Bullying, Potret Buruk Sistem Pendidikan

Oleh: Arbiah, S.Pd

Viral sebuah video yang menunjukkan pelajar menendang seorang perempuan lansia yang diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hingga terjungkal. Dalam video yang diunggah kembali oleh akun Zulfikar Akbar, tertulis dalam video bahwa pelaku mengendarai sepeda motor ‘Pelat T’. Pelaku kemudian teridentifikasi berasal dari Tapanuli Selatan. Kepolisian Resor (Polres) Tapanuli Selatan pun telah menindaklanjuti perilaku dari anak-anak tersebut. Enam pelajar tersebut dikembalikan ke orang tua masing-masing karena masih di bawah umur. Namun, para pelajar disebut masih tetap dalam pengawasan Polres (CNN Indonesia, 20/11/2022).

Sebelumnya aksi bullying atau perundungan juga terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, kota Bandung menjadi korban. Aksi perundungan tersebut terekam dalam sebuah video yang juga viral di media sosial. Dalam video yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm pada korban, kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. (kompas.com, 20/11/2022).--> sda

Krisis adab yang melanda remaja dan pelajar indonesia tercermin dari semakin banyaknya perilaku amoral dari sebagian mereka. Sebagain mereka terbiasa dengan kata-kata umpatan dan kasar, melawan orang tua dan guru, melakukan perundungan (bullying).

Data hasil riset Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1%. Angka ini menempatkan Indonesia di urutan kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang murid sekolahnnya paling banyak mengalami perundungan.

Di tingkat nasional, pada tahun 2018 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa 84% pelajar mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Dari 445 kasus yang ditangani sepanjang 2018, sekitar 51,2% di antaranya merupakan kasus kekerasan fisik, seksual maupun verbal. Pelakunya, selain guru, juga sesama pelajar.

Bullying pelajar terhadap seorang nenek menggambarkan betapa buruk sikap pelajar tersebut. Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang berakhlak mulia, dan juga gagalnya sistem kehidupan, sehingga tak menghormati orang yang sangat tua.

Di kasus lain, bullying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas namun dengan kompromi, tentu hal ini tidak memberikan rasa keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas kontradiktif dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus.

Krisis adab di tengah remaja dan pelajar adalah potret buruk sistem pendidikan Indonesia yang menerapkan sistem pendidikan sekuler. Telah lama dunia pendidikan hanya mementingkan prestasi akademik dan berorientasi pada lapangan kerja, bukan demi membentuk kepribadian Islam. Para pelajar dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi dididik untuk menjadi pengisi lapangan kerja, minim penanaman adab-adab luhur. Lebih parahnya lagi pelajaran agama di sekolah dan di kampus amat minim. Itu pun hanya diajarkan dalam bentuk hafalan untuk mengejar target kurikulum dan ujian kenaikan kelas.

Sinyal agama makin dijauhkan dari pendidikan nasional juga tercemin dalam peta jalan pendidikan 2020-2035 yang kini tengah digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Disitu frasa agama dihilangkan. Draf itu mengundang kecaman dari berbagai pihak ormas Islam, seperti Muhammadiyah. Namun Kemendikbud berdalih bahwa isi draf itu masih dalam rancangan, dan akan diperbaharui.

Sikap menjauhkan agama juga tampak dari sejumlah kebijakan lain. Tahun lalu pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. SKB tersebut mengatur pakaian jilbab. Memang MA kemudian membatalkan SKB ini. Namun pengawasan terhadap sekolah dan guru yang mengingatkan siswi muslimah tentang jilbab terus ditingkatkan. Terakhir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengancam akan memecat guru di Sragen yang dilaporkan menegur dan menasehati siswinya soal kewajiban berjilbab.

Selain itu, sekolah-sekolah dan kampus juga terus dijadikan sasaran kampanye deradikalisasi Islam. Bahkan beberapa tahun silam dimunculkan isu bahwa kerohanian Islam di sekolah adalah sarang teroris. Seolah-olah Islam menyebabkan kerusakan di negeri ini dan merusak perilaku para pelajar. Ironinya, berbagai perilaku negatif para pelajar seperti perundungan, pergaulan bebas, tawuran, dan narkoba malah jarang mendapatkan perhatian dan penanganan.

Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan Islam, yang menjadikan akidah sebagai landasan dan mampu menghasilkan siswa yang berkebribadian mulia. Sebab kunci keberhasilan sistem pendidikan Islam terletak pada tiga hal: pertama, menjadikan akidah Islam/keimanan sebagai dasar pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, kepada para pelajar ditanamkan keimanan kepada Allah SWT dan ketaatan pada ajaran Islam, dengan begitu setiap ilmu yang dipelajari menjadikan mereka semakin beriman dan bertakwa.

Kedua, mempunyai tujuan yang jelas, yaitu mencetak kepribadian Islam (syakhsiyyah islamiyyah). Bukan untuk mencetak para pekerja di dunia industri atau menjadi para pengusaha. kelak mereka diarahkan menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan beragam untuk berkontribusi bagi umat. (Syekh. Taqiyuddn an-Nabhani, Nizham al-Islam).

Ketiga, saat ada pelanggaran atau tindak kriminal, negara akan menerapkan hukum yang tegas kepada pelakunya. Negara akan menerapkan sanksi bagi para pelanggar hak-hak masyarakat. Remaja dan pelajar yang melakukan tindak kriminal, jika mereka telah terbukti balig diberi sanksi sebagaimana orang dewasa. Jika mereka berzina, berlaku sanksi cambuk 100 kali. Jika mereka mencuri, berlaku sanksi potong tangan. Demikian seterusnya. Sebaliknya jika mereka terbukti belum balig, maka wali atau orang tua mereka diperintahkan oleh pengadilan untuk mendidik dan menasehati mereka. Hal ini karena Nabi Saw. menyebutkan hisab Allah tidak berlaku pada anak yang belum balig.

Masyaallah begitu detail dan sempurnanya Islam menyelesaikan krisis remaja dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Oleh karena itu mari kita berhijrah kepada sistem pendidikan Islam dengan berjuang mengembalikan kehidupan Islam. Sebab kurikulum pendidikan Islam hanya bisa diterapkan pada institusi yang menerapkan syariat Islam yaitu khilafah.

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post