Membangun IKN Bergantung Investasi Asing, Untung atau Buntung?


By : Yuliana S.Sos

Presiden Jokowi membeberkan proyek pemindahan IKN yang tengah dilakukan, dimana akan membuka peluang investasi di sektor infrastruktur senilai US$ 20,8 miliar. Nilai investasi itu setara dengan Rp.323,1 triliun, bila menggunakan asumsi kurs Rp.15.523 per dolar AS. Hal ini disampaikan pada KTT G20.
https://bisnis.tempo.co/read/1657238/ktt-g20-jokowi-beberkan-ikn-buka-peluang-investasi-infrastruktur-rp-323-triliun

Salah satu negara yang menjalin kerjasama diantaranya adalah negara Jepang yang sudah mengirimkan bantuan tenaga kerja ada pula negara Korea Selatan yang menyumbang sarana dan prasarana air bersih.
https://makassar.antaranews.com/berita/443333/kementerian-pupr-dan-jepang-memperkuat-kerja-sama-pembangunan-ikn-dalam-pertemuan-g20

Kembali Indonesia membuka peluang investasi asing di KTT G20 semakin meneguhkan modal IKN yang bergantung dengan investasi asing. Bukannya untung, malah akan membuat indonesia buntung.
Ini justru semakin memperlihatkan ketidakmandirian negara ini dalam menghadapi berbagai persoalan termasuk pemindahan ibu kota. Terbukanya peluang investasi asing akan semakin memperteguh posisi negara kita yang amat bergantung pada asing. Ketergantungan ini akan mudahnya asing menguasai dan mengintervensi negara ini di berbagai kebijakan. Ditambah, sistem kapitalisme tentu mematenkan ketergantungan negara pengikut pada negara kafir penjajah di berbagai aspek kehidupan.

Presiden Jokowi memang telah mengatakan bahwa, dana untuk pembangunan IKN ini bukan berupa pinjaman tetapi bentuk kerja sama dengan pihak swasta maupun asing. Namun demikian, apakah pemerintah berani menjamin bahwa investasi dengan asing gratis dan tidak ada kepentingan lain? Padahal kita tahu bahwa setiap bantuan atau kerjasama pembangunan yang diberikan negara-negara yang berideologi kapitalis selalu ada hasrat kepentingan. Sebab, dalam konsep politik ekonomi kapitalis, memberikan bantuan tak ayal adalah utang yang wajib dibayar di kemudian hari.

Padahal, Allah telah berfirman:“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang- kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 141). Ayat ini seharusnya menjadikan kita sadar bahwa haram bagi umat islam memberikan jalan bagi asing untuk menguasai, apalagi negeri muslim bergantung pada mereka. Umat islam harus mandiri, hanya saja kemandirian ini akan terwujud ketika memang negara kita berlandaskan pada ideologi islam yang menyeluruh dan sempurna.

Dalam sejarah dunia, islam telah menorehkan sebuah pemindahan ibu kota dengan penuh kemandirian tanpa bantuan negara lain. Ibu Kota berada di Baghdad, kota tersebut dibangun secara besar-besaran dan dijadikan pusat pemerintahan oleh Khalifah Abbasiyyah ke-8 Al Mu’tashim. Kemudian, pindahnya Ibu Kota Khilafah dari Baghdad ke Turki yang ternyata dilakukan tanpa hutang. Konstantinopel Ibu Kotanya atau yang sekarang dikenal dengan Istanbul. 

Kota terpadat di Turki dengan kondisi ekonomi yang maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia. Pemindahan ibu kota ini semata-mata berorientasi pada pengaturan urusan umat. Bagaimana caranya agar bisa membentuk kemandirian negara?

Sistem Khilafah akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam. Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara.

Tentu hal tersebut hanya bisa terlaksana, jika penguasa mau untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri dengan islam. Dan konsep-konsep ini bisa terwujud sempurna apabila mengambil islam secara keseluruhan dan diterapkan dalam naungan khilafah. Wallahu’alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post