Politik Identitas Alat Gebuk Bagi Lawan Politik.


Oleh : Hj. Padliyati Siregar ST

Logo organisasi terlarang HTI terpampang pada sebuah spanduk dukung Anies Tegakkan khilafah di Banten di Terminal Kadubanen, Pandeglang, Selasa 24 Januari 2023. 

Siapa orang yang masangnya enggak tahu. Namun saat pemasangan menggunakan mobil Mitsubishi Strada berwarna silver.
“Jadi pas masang itu malam. Kebetulan memang saya juga lagi begadang,” katanya.
Kepala Satpol PP Kabupaten Pandeglang Bun Buntaran mengatakan, bendera HTI dilarang karena memang sudah dibubarkan oleh pemerintah.

“Untuk lebih jelasnya silakan konfirmasi ke Polres dan Kodim,” ungkapnya.
Diketahui, Anies Baswedan akan berkunjung ke Pandeglang untuk menemui pengurus dan kader Nasdem serta relawan. Sebelum ke Pandeglang, Anies mengunjungi kawasan Adat Baduy dan bersilaturahmi dengan petani di Warunggunung, Kabupaten Lebak.

Di Baduy, mantan Gubernur DKI Jakarta ini diteriaki Anies Presiden di Terminal Ciboleger, Desa Bojongmenteng, Kecamatan Leuwidamar.

Beginilah jika kita hidup dalam sistem demokrasi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam dianggap negatif. Apalagi hal itu berhubungan dengan kekuasaan.
 
Politik identitas selalu dianggap salah. Kelompok yang menggunakan politik identitas dilihat sebelah mata dan dianggap tak sejalan dengan visi misi negara.

Kekalahan dan ketakutan terhadap politik identitas memperlihatkan mereka tak mampu menyainginya. Selain itu, keberadaan politik identitas dalam demokrasi menggambarkan rakyat rindu pemimpin beriman. Pemimpin yang mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Oleh karenanya, politik identitas sebenarnya tidak menjadi masalah selama ada semangat untuk memilih pemimpin yang kredibel, tepercaya, adil, serta tidak untuk menjatuhkan kelompok, etnis, atau agama tertentu.
Pihak-pihak yang mempermasalahkan politik identitas sebetulnya merupakan pihak yang bisa jadi memiliki identitas yang lemah atau kelompok minoritas.

Dukungan masyarakat terhadap mereka minim sehingga sulit untuk memenangi pemilu. Jadi, untuk merobohkan kekuatan lawan, mereka memainkan isu politik identitas agar bisa merebut suara dari lawan politiknya. Isu politik identitas dan agama seolah menjadi sasaran empuk untuk distigma.

Ironi Indonesia. Hidup di negeri dengan pemeluk Islam terbesar, justru menjadikan kaum muslimin sebagai tertuduh utama pelaku politik identitas. Padahal sumber kekisruhan berasal dari kelompok minoritas yang berada di atas angin, buah keistimewaan yang diberikan rezim.

Rezim sengaja menghidupkan hantu politik identitas agar cara berislam menjadi makin cair. Apalagi menjelang Pemilu  2024, yang membuat kontestasi itu membutuhkan suara umat Islam.
 
Partai yang memenangkan rezim hari ini adalah partai-partai yang memusuhi Islam kaffah, sekalipun gerbong mereka turut didukung parpol berbasis Islam. Tuduhan kaum muslimin sebagai pelaku politik identitas, melekat erat pada penganut Islamofobia. Fobia ini diopinikan secara sengaja oleh kaum kuffar, tidak hanya di Barat namun juga di negeri muslim.


Politik Identitas dalam Islam

Berbeda dalam Islam. Islam justru mengajarkan pemeluknya untuk memiliki identitas diri. Dengan landasan iman yang melekat pada tubuhnya, Islam menjadikan seseorang sebagai pribadi yang taat. Dengan iman itulah manusia tunduk kepada perintah Allah. Senantiasa mengikuti Alquran dan Sunnah.
 
Sebagaimana firman Allah,
 
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
 
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran: 102)
 
Makna ayat di atas dijelaskan Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Ibnu Murdawaih melalui hadis Yunus ibnu Abdul A’la, dari Ibnu Wahb, dari Sufyan As-Sauri, dari Zubaid, dari Murrah, dari Abdullah Ibnu Mas’ud,
 
“Hendaknya Allah ditaati, tidak boleh durhaka kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan jangan ingkar kepada (nikmat)-Nya, dan selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya.”
 
Maka, sebagai seorang muslim hendaknya kita menaati Allah dalam seluruh perintah-Nya. Menjadikan Islam sebagai identitas khas seorang muslim. Dalam bidang apa pun, baik urusan rumah, urusan rakyat, maupun urusan kepemimpinan.
 
Khusus dalam bidang kepemimpinan, diperlukan seorang pemimpin yang berpegang teguh dengan Islam yang tunduk hanya pada Allah dan Rasul-Nya. Tentu hal ini sangat penting karena pemimpin adalah pemegang segala kebijakan dan pengurus rakyat.


Di tangannya, kondisi rakyat dipertaruhkan. Oleh karena itu, pemimpin yang idealis dan berkepribadian Islam sangat dirindukan.
 
Ditambah lagi dalam sistem pemilihan pemimpin secara Islam, politik identitas menjadi poros pandangan. Calon pemimpin dalam pandangan Islam harus memiliki syarat tertentu. Seperti laki-laki, balig, Islam, berakal, adil, dan merdeka.
 
Syarat di atas diambil dari beberapa dalil, salah satunya dari firman Allah,
 
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۗ اَ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ عَلَيْكُمْ سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا
 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS An Nisa’ [4]: 144)
 
Yang menjadi pemimpin kaum muslimin haruslah seorang muslim. Pemimpin muslim di sini adalah mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Harapannya, dengan landasan iman akan mampu menempatkan kebijakan sesuai dengan pandangan syariat. Bahkan kalau bisa seorang mujtahid.
 
Hal ini dikarenakan seorang pemimpin memiliki tugas yang besa. Menyelesaikan seluruh masalah rakyat dan menjaga serta menjadikan rakyat sebagai masyarakat yang islami. Tentu tujuan ini membutuhkan seorang pemimpin beridentitas kuat dan taat.
 
Dari sini dapat disimpulkan, selama sistem yang dipakai bukan berasal dari Islam, politik identitas selalu dipermasalahkan. Tak pandang siapa yang membawa karena ini sudah menyangkut prinsip hidup.
 
Oleh karena itu, jika kita ingin mewujudkan politik identitas secara totalitas, hanya dapat kita peroleh dari sistem Islam. 

Wallahu a’lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post