirimkan koin kepada orang yang sedang bersiaran langsung dan koin itu dapat ditukar dengan sejumlah uang. Akhirnya muncul fenomena mandi lumpur, mandi tengah malam, yang tentunya bisa membahayakan kesehatan.

"Jadi, jika views dan likes menjadi kiblat maka orang akan melakukan apa pun agar bisa terkenal dan ujungnya bisa mendapatkan uang,"ujarnya.

Ini sangat biasa terjadi di dalam sistem Sekuler kapitalisme. Sistem yang perbuatan manusianya hanya mengharapkan keuntungan. Walaupun konten yang tidak berfaedah hingga sampai menghilangkan nyawa marak dilakukan agar mendapatkan fiew ,like dan share dari netizen.
Tentu saja mereka lakukan semua ini  karena ingin mencari sensasi, ingin diperhatikan dan menghasilkan uang .

Dalam Islam konten seperti tidak akan terjadi.
Realitas kemajuan tehnologi peradaban Islam  yang ditopang iman dan tsaqofah tentu akan menghasilkan kebaikan bagi generasi muda. 

Pemuda digambarkan dalam sejarah Islam dan tersebut dalam Al Quran sebagai generasi pendobrak kejumudan. Sosok pemuda Ibrahim as menjadi teladan sepanjang jaman, disebutkan di dalam al Quran, "Mereka menjawab, 'Kami mendengar seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, yang bernama Ibrahim" (QS Al-Anbiya [21]: 60). Generasi yang berani menghadapi tantangan dan menyuarakan pendapat yang diyakininya benar, meski melawan tatanan masyarakat dimana mereka tinggal, sebagaimana kisah Ashabul Kahfi. "Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Tuhannya, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka" (QS Al-Kahfi [18]: 13).

Para pemuda  pula yang  pertama menyambut dakwah Rasulullah saw. Ini digambarkan dalam wasiat beliau : Aku pesankan agar kalian berbuat baik kepada para pemuda, karena sebenarnya hati mereka lembut. Allah telah mengutus aku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi, lalu para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara para orang tua menentangku.

Dan tidak dipungkiri, Allah mengangkat para Nabi di kalangan pemuda, bukan kakek-kakek jompo. Sahabat Ibnu Abbas pernah menyatakan, ''Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan pemuda. Dan seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah melainkan di waktu masa mudanya.''Oleh karena itu, segenap potensi pemuda, baik kekuatan fisik, ketajaman berpikir, emosi, semangat, keberanian mengahadapi tantangan harus dikelola oleh para guru hebat dan dengan cara yang smart. Agar seluruh potensi tersebut membawa kebaikan bagi diri dan umat. Bukan justru dibajak oleh Sekuler kapitalisme. Sekedar dimanfaatkan menjadi sekrup-sekrup ekonomi kapitalisme, atau yang lebih parah terjebak menjadi generasi hedon, konsumtif, permissif dan kembali primitif.

Generasi hebat dalam Islam bukanlah sekedar generasi yang sholih, yang sebatas membawa kebaikan untuk dirinya sendiri. Di tengah kerusakan yang massif dan dirancang sedemikian rapi, tak cukup  mencetak generasi yang sholih. Dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali menyatakan, bahwa orang sholeh adalah kualitas kebaikannya hanya untuk diri sendiri, sedangkan muslih kualitas kebaikannya bisa merambah dan menjadi petunjuk orang lain atau masyarakat luas. Generasi muslih lebih nyinyir terhadap kemaksiatan yang ada di depannya. Bisa jadi keberadaannya tak disuka dan dianggap sebagai pengusik tatanan yang sudah tenang.

Oleh karenanya bentukan generasi muslih  ini menuntut bentukan yang kokoh. Terbentuk dari aqidah Islam yang matang dari proses berpikir yang benar. Generasi muslih yang tertanam kokoh pada akal dan jiwanya akan persepsi kemuliaan dan kehormatan. Generasi yang sadar akan jati dirinya, tidak akan rela kecuali menjadi umat yang mulia dan tinggi. 

Kesadaran tersebut akan mendorongnya menyiapkan segala kemampuan dan keahlian termasuk dalam konten konten menyebarkan kebaikan dan amar makruf nahi mungkar.

Wallahu alam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post