Indonesia Rawan Gempa Bumi, Ayo Muhasabah Diri


Oleh Sumiyah Umi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik


Hingga hari ini duka dan nestapa masih dirasakan oleh anak-anak negeri. Berbagai musibah dan bencana datang silih berganti. Mulai dari musibah resesi ekonomi, hingga musibah gempa bumi. Bukan hanya itu, wilayah Indonesia juga diprediksi rentan terkena musibah banjir, tanah longsor, hingga erupsi gunung merapi. Bencana sering datang menyambangi dan mengoyak wajah cantik bumi pertiwi. Sayangnya, penanganan dan penanggulangan bencana alam di negeri ini, belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Gempa bumi berkekuatan 5,6 Skala Richter yang telah meluluhlantakkan Cianjur, Jawa Barat pada Sabtu, 21 November 2022 masih menyisakan duka yang mendalam. Khususnya bagi saudara-saudara kita yang menjadi korban gempa. Mereka kini masih tinggal di Tenda-tenda pengungsian, dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Sebab, mereka bukan hanya kehilangan harta bendanya, anggota keluarga, pekerjaan, bahkan konon banyak yang sampai murtad dari agamanya. Sungguh, mereka sangat butuh dukungan moril dan materil dari kita semua. 

Mirisnya, di saat para pengungsi sedang berkabung dan membutuhkan bantuan yang tidak sedikit. Rakyat Indonesia dikejutkan dengan diselenggarakannya acara akbar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta Pusat. Acara yang digelar oleh relawan Jokowi tersebut bertajuk "Nusantara Bersatu" dan diselenggarakan pada Sabtu, 26 November 2022.  Banyaknya tumpukan sampah yang berserakan dan mengotori stadion usai acara berlangsung, sempat menjadi sorotan publik dan viral di media sosial. Pasalnya, acara yang menelan biaya cukup fantastis tersebut telah  membuat GBK tidak ubahnya seperti lautan sampah. Sehingga, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sampai harus mengerahkan 500 petugas kebersihan, untuk mengevakuasi "penampakan lautan sampah" yang mencapai 31 ton beratnya. (cnnindonesia.com, Minggu, 27/11/2022).

Dengan adanya pemberitaan ini, tidak heran sebagian masyarakat Indonesia menjadi kurang simpatik terhadap kepemimpinan yang ada. Sebab, seharusnya para pejabat negara yang menduduki istana, bersikap lebih bijaksana. Mereka hendaknya lebih dahulu memikirkan nasib rakyatnya yang sedang terkena musibah, daripada menggelar pertemuan besar yang tujuannya hanya untuk kepentingan kelompoknya saja.

Musibah atau bencana yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan qadha (ketetapan) Allah SWT, namun manusia tidak boleh pasrah begitu saja. Penyelesaian masalah bencana gempa bumi jelas tidak cukup hanya dengan memanjatkan do'a-do'a, atau membantu korban sekedarnya saja. Sebab, manusia diberikan potensi berupa akal oleh Allah SWT, yang dengan akal itu manusia mampu mengontrol apa dan bagaimana proses terjadinya gempa.

Gempa bumi di Cianjur yang menewaskan kurang lebih 318 orang dan merusak ratusan bangunan lainnya, diduga terjadi karena aktivitas dari pergeseran Sesar Cimandiri. Keadaan ini seharusnya membuat masyarakat dan juga pemerintah bersikap lebih waspada. Sebab, di Jawa Barat sendiri terdapat beberapa sesar yang masih aktif. Diantaranya yaitu; Sesar Garsela, Sesar Cileunyi-Tanjungsari, Sesar Jati, Sesar Cicalengka, Sesar Legok, dan Sesar Lembang. Semuanya diprediksi dapat memicu terjadinya gempa bumi di Jawa Barat. Keberadaan sesar atau yang lebih dikenal dengan istilah "patahan" ini, seharusnya direspon oleh pemerintah daerah maupun pusat. Kita tentu masih ingat, bahwasanya salah satu sesar yang pernah mengguncang kabupaten Bandung pada 11 Februari 2019 lalu adalah Sesar Garsela. (ayobandung.com, Kamis 24/11/2022).

Negeri ini seperti tidak pernah belajar dari pengalaman buruk di masa lalu. Seharusnya pemerintah mau melakukan mitigasi bencana alam secara maksimal. Yaitu segala upaya untuk menghindarkan interaksi antara peristiwa alam yang menimbulkan bencana dengan manusia. Dalam sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan saat ini, mitigasi bencana dilakukan hanya ala kadarnya. Sebab, setiap kebijakan yang diambil oleh negara selalu diperhitungkan untung ruginya.

