Borok Kegagalan Kapitalisme Dalam menyelesaikan Persoalan AKI


Oleh : Hj. Padliyati Siregar ST

Afghanistan memiliki tingkat kematian ibu melahirkan yang jauh lebih tinggi dibanding gabungan enam negara tetangganya, demikian menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Kamis (23/2). 

Para pakar mengatakan krisis kesehatan ibu dikhawatirkan akan semakin memburuk.
Terdapat 620 kematian per 100.000 kelahiran hidup di Afghanistan, negara yang terkungkung oleh daratan.

 Jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi di Asia, di mana sebagian besar negara berkembang telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan layanan kesehatan bagi para ibu.

Di bawah rezim Taliban pertama pada tahun 2000, angka kematian ibu dilaporkan mencapai 1.346 per 100.000 kelahiran hidup.

Terlepas dari perbaikan seiring adanya pendanaan internasional yang bertepatan dengan invasi pimpinan Amerika Serikat pada tahun 2001-2021, kembali berkuasanya Taliban pada pertengahan Agustus 2021 telah memporakporandakan kemajuan yang diraih dengan susah payah itu.

Para pakar mengatakan kini risiko kesehatan di kalangan perempuan Afghanistan secara umum diperkirakan meningkat.

Juru bicara Doctors Without Borders MSF Brienne Prusak mengatakan kepada VOA, larangan yang diberlakukan Taliban terhadap perempuan, baik untuk menempuh pendidikan maupun untuk bekerja, telah “mencegah perempuan mengakses layanan kesehatan.”

Hal senada disampaikan International Crisis Group dalam laporan pada Kamis, bahwa larangan Taliban itu telah “memberi pukulan yang menyedihkan bagi kebebasan perempuan.”


Kondisi semakin diperburuk dengan dihentikannya bantuan pembangunan oleh donor asing yang menyumbang sekitar 70 persen pengeluaran publik di bawah pemerintahan Afghanistan sebelumnya.

Hal tersebut melumpuhkan ekonomi nasional dan memaksa jutaan warga Afghanistan jatuh dalam kemiskinan. “Sistem perawatan kesehatan publik di Afghanistan kekurangan anggaran dan terbebani selama bertahun-tahun,” ujar Prusak seraya menambahkan pendanaan sektor kesehatan telah turun secara signifikan sejak tahun 2021. 

Sejak kepemimpinan Afganistan jatuh pada T4liban, negara lain ramai-ramai mencabut bantuan. Padahal, bantuan tersebut termasuk sumber rakyat untuk bisa bertahan.

Puluhan tahun hidup di bawah atmosfer peperangan, fasilitas banyak yang hilang, pekerjaan menjadi tidak karuan, bahkan masih sulit bagi pemimpin saat ini untuk bangkit kembali. 

Semua kondisi itu akhirnya membuat para ibu hamil di sana tidak mendapatkan perhatian. Kalaupun ada, sebatas rutinitas dan dunia internasional pun memilih diam.

Berbeda dengan di Indonesia. Pemerintah memang tampak berusaha melakukan berbagai program untuk mencegah kematian ibu hamil dan melahirkan. Melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah menetapkan pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) paling sedikit 6 kali selama 9 bulan. Kemenkes menyediakan USG di seluruh provinsi sehingga sekarang ibu hamil bisa melakukan pemeriksaan di Puskesmas.

Pendampingan pada ibu hamil juga dilakukan, seperti kelas ibu hamil, pemberian vitamin dan tablet penambah darah, dan lain-lain. Namun faktanya, AKI masih tinggi. Meski dibilang lebih rendah dari negara lainnya, namanya nyawa tetap saja berharga.

Kesejahteraan Belum Terwujud

Tingginya angka kematian bayi dan ibu hamil ini direspons oleh pengamat masalah perempuan, keluarga, dan generasi dr. Arum Harjanti yang menyatakan bahwa kesejahteraan belum terwujud.
“Faktanya selama ini, Indonesia 79 tahun merdeka, kesejahteraan ibu dan anak pun belum terwujud,” tuturnya kepada Mnew.

Arum mengatakan sumber daya alam yang luar biasa ternyata tidak menjanjikan kesejahteraan rakyat. “Yang terjadi justru utang terus bertambah, angka korupsi terus saja melaju, dan kemiskinan tidak banyak berkurang,” sesalnya.  

Semua ini tegas Arum, menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan tidak menjanjikan adanya kesejahteraan.
“Bagaimana kita bisa berharap terwujud kesejahteraan ibu dan anak bila sistem ekonomi yang diterapkan tetap sama, yaitu sistem ekonomi kapitalisme?” tanyanya retoris.
Apalagi, sambungnya, sistem ekonomi kapitalis meniscayakan hukum rimba. Siapa yang kuat, ia yang menang dan bertahan, bahkan mendominasi.


Kesehatan Kebutuhan Pokok Publik

Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari)
 
Dalam hadis tersebut, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Maka, negara tidak boleh menjadikan kesehatan sebagai jasa atau komoditas yang dikomersialkan karena merupakan kebutuhan pokok bagi publik.
 
Islam tidak akan membebani para ibu bertanggung jawab  atas nafkah, sehingga negara tidak akan pernah menerapkan program kesetaraan gender yang memaksa perempuan bekerja. Bahkan ketika nafkah tidak mencukupi, negaralah penanggung jawabnya. Sistem kehidupan Islam satu-satunya yang mampu menjamin kesehatan perempuan, ibu hamil dan melahirkan serta pemenuhan gizi bagi generasi.
 
Sehingga,  solusi parsial semata untuk menutupi buruknya riayah dan ketakmampuan negara menuntaskan masalah AKI, AKB, juga stunting. Seolah-olah telah bekerja dan berupaya memberikan solusi terbaik bagi rakyat, nyatanya justru rakyatlah yang harus putar otak menyelesaikan masalahnya sendiri.
 
Inilah yang terus terjadi jika sistem sekuler kapitalisme masih diterapkan. Kita harus segera beralih kepada sistem Islam. Kehidupan manusia akan sejahtera, pemenuhan kebutuhan akan dimudahkan oleh negara. Tidak disibukkan dengan semisal Program tambal sulam karena yang lebih utama adalah negara sebagai penjaga untuk seluruh rakyatnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post