TV Analog Dilarang, Siapa yang Diuntungkan?

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Berbicara tentang perkembangan televisi mungkin sudah tidak bisa terlepas dari adanya TV analog. TV analog adalah salah satu media yang biasa digunakan untuk menyiarkan berbagai macam tayangan menarik di dunia entertain. Namun sejak tahun 2020 Kemenkominfo segera menghentikan siaran TV analog atau bisa disebut Analog Swicth Off (ASO) kemudian digantikan dengan TV digital.

Sejak tanggal 30 april 2022 di sebagian kota Pulau Jawa tidak bisa menikmati siaran TV analog. Ada 3 tahap pemberhentian yang dilakukan pemerintah, tahap pertama dilakukan pada tanggal 30 April 2022, kemudian dilakukan kembali pada tanggal 25 Agustus 2022 setelahnya dilakukan pada 2 November 2022.

Pemberhentian TV analog dengan menggantikan ke TV digital menuai banyak kritikan dari masyarakat. Rata-rata yang mengkritik adalah masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Pasalnya, kebijakan ini terkesan lebih memaksa masyarakat untuk beralih ke TVdigital. Menko Polhukam Mahfud MD, menanggapi terkait dengan pengalihan TV analog ke TV digital, bahwa masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya.

Mahfud mengatakan Analog Switch Off (ASO) merupakan perintah UU dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan pemilik stasiun TV. Ia pun menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyalurkan siaran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum. (Republika.co.id, 4/11/22).

Mahfud pun mengatakan pula bahwa siaran TV analog ke digital tersebut merupakan arahan dari The International Telecommunication (ITU) yang merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bidang teknologi informasi dan komunikasi. (Ihram.co.id, 05/11/22).

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran mengungkapkan kewajiban penghentian siaran televisi analog paling lambat 2 November 2022 pukul 24.00 WIB (Pasal 97 ayat (1) b).

Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran juga mengungkapkan kewajiban semua lembaga penyiaran untuk menyetop siaran analog pada 2 November 2022.

Untuk menonton televisi masyarakat Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) kini sudah beralih ke siaran TV digital. Sebab, antena konvensional saat ini sudah dimatikan pemerintah.

Walaupun demikian, pemberhentian TV analog atau Analog Switch Off (ASO) masih belum bisa diterima oleh masyarakat Gorontalo. Sebab sebagian besar masyarakat serambi madinah itu masih menggunakan TV analog. Selain dari itu pemberhentian secara serentak TV analog dinilai menyusahkan masyarakat. Pasalnya, masyarakat diminta membeli perangkat Set Top Box (STB) untuk bisa menikmati siaran TV digital, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah bukan mematikan siarannya tetapi menghentikan penjualan TV analog. (Liputan6.com minggu 6/11/22).

Perubahan ke arah TV digital akan menyulitkan masyarakat karena ada komponen yang harus dibeli untuk dapat mengakses TV digital. Walaupun pemerintah menjanjikan akan memberikan alat Set Top Box secara gratis kepada masyarakat yang tidak mampu. Akan tetapi tidak lantas persoalan migrasi ini selesai begitu saja. Pasalnya tanpa membenahi dari segi akses akan ada masyarakat yang tidak mampu menjangkau siaran TV digital.

Jika diperhatikan setiap kebijakan pemerintah selalu saja menguntungkan pihak tertentu yaitu tiada lain pengusaha itu sendiri. Karena, kita bisa amati bahwa pemerintah menekan rakyat untuk membeli alat Set Top Box sehingga dari penekanan itu angka permintaan akan meningkat. Maka, angka produksi pun juga turut meningkat. Jadi jelas bahwa kebijakan ini bukan menguntungkan rakyat namun menguntungkan para korporasi. Perubahan ini sekaligus juga menunjukan bahwa UU Cipta Kerja tidak berpihak kepada kepentingan rakyat melainkan keberpihakan penguasa kepada korporasi.

Inilah wajah buruk pemerintah yang dikuasai oligarki. UU menjadi payung hukum untuk memuluskan kepentingan mereka. Mereka berdalih memberikan akses yang lebih baik kepada rakyat, agar kebijakan tersebut diterima masyarakat. Karena dengan menggunakan UU lah mereka bisa memaksa rakyat kelas bawah untuk menerima setiap kebijakan mereka.

Sangat miris, penguasa memaksa rakyat untuk membeli alat Set Top Box dengan dalih akan dikenakan pidana bagi rakyat yang masih menggunakan TV analog. Padahal masih banyak rakyat yang belum siap beralih ke TV digital, selain harga alat STB tersebut cukup mahal belum lagi harus membeli TV digitalnya. Tentu saja kebijakan ini mengecewakan rakyat karena pasalnya rakyat dituntut wajib beralih ke TV digital. Inilah yang dinamakan kezaliman.

Negara yang seharusnya melayani rakyat, faktanya menjadi perpanjangan tangan bagi pengusaha. Jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi dari penguasa oleh penguasa untuk pengusaha.

Ketika menerapkan kebijakan mereka tidak berpikir apakah kebijakan tersebut menguntungkan rakyat atau tidak? Rakyat menjadi sapi perahan bagi penguasa untuk memuluskan keinginan pengusaha.

Mewujudkan siaran TV yang bagus untuk diakses oleh seluruh masyarakat merupakan kewajiban bagi negara. Dalam Islam media didaulat sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol dan sarana dakwah. Dengan kata lain media juga berfungsi sebagai benteng yang memiliki peran politis dan strategis serta sebagai benteng penjaga umat dan negara. Sehingga suasana ketaatan terus tercipta dan wibawa negara tetap terjaga

Televisi yang merupakan sumber informasi harus menyajikan tayangan yang meningkatkan ketakwaan umat. Isi tayangan harus yang berfaedah. Dalam negara Islam tayangan media berada di bawah wewenang Depertemen Al-I'lam (penerangan). Depertemen inilah yang akan membuat aturan demi kemaslahatan umat. Membantu membina masyarakat Islam dengan pemahaman yang kuat, lurus, dan bersih. Menyiarkan Islam, baik dalam keadaan damai maupun perang dengan menonjolkan sisi keagungan Islam. Menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia.

Tidak boleh ada tayangan yang keluar dari panduan yang telah ditetapkan oleh depertemen Al-I'lam. Jika keluar dari yang ditetapkan oleh depertemen tersebut maka akan diberikan sanksi tegas dan berat kepada pemilik media yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan. Negara pun menjamin tayangan televisi yang bisa diakses oleh seluruh kalangan masyarakat. Tidak ada dalam benak penguasa mau mengambil keuntungan dari setiap kebijakan. Mereka selalu mengedepankan kebutuhan umat. Bahkan pemerintah dalam negara Islam tidak akan pernah memberi celah bagi swasta atau siapa pun yang mau memanfaatkan masyarakat. Karena mereka memiliki ketakwaan dan rasa takut kepada Allah. Sebab setiap apa yang dipimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak. (Syeikh. Taqiyuddin an-Nabhani, Mukaddimah ad-Dustur Pasal 103-104).

Dengan sistem Islam dalam naungan khilafah akan terwujud tayangan yang berkualitas yang mendukung terciptanya masyarakat Islami. Masyarakat merasa aman dan tenang bebas dari kekhawatiran terhadap tayangan yang mendatangkan kemudaratan.

Wallahua’lam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post