Angka Kematian Ibu Tinggi, Mampukah Sistem Kapitalis Memberi Solusi?

 


Oleh Siti Komariah 
(Freelance Writer) 


WHO, UNICEF, dan UNFPA, bersama Grup Bank Dunia dan UNDESA bidang kependudukan menyusun laporan "Kecenderungan Kematian Ibu Tahun 2000 hingga 2020" 

Melansir Voaindonesia (24/2/2033), Empat badan PBB terkemuka dan Bank Dunia tersebut melaporkan, pada tahun 2020 sekitar 287.000 perempuan di seluruh dunia meninggal terkait kehamilan dan persalinan. Itu setara dengan 800 kematian sehari, atau satu kematian setiap dua menit. Sebagian besar penyebabnya bisa dicegah. 

Sehingga pejabat kesehatan mengatakan, data yang diajukan dalam laporan tersebut tentunya menjadi peringatan bagi para pemimpin dunia untuk bertindak mengakhiri kematian ibu yakni dengan memberikan sistem perawatan kesehatan dan menutup kesenjangan sosial serta ekonomi yang melebar yang berdampak pada kematian tersebut. 

Sistem kesehatan dan ekonomi memang berpengaruh besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka tidak heran jika PBB memberikan arahan tersebut kepada para pemimpin negara yang ada di dunia untuk memperhatikan bidang tersebut. Namun jika melihat fakta, seakan sulit untuk mencari solusi tuntas terhadap problem ini. Pasalnya, sistem kesehatan di alam kapitalisme yang diadopsi hampir seluruh negeri di dunia ini telah dikapitalisasi. Bahkan untuk memberantas kemiskinan pun mustahil untuk diwujudkan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis. 

Jamak diketahui, di alam kapitalisme saat ini biaya kesehatan kian melejit, seakan muncul slogan "orang miskin dilarang sakit" karena biaya kesehatan sulit untuk dijangkau oleh rakyat miskin. Walaupun negara memberikan jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun nyatanya jaminan tersebut tidak menyentuh seluruh rakyat miskin, sebab administrasinya yang berbelit serta kental terhadap aroma bisnis. 

Seyogianya kesehatan adalah salah satu pemenuhan hajat hidup orang banyak yang menjadi tanggung jawab penguasa untuk memenuhinya. Namun, apalah daya peran penguasa sebagai periayah rakyat di dalam kapitalisme dijauhkan, sehingga kekuasaan hanya dijadikan sebagai batu tumpuan untuk meraih sebuah keuntungan. Prioritas kepemimpinan bukanlah mensejahterakan rakyat, namun bagaimana cara mendapatkan sebuah materi.

Selain itu, akibat sistem ekonomi kapitalisme kesenjangan sosial pun kian nyata dan sikap individualisme pun sangat tinggi. Hal ini terjadi akibat adanya prinsip kebebasan serta tidak adanya pengaturan harta oleh negara. Sehingga, siapa yang memiliki modal besar dan mampu mengembangkan usahanya, maka mereka akan hidup makmur dan bebas memiliki apapun yang diinginkan, walaupun itu merupakan harta milik umat, seperti sumber daya alam yang melimpah. 

Dalam kapitalisme pun harta hanya beredar kepada segelintir orang saja, alhasil tidak semua rakyat mampu menikmati kebahagian. Ditambah lagi, sikap individualisme yang tinggi yang ditanamkan dalam diri manusia oleh kapitalisme semakin menambah kesenjangan sosial kian nampak di tengah-tengah masyarakat. 

Sistem kapitalisme pun membuat negara tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar per individu rakyat. Rakyat harus menanggung beratnya beban hidup akibat berbagai kebijakan yang terkadang lebih pro terhadap pebisnis ketimbang prioritas rakyatnya. SDA yang melimpah yang harusnya menjadi hak rakyat untuk membuat mereka bisa merasakan kesejahteraan namun akibat ekonomi kapitalis justru dikuasi oleh segelintir orang. Alhasil, rakyat selalu nya jadi korban. 

Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan hanya sebuah utopia belaka, data meningkatnya angka kematian ibu (AKI) tersebut dan warning PBB kepada para pemimpin negara justru kian membuka borok atas kegagalan kapitalisme dalam menuntaskan problematika AKI itu sendiri. Sebab, AKI tanpa adanya layanan kesehatan yang cuma-cuma, kesejahteraan rakyat serta pemimpin yang menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pelayan rakyat jelas tidak akan terselesaikan. 

Patut dipahami, bahwa AKI hanya bisa terselesaikan di dalam sistem Islam. Kepemimpinan Islam merupakan sebuah kepemimpinan yang bertangung jawab terhadap rakyatnya. Ia menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu visi dalam kepemimpinannya. Sehingga, Islam menuntun para pemimpin untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan dan pelindung rakyat, serta menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat per individu. 

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, maka negara akan mampu menjamin kebutuhan rakyat, mulai dari kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) dan kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan, dll). Selain itu, negara pun melarang peredaran harta hanya kepada segelintir orang saja. Negara juga memiliki pos-pos pemasukan yang disimpan dan diatur oleh baitul mal. Seperti pos pemasukan dari hasil sumber daya alam yang sejatinya tidak boleh di swastanisasi ataupun diprivatisasi. Hasilnya hanya boleh dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Islam juga menjadikan layanan kesehatan kepada seluruh rakyat termaksud ibu hamil dan bersalin merupakan tanggung jawab negara yang wajib diwujudkan oleh negara secara murah bahkan gratis. Apalagi jika hal tersebut menyangkut nasib generasi, dimana para generasi adalah agen of change bagi sebuah peradaban mulia di masa depan, sehingga negara juga memiliki tanggung jawab untuk mencetak para generasi-generasi yang memiliki pemikiran cemerlang, sebagaimana pada masa Islam silam. 

Sehingga, negara akan membangun berbagai rumah sakit, laboratorium medis, apotik, sekolah kedokteran, dan berbagai sarana yang menunjang keberhasilan dalam sistem kesehatan dan pengobatan tersebut. Sistem kesehatan pun ditunjang dengan berbagai sarana dan pra sarana yang bagus, serta para pelayan kesehatan, seperti bidan, dan dokter yang mumpuni. Kesehatan diberikan kepada seluruh rakyat, baik kaya ataupun miskin, tanpa diskriminasi, baik Muslim maupun nonmuslim warga daulah. Kemudian, negara juga menyediakan rumah sakit keliling dengan sarana dan para dokter yang mumpuni untuk membantu para warga yang sakit di rumah-rumah dan warga di daerah pelosok. 

Pelayanan kesehatan dan pengobatan juga diatur sesuai syara dengan tiga prinsip baku yang berlaku untuk setiap pelayanan kepada masyarakat yakni pertama, sederhana dalam sistem/peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni pelayanan dilakukan oleh orang yang mumpuni dan kompeten di bidangnya. 

Dengan demikian maka rakyat akan sejahtera dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan terbaik, sehingga problem AKI akan dapat dituntaskan. 

Wallahu a'lam bishawab 

Post a Comment

Previous Post Next Post