Demi Konten, Nyawa Hilang Bukti Rendahnya Taraf Berpikir


Oleh Susci
 (Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Upaya eksistensi diri akhir-akhir ini marak mencuri perhatian publik. Banyak dari berbagai kalangan yang bertindak di luar nalar, menunjukkan keanehan-keanehan yang memprihatinkan.

Salah satu muncul dari seorang wanita berinisial W (21) tewas tergantung di rumah kontrakannya di Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). Ditemukan  tewas terlilit kain demi membuat konten melalui panggilan video atau video call dengan teman-temannya. (news.detik.com, 3/3/2023)

Tampaknya aksi mengerikan demi sebuah konten tersebut tidak hanya sekali terjadi. Aksi tersebut juga pernah dilakukan oleh dua remaja asal Bogor yang salah satunya tewas saat mencoba menghentikan truk demi sebuah konten. (merdeka.com, 16/01/2023)

Fakta-fakta ini menunjukan banyaknya kalangan yang kian dibudaki kehidupan dunia demi mencapai eksistensi diri dan meraih keuntungan. Sampai perilaku yang membahayakan diri tetap saja dilakukan.

Kondisi tersebut menggambarkan betapa buruknya taraf berpikir masyarakat. Kehidupan dimaknai hanya sebatas mencari kesenangan dan eksistensi. Sehingga, senantiasa mengarahkan diri pada perilaku-perilaku tercela dan jauh dari perilaku manfaat. 

Kemunduran berpikir masyarakat seharusnya menjadi kefokusan negara dalam berupaya membangun kehidupan bermutu. Namun, justru kemunduran berpikir menjadi hal yang terus terjadi. Tak sedikit perilaku yang dipertontonkan cenderung mengarahkan pada keterbelakangan hidup. Kehidupan hanya dijadikan ajang bersenang-senang dan mencari eksistensi diri sepuasnya.

Kemunduran berpikir tersebut tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang hari ini menjadi acuan kehidupan masyarakat. Sistem ini telah membentuk pola pikir masyarakat menjadi masyarakat yang material dan cinta dunia. Segala pilihan dan tindakan senantiasa diarahkan pada pencapaian keuntungan, tanpa perlu melihat apakah hal tersebut halal, haram, membahayakan, atau lain sebagainya. 

Sistem ini pula telah menjadikan masyarakat memandang bahwa kehidupan tanpa eksistensi adalah hampa. Seseorang yang tidak memilki eksistensi hidup dianggap rendah. Sehingga, wajar saja jika setiap orang berlomba-lomba dalam mengejar eksistensi diri dengan berbagai cara ditempuh. Apalagi media telah memberikan gambaran dan fasilitas dalam melihat dan mempraktekan bentuk pencapaian eksistensi diri. 

Mirisnya, negara tidak mampu membendung penyebaran media yang mempertontonkan hal negatif, bahkan memberikan kembali kepada individu-individu untuk memiliki akses secara bebas.

Mirisnya lagi, pencapaian eksistensi diri tersebut menjadikan setiap masyarakat mengalami kelemahan dari segi akidah dan tsaqofah. Waktu, pikiran, dan tenaga sepenuhnya didedikasikan demi mencapai eksistensi diri. Ilmu yang seharusnya menjadi pemutus pilihan harus dikalahkan dengan ego dan hawa nafsu. Sehingga, tindakan masyarakat menjadi tindakan yang merugi dan jauh dari manfaat. Bahkan tak sedikit menyebabkan pada tahap yang paling tinggi yakni kematian.

Selain Itu, sistem ini pula telah menciptakan masyarakat abai terhadap kondisi sesama. Tidak ada lagi kontrol masyarakat. Kehidupan menjadi individualistik, jauh dari kepedulian sesama. Parahnya, budaya yang diciptakan dalam masyarakat adalah budaya yang memandang bahwa kehidupan dengan eksistensi diri adalah yang paling tinggi. Alhasil, kerusakan pada taraf berpikir masyarakat terstimulus secara sistematik oleh penerepan kapitalisme sekularisme.

Eksistensi Diri dalam Kacamata Islam

Eksistensi diri dengan niatan agar dipandang hebat, kuat, cantik, berduit dan lain sebagainya hingga menciptakan kesombongan pada diri adalah perilaku yang dilarang dalam Islam, apalagi sampai membahayakan diri sendiri.

Dalam Islam, kehidupan dipandang sebagai ajang memperbanyak amal ibadah. Tujuan dari hidup adalah beribadah kepada Allah Swt. Pencapaian eksistensi diri tidak akan menjadi poin penting dalam hidup.

Kehidupan masyarakat yang telah terinstal Islam mampu menghasilkan taraf berpikir yang mendalam. Perilaku yang tidak bermutu dan jauh dari manfaat akan dihindari oleh setiap individu-individu muslim. Mereka akan lebih fokus menyibukkan diri pada perilaku manfaat dan makin meningkatkan ketaatan kepada Allah Swt.

Taraf berpikir yang mendalam akan menjadikan masyarakat jauh dari upaya-upaya mengejar eksistensi diri dan lebih menyibukkan diri dengan memperkuat akidah dan memperdalam ilmu pengetahuan. Perubahan pemikiran yang menjadikan masyarakat tak lagi terpengaruh pada perbuatan yang tidak bermanfaat.

Islam pula akan menjaga media agar menampilkan konten-konten yang bermanfaat, dan bukan konten yang mengarahkan pada perlombaan ajang eksistensi diri. Upaya-upaya mempertontonkan kelebihan diri di media sosial dengan tujuan menyombang diri akan dilarang didalam Islam. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang terpengaruh dengan upaya eksistensi diri.

Selain itu, masyarakat yang ada bukanlah masyarakat yang menganggap bahwa eksistensi diri sebagai hal yang utama, melainkan ketaatan kepada Allah Swt. yang menjadi prioritas. Masyarakat dalam Islam juga akan saling menasehati satu sama lain, saling peduli dan berkasih sayang agar terhindar dari kehidupan yang rusak dan merusak.

Alhasil, eksistensi diri yang berujung pada kematian tidak akan ditemukan marak terjadi jika sistem yang diterapkan adalah Islam, bukan kapitalisme sekularisme. Sebab, Islam berasal dari Allah Swt. Tuhan yang menciptakan segala-galanya, bukan manusia yang sifatnya lemah dan terbatas.

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post