Untuk merealisasikan program mitigasi bencana secara maksimal, tentunya memerlukan modal atau biaya yang besar. Inilah yang selalu ditakutkan oleh penguasa atau rezim kapitalisme. Mereka beranggapan bahwasanya membantu para korban bencana cukup sekedarnya saja, karena uang yang digelontorkan untuk membantu para korban jelas tidak akan kembali ke kantong mereka. Lain halnya apabila ada tawaran investasi dari pihak asing, maka pemerintah selalu siap mengucurkan dana besar dari kas negara. Tidak jarang, demi memuluskan proyek investasinya, pemerintah rela "memalak" rakyat atas nama pajak. Rezim kapitalis memang mudah sekali diiming-imingi keuntungan yang berlipat ganda. Padahal, proyek investasi tersebut hanya akan menguntungkan pihak korporat itu sendiri. Ini adalah salah satu bukti kongkrit bahwa kebijakan penguasa dalam sistem demokrasi-kapitalisme hanya berorientasi pada untung rugi. Bukan untuk kepentingan rakyatnya. Intinya, penguasa yang hidup di bawah sistem buatan manusia, tidak akan amanah terhadap umat (rakyat).

Pelaksanaan mitigasi bencana sangat penting, mengingat bahwa secara geografis Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Sebab, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik antara Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat "Sabuk Vulkanik" yang memanjang dari Pulau Sumatera - Jawa - Nusa Tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan daratan rendah. Daerah inilah yang berpotensi menimbulkan berbagai macam bencana, seperti; letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Bahkan Indonesia diprediksi memiliki tingkat kegempaan yang tinggi. Sepuluh kali tingkat kegempaan di Amerika Serikat. (ww.bnpb.go.id).

Adapun tujuan mitigasi bencana adalah untuk meminimalisir resiko terjadinya gempa, termasuk meminimalisir jumlah korban dan kerusakan sarana dan prasarana publik. Selama ini pemerintah dinilai gagal dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi rakyat. Pemimpin yang berkuasa saat ini dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya, yaitu sebagai pemelihara dan pengatur urusan umat (rakyatnya).

Sabda Rasulullah saw,
"Seorang imam (pemimpin negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya. (H.R. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam, menyingkapi masalah gempa bumi tidak cukup secara lahiriyah saja. Namun, harus mengembalikan semua urusan hidup ini kepada Allah SWT. Adanya musibah atau bencana alam di sekeliling kita seharusnya membuat kita sadar dan berusaha untuk introspeksi diri. Barangkali ada dosa atau kemaksiatan yang kita lakukan. Dengan kata lain, musibah atau bencana itu pada hakikatnya adalah cara Allah SWT menegur hamba-Nya.

Sebuah riwayat menyebutkan, ketika di bumi Madinah terjadi gempa bumi, maka Rasulullah saw meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan bersabda, "Tenanglah, belum saatnya bagimu". Lalu Rasulullah saw menoleh ke arah para sahabatnya dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian, maka jawablah!" (buatlah Allah Ridha kepada kalian). (Al hadis).

Musibah itu dapat menimpa siapa saja, baik itu orang beriman maupun orang kafir yang berlumuran dosa. Namun semua bencana yang disebabkan oleh dosa-dosa manusia dapat dirasakan pula oleh orang yang beriman. Oleh karena itu Allah SWT menyeru kepada manusia untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. 
Firman Allah SWT,
"Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal shalih. Dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati dalam kesabaran. (Q.S. Al-Ashr :1-3)

Dakwah atau amar ma'ruf nahi mungkar merupakan sebuah kewajiban yang mulia. Termasuk menasihati penguasa, agar Sang penguasa mau menerapkan syari'at Allah di muka bumi. Hanya aturan Allah SWT saja yang layak untuk diterapkan, karena bersumber dari Kitabullah dan As-sunah. Adanya bencana yang melanda negeri ini seharusnya membuat kita sadar bahwa kita harus muhasabah diri. Selalu berusaha untuk melaksanakan semua perintah Allah dan rasul-Nya, serta menjauhi semua larangan-Nya. Ketaatan yang mutlak hanya untuk Allah SWT Azza wa Jalla. Sehingga negeri ini akan menjadi negeri yang diberkahi.
Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post