Moderasi Beragama Untuk Menghancurkan Islam


Oleh : Khantynetta 
(Aktivitas dakwa).

Multaqa Ulama Al-Quran Nusantara 2022 digelar di Pesantren Al-Munawir Krapyak, Yogyakarta pada 15—17 November 2022, dengan mengangkat tema “Pesan Wasatiah Ulama Al-Quran Nusantara.”

Multaqa ini menghasilkan enam rekomendasi. Dua dari enam rekomendasi yang dihasilkan dengan tegas menyatakan perlunya pengarusan wasatiah sebagai metode berpikir, bersikap, dan beraktivitas, bahkan dalam menyusun desain kurikulum pendidikan Al-Quran sehingga terwujud keberagamaan yang moderat.

Namun demikian, multaqa ini juga merekomendasikan untuk menanamkan ajaran Al-Quran secara komprehensif sehingga benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat, bangsa, dan semesta.

Pernyataan ini menarik untuk kita cermati, satu sisi mengharapkan Al-Quran bisa menjadi petunjuk sehingga menebarkan rahmat, tetapi sisi lain menjadikan moderasi menjadi metode berfikir dalam memahami Al-Quran dan bahkan, dalam mendesain kurikulum pengajaran. Padahal dua sisi tersebut saling bertolak belakang. 

 moderasi Islam atau Islam moderat merupakan gagasan pemikir-pemikir sekuler liberalis Barat, terutama mereka yang terlibat aktif dalam proyek pengendalian dan riset kebijakan-kebijakan global.

menjadi moderat versi penjajah.
Moderasi beragama yang merujuk pada konteks Islam Wasathiyah kini justru diartikan sebagai Islam yang mau berkompromi dengan hukum Barat, tidak “fanatik” terhadap agama (Islam) serta memberikan kebebasan yang lebih luas dalam  syariat Islam. Yang kemudian disebutkan bahwa umat harus kembali kepada “Islam fundamental” yang diartikan oleh para pengusung moderasi beragama sebagai upaya mengembalikan Islam hanya sebatas nilai-nilai kemanusiaan, ritual dan kebaikan. Pada akhirnya hukum-hukum Allah pun dimutilasi dan secara membabi-buta dipaksa untuk dilenyapkan dari benak umat tatkala syariat berseberangan dengan agenda sekularisasi umat.

Hakikat moderasi Islam dapat dipahami, salah satunya dari buku keluaran Rand Corporation, “Building Moderate Muslim Network” (Membangun Jaringan Muslim Moderat). Disebutkan di dalamnya bahwa muslim moderat adalah orang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi; termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM (Hak Asasi Manusia), kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum nonsektarian, serta melawan terorisme (versi Barat) dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan. Maka jelas Islam moderat tidak lain adalah “Islam” yang menerima sistem busuk demokrasi. Sebaliknya, Islam “radikal” adalah yang menolak demokrasi dan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Target moderasi beragama adalah supaya umat Islam mau berpikir moderat. Padahal dampak yang terjadi adalah islamofobia. Takut dengan ajaran islam sendiri. Sehingga enggan terlalu taat beragama. Enggak memakai simbul agama yang diajarkan nabi sendiri atau menolak di ajak belajar Islam secara mendalam.

Inilah strategi terakhir Barat untuk menghancurkan Islam dan kaum muslim setelah Barat tidak meraih kemenangan melalui peperangan militer. Barat hendak memecah belah kaum muslim dan menghalangi terwujudnya persatuan umat. Kaum muslimin yang tidak memiliki kesadaran politik akan tertipu dan terperangkap dalam fatamorgana kebebasan Barat yang melenakan.

Sejatinya, moderasi beragama adalah istilah asing yang disusupkan Barat yang tidak dikenal sedikit pun dalam khazanah Islam. Bila mengusung moderasi beragama, umat tidak akan maju dan berdaulat apalagi memiliki kekuatan adidaya. Justru sebaliknya, moderasi membuat umat menyiapkan sendiri kuburan kehancurannya di bawah kaki penjajah Barat.

Oleh karena itu, wajib untuk membangun kesadaran politik umat dengan politik Islam sehingga umat memahami siapa sejatinya musuh kaum muslimin dan tidak terjerumus dalam pemikiran asing yang menyesatkan. Wajib pula untuk membimbing umat agar menyadari bahwa umat Islam adalah satu laksana satu tubuh dan yakin bahwa persatuan umat adalah satu keniscayaan.

Khilafah Islamiahlah yang mampu menjadi wadah persatuan umat sebagaimana terwujud pada masa lalu dalam peradaban Islam yang agung dan mulia. Untuk itu, perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiah harus makin bergelora. Butuh keberadaan para pengemban dakwah yang gigih berjuang membangun kesadaran umat.
Keteguhan, keistikamahan, dan kedalaman berpikir politik pengemban dakwah adalah satu keniscayaan sebagaimana keikhlasan dan keyakinan kuat akan datangnya pertolongan Allah Taala. Sungguh, fajar Khilafah akan segera terbit.

Wallahu a'lam bish shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post