Proyek yang Dibangun untuk Kebutuhan atau Ambisius Belaka?

Oleh: Azizha Nur Dahlia

Aktivis Muslimah

 

 

Indonesia negara yang terus ingin mengembangkan dirinya melalui pembangungan berskala besar. Infrastruktur adalah jalan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia sebagai langkah untuk membangun negeri. Apakah benar infrastruktur digadang-gadang akan memberikan jalan yang baik bagi negeri ini? Apakah segala proyek yang dibangun memang karena kebutuhan ataukah hanya ambisius belaka?

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan kritik pedas untuk beberapa proyek yang dijalankan pemerintah. Dia memberikan kritik pedas soal pembangunan LRT Palembang, "Saya kasih tau kegagalan decision Rp9 triliun itu LRT Palembang. Decision based-nya political decision, not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring. Saya udah bilang itu kita belum butuh, cuma waktu itu kekuatan political kalah. Semua kalah sama event namanya Asian Games," ujarnya.

Dia pun mengatakan setelah dibangun dengan biaya besar, kini LRT Palembang justru sepi, bahkan tidak ada penumpangnya. "Apa yang terjadi sekarang? Nggak ada penumpangnya, itu Rp9 triliun. Nggak ada penumpangnya," sebut Ridwan Kamil. (Source: finance.detik.com)

Tak hanya pembangunan LRT Palembang yang menuai masalah, ada proyek besar yang tak kunjung terselesaikan yakni Kereta Cepat Jakarta Bandung. Namun proyek ini mengalami pembengkakan anggaran yang memaksa pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya, padahal sebelumnya dikatakan bahwa proses pembangunannya tak akan menggunakan APBN.

Ternyata proyek kereta cepat ini bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni bagian dari gurita bisnis Tiongkok. Selama beberapa waktu kebelakan memang Tiongkok tengah disibukkan dengan proyek di luar negeri yakni Belt & Road Initiative (BRI). BRI merupakan proyek Tiongkok untuk memberikan investasi besar-besaran, terutama proyek-proyek infrastruktur. Dan sayangnya Indonesia adalah target besar dari proyek ini. Dengan ini maka pembangungan infrastruktur seperti kotak pandora tak lain hanyalah membawa negara ke jurang kerugian. Dan nyatanya proyek tersebut tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat secara luas.

Tampak jelas bahwa pembangunan ini hanya mementingkan keuntungan saja. Terlihat bagaimana cara pemerintah mengambil keputusannya hanya sebatas pada keuntungannya. Tidak dipikirkan apakah pembangungan tersebut bermanfaat bagi rakyat atau tidak. Konsep seperti ini adalah konsep kapitalistik yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Bermanfaat ataukah tidak yang terpenting ada keuntungan di sana. Maka negara hanyalah regulator. Padahal,  pembangunan infrastruktur itu termasuk pembanguan guna memudahkan rakyat, nyatanya malah dimanfaatkan untuk berbisnis meraup keuntungan.

Konsep ini sangat berbeda dengan yang Islam lakukan. Islam mengatur masalah pembangunan  infrastruktur, sungguh sempurna pengaturan dalam Islam. Tidak akan ada pembangunan ala kapitalistik. Tidak boleh meraup keuntungan dari pembangunan sarana umum karena itu adalah kewajiban negara.

Negara pun harus mengurusi kebutuhan rakyat. Keputusan yang diambil harus matang dan teliti karena ada pertanggungjawaban yang lebih besar yaitu kepada Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits: “Setiap kalian semuanya adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya/bawahannya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Ketahuilah, bahwasanya kalian semua pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Untuk dana pembangunannya Islam sudah pula memiliki aturan. Berbeda dengan kapitalisme yang mengandalakan investasi dan utang, namun negara Islam (khilafah) akan mengambil dari baitul mal. Pengelolaan yang baik akan memudahkan negara untuk mengambil dana dari kas tersebut. Kas tersebut berasal dari pemanfaatan SDA, Jizyah, kharaj fai’i, ghanimah dan sebagainya. Dengan demikian negara mandiri dan tak bergantung pada asing yang berorientasi  meraup keuntungan materi. Dan beginilah cara Islam membangun negara dengan tidak meninggalkan kesejahteraan dan manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh rakyat.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post