Krisis Adab Melanda Generasi Muda



Oleh Nor’alimah, S.Pd.
(Pendidik dan Pemerhati Generasi)

Miris, satu kata yang menggambarkan kondisi generasi hari ini. Betapa tidak moral generasi muda telah terkikis. Mereka seolah tumbuh menjadi anak yang kehilangan adab.

Beberapa waktu lalu beredar video pelajar di Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut), menendang seorang nenek hingga tersungkur viral di media sosial (medsos). Kepada polisi, pelajar tersebut mengaku menendang nenek karena iseng. (Detik.com, 21/11/22)

Sebelumnya juga aksi bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban. Aksi perundungan tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial.

Tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tanpa berusaha melerai. Korban yang terjatuh juga dibiarkan dan malah ditertawakan oleh rekan-rekannya. Dari kabar yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit. (KumparanNews, 20/11/2022)

Kepala Sekolah SMP Plus Baiturrahman mengakui adanya aksi perundungan sesama murid yang terjadi di sekolahnya. Dia pun mengecam aksi perundungan tersebut. Pihaknya sudah melakukan mediasi antara keluarga korban dan pelaku yang terlibat dalam aksi bullying.

Video dan pemberitaan remaja yang melakukan bully (perundungan), hingga tindakan kriminal sering beredar. Hal ini menunjukkan ada persoalan besar yang menimpa kondisi remaja hari ini, padahal mereka masih berstatus pelajar. Kasusnya beragam, dari skala ringan hingga berat, bahkan berujung kematian. Ada apa dengan remaja hari ini? Mengapa hal ini terus terjadi?
Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok.

Bullying pelajar terhadap seorang nenek menggambarkan betapa buruk sikap pelajar tersebut.  Adab seorang penuntut ilmu sama sekali tidak tampak, padahal mereka adalah orang yang berpendidikan. Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan yang ada hari ini. Sistem sekuler ini gagal dalam mencetak pelajar yang berakhlak mulia. Sehingga muncul perilaku tak beradab seperti tidak menghormati guru, orang tua, teman sebaya, termasuk terhadap orang yang sangat tua.

Di kasus lain, bullying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi, yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban.  Bahkan ada kecenderungan sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas.  Fakta ini jelas kontradiksi dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus. Semua itu merupakan potret buruk sistem pendidikan Indonesia.

Tentu saja kita tidak ingin kasus bullying ini terus terjadi dan menimbulkan banyak korban. Semua masalah yang terjadi telah terbukti tidak mampu diselesaikan oleh sistem pendidikan hari ini. Maka, harus ada solusi tuntas atas persoalan tersebut. Solusi ini hanya ada dalam sistem Islam.

Sistem pendidikan Islam, yang menjadikan akidah sebagai landasan dan mampu menghasilkan siswa yaang berkepribadian mulia. Dalam Islam, perundungan adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh Allah Taala. 

Larangan ini termaktub dalam Al-Qur’an yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (TQS Al-Hujurat: 11).

Dari aspek hukum positif, terdapat UU yang mengatur terkait perundungan, yