Jebakan Batman Hutang Luar Negeri


Oleh : Verry Verani

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%.
Menurut kaleidoskop buku APBN KITA 2022, terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, Desember 2021, rasio utang terhadap PDB menurun dari sebelumnya 40,74 persen menjadi 39,57 persen.

"Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih," tulis Kemenkeu, dikutip (CNBC Indonesia 18/1/2023).

 Kerisauan sebagian besar rakyat indonesia bukan hal yang mengada- ada. Bangsa ini penuh harap dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu berikutnya. Nampak nyata tidak ada tanda-tanda akan terjadi kesejahteraan rakyat, atau paling tidak situasi ekonomi yang menggembirakan  bahkan realitasnya  bagi rakyat jelata semakin dipersulit usahanya walau sekedar untuk mendapatkan terpenuhinya kebutuhan sehari- hari. Kondisi pemerintah justru semakin gencar mengintervensi rakyat. Apakah  dalam bentuk kenaikan BBM, kenaikan bayar premi BPJS, kenaikan tagihan listrik, gas LPG serta tak terkecuali sembilan bahan pokok turut naik. Belum lagi pungutan pajak dan bangunan. 

Melalui berbagai pungutan pajak itu, rakyat disedot habis-habisan namun  tidak ada timbal balik  yang sepadan dari negara membantu memakmurkan rakyatnya.Bahkan, negara membebani utang  kian  membengkak dari tahun ke tahun, seolah negara selalu haus uang, uang dan uang.

Kapitalisme Sumber Masalah

Kelemahan ekonomi Kapitalisme terlihat jelas pada cara mengelolaan harta kepemilikan rakyat dan negara. Harta kekayaan ini,  pengelolaannya diserahkan  kepada individu atau swasta dan asing. Kebebasan ekonomi dilakukan tanpa campur tangan negara.  Privatisasi,  sistem monopoli dan sistem ribawi sebagai orientasi ekonomi, akibatnya eksploitasi berlebihan dan ketidak-merataan distribusi kekayaan dalam masyarakat.

Apa dampak dari  negara yang selalu haus uang ? Maka solusinya menyedot dana dari berbagai macam pajak dan mencari dana talangan dari berbagai lembaga keuangan dunia seperti dari BANK DUNIA, IMF, para insvestor asing,  tentu utang ini  berbasis ribawi.
Dalam jangka panjang, utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi bagi negara tersebut, salah satunya menyebabkan nilai tukar rupiah turun (inflasi). Utang luar negeri dapat membebani anggaran nasional, karena harus dibayar dengan mata uang dolar berbunga.

 Besarnya utang menunjukkan salah kelola negara, apalagi jika dikaitkan dengan kekayaan alam yang sangat melimpah di negeri ini. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam mengelola negara termasuk dalam mengelola sumber daya alamnya.  Utang yang didapat menjadikan negara bunuh diri  politik  karena dengan utang negara pendonor  akan mengendalikan dan mengintervensi kebijakan dalam negeri. Dengan utang itu, negara telah tergadaikan kedaulatannya.

Kebijakan Ekonomi Daulah Khilafah islamiyah

Berbeda dengan sistem kapitalis yang menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu. Dalam pandangan Islam, sumberdaya alam yang jumlah atau depositnya banyak  merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh Negara. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut:

اَلنَّاسُ شُرَكًاءٌ فِي ثَلاَثٍ : اَلْكَلَاءُ وَالْمَاءُ وَالنَّارُ

Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu: air, padang rumput dan api  (HR Abu Dawud).

Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas, dan lain-lain, termasuk juga listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut; semuanya telah ditetapkan oleh syariah sebagai kepemilikan umum. Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat.

Secara adminstrasi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang masuk kategori milik umum,  dalam sistem ekonomi Islam menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, SDA yang ada di sebuah wilayah bukan hanya milik wilayah tersebut, tetapi milik seluruh kaum Muslim. Setelah negeri tersebut terpenuhi kebutuhannya, SDA tersebut akan dialokasikan ke wilayah lain yang membutuhkan sehingga akan terjadi pemerataan pemanfaatan SDA.

Secara teknis pengelolaan kepemilikan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yakni, pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum. Air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar adalah benda-benda yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemadaratan bagi masyarakat.
Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan Negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar—seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya—langsung dikelola oleh Negara. Negaralah yang berhak mengelola dan mengeksplorasi bahan tersebut. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Baitul Mal. Khalifah sebagai kepala negara adalah pihak yang berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya. Khalifah juga tanpa berhutang ke lembaga keuangan asing manapun.
 Kesemuanya dilakukan demi kemaslahatan umat.

Dalam mengelola kepemilikan tersebut, Negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat—untuk konsumsi rumah tangga—dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan. Harga jual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi. Namun, boleh menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang wajar jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Jika hasil pengelolaan tersebut dijual kepada pihak asing, maka pemerintah boleh mencari keuntungan semaksimal mungkin.

Hasil keuntungan penjualan barang- barang ekspor ke luar negeri digunakan untuk dibelanjakan  segala keperluan negara yang berkenaan dengan kegiatan operasional  negara, juga dapat mengembangkan dan  mengelola harta kepemilikan umum, baik dari segi administrasi serta perencanaan: eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran dan distribusinya.

Kedua, dibagikan kepada  seluruh warga negara baik muslim maupun nonmuslim. Dalam hal ini Pemerintah boleh membagikan air minum, listrik, gas, BBM, dan barang kebutuhan lain untuk keperluan rumah tangga secara gratis atau menjual dengan harga murah pada rakyatnya.
  Barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, misalnya emas, perak digunakan sebagai back up sistem moneter keuangan berbasis emas dan perak. Sedangkan tembaga, batubara, bouksit dll, bisa dikelola untuk keperluan dalam negeri. Adapun jika produksi berlebih bisa dijual keluar negeri,  keuntungannya dibagi keseluruh warga negara, dalam bentuk uang atau  dalam bentuk kebutuhan primer, atau untuk membangun sarana -- prasarana umum, seperti,  jalan, rumah tepung (restoran untuk ibnusabil),  sekolah-sekolah, perguruan tinggi, lembaga iptek,  militer, rumah-rumah sakit, dan pelayanan umum lainnya. 

Hanya dalam sistem Islam,
Indonesia akan mampu menjadi negara besar, yang hebat, jika mampu mengelola SDA secara mandiri dan hasilnya digunakan untuk membangun negeri dan mensejahterakan semua warga negara secara merata.  

Wallahu'alam. []

Post a Comment

Previous Post Next Post