Kekerasan pada Generasi Cermin Bobroknya Sistem Kehidupan

Oleh: Siti Khaerunnisa

Banyaknya berita viral terkait tindakan amoral yang dilakukan oleh pemuda menarik atensi publik. Salah satu yang banyak dibicarakan adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio (20 tahun) terhadap Cristalino David Ozora (17 tahun) pada senin 20 Februari 2023 lalu. Mario Dandy memukul, menendang perut dan kepala David secara brutal. Kasus ini juga menyeret teman Mario yang juga masih berusia belasan tahun, karena telah memprovokasi Mario Dandy dan membiarkannya melakukan tindakan penganiayaan kepada David, bahkan temannya merekam kejadian penganiayaan tersebut (cnn.indonesia.com, 25/02/2023).


Kasus lainnya juga terjadi pada siswa SMP di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang menga kibatkan korban J (14 tahun) meninggal dunia akibat diperkosa oleh beberapa temannya yang juga masih berusia 15 tahun (makassar.kompas.com, 24/02/2023). Sementara itu di daerah Purwakarta, Polsek Pasawahan, Polres Purwakarta amankan lima orang pemuda yang melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan dan/atau penganiayaan. Rentang usia pelaku sendiri masih berusia 17-19 tahun (jurnalpolri.com, 22/02/2023).


Serangkaian berita viral tersebut adalah sedikit dari gambaran tindakan amoral yang banyak dilakukan oleh pemuda yang bahkan masih duduk di bangku sekolah. Tindakan kekerasan yang banyak dilakukan pemuda saat ini menggambarkan adanya kesalahan dalam aturan sistem kehidupan saat ini. Terutama dalam sistem pendidikan yang gagal dalam membentuk anak dengan kepribadian moral yang baik, lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar dari perilaku terpuji, serta rusaknya lingkungan masyarakat yang memperparah hal tersebut.


Semua ini adalah buah dari diterapkannya paham sekulerisme, yang merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam paham ini agama hanya dianggap mengatur dalam urusan personal, seperti ibadah saja. Sedangkan dalam urusan kehidupan diatur oleh aturan yang dibuat oleh akal manusia sendiri. Akal manusia yang serba terbatas yang dijadikan penentu hukum tak jarang akan membentuk aturan condong kepada kepentingan pembuat hukum itu sendiri.


Contohnya dalam bidang pendidikan. Pendidikan saat ini yang berlandaskan paham sekulerisme dan materialisme hanya bertujuan mencetak lulusan siap kerja, bukan untuk menimba ilmu sebagai bekal menjalani kehidupan. Selama pendidikan ditempuh, hanya sedikit didapatkan pelajaran agama sehingga orientasi intelektual dalam menyelesaikan masalah jauh dari pemahaman agama, sehingga sering melakukan tindakan amoral untuk menyelesaikan masalah.


Selain itu kesibukan orang tua dalam bekerja termasuk kaum ibu dan adanya peran negara dalam membekali ilmu pengasuhan kepada calon orang tua semakin memperparah kenakalan remaja. Remaja yang jauh dengan orang tua atau bahkan dimanja oleh orang tua akan cenderung mengedepankan egonya, sehingga mereka akan mudah berbuat anarkis dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi untuk memenuhi ego mereka.


Tak hanya itu kontrol sosial masyarakat tidak berjalan karena sistem hidup kapitalisme menjadikan manusia zaman sekarang bersikap individualis. Beratnya beban hidup dalam kapitalisme menjadikan setiap orang sibuk memikirkan dirinya sendiri sehingga abai terhadap permasalahan sekitar. Padahal dengan membiarkan tindak kriminalitas di tengah masyarakat itu akan membahayakan juga nyawa anggota masyarakat. 

Negara juga hanya menindak perilaku kriminal pada saat tindakan itu sudah terjadi, tanpa adanya upaya pencegahan agar tindakan kriminal itu tidak terjadi. Bahkan negara tidak menghukum anak yang ada di bawah usia 18 tahun dengan alasan anak tersebut masih berada di bawah umur. Padahal mereka sudah terhitung balig dan seharusnya mereka sudah mengetahui tindakan yang mereka lakukan itu sudah benar atau salah. Penerapan asas sekularisme yang mendasari kehidupan saat ini –yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan, menyebabkan pemuda tidak mendasarkan perbuatannya pada ketentuan agamanya.


Sangat berbeda dengan generasi yang dididik dalam sistem pendidikan Islam. Visinya dalam mendidik adalah menjadikan generasi berkepribadian Islam, yakni mereka berpola pikir dan sikap Islami. Dengan landasan Islam, mereka akan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka pun akan memahami mana tindakan yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Pembentukan kepribadian Islam ini dimulai sejak sekolah dasar dengan mengutamakan pemberian akidah Islam dan hukum Islam. Harapannya, ketika mereka balig mereka dapat menjalankan syariat Islam dengan baik.


Selain menerapkan sistem pendidikan Islam, negara juga akan menjaga lingkungan dengan membentuk lingkungan dengan suasana yang islami. Dengan demikian, para pemuda akan senantiasa tersuasanakan dengan syiar Islam.


Ketika terjadi pelanggaran, negara akan memberikan hukuman yang layak sesuai hukum syarak. Hukuman ini bersifat jawabir (menebus dosa si pelaku) dan zawajir (mencegah agar tidak melakukan kesalahan yang sama). Dengan begitu, pemuda akan senantiasa terjaga dari melakukan kejahatan.

 
Selain lingkungan masyarakat, negara juga menjamin agar lingkungan keluarga taat syariat. Negara akan memastikan orang tua melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Negara pun memastikan kepala keluarga untuk bekerja, semisal dengan membuka lapangan kerja bagi laki-laki, sehingga ibu tidak perlu bekerja di luar rumah memikirkan biaya hidup. Walhasil, ibu bisa berkonsentrasi mendidik anaknya.


Oleh karenanya, jalan satu-satunya untuk membenahi generasi saat ini adalah dengan mewujudkan seluruh sistem Islam dalam kehidupan. Dengan sistem yang lengkap, generasi berkepribadian Islam akan terbentuk dan terjaga, serta masa depan bangsa pun akan menjadi cerah. 
Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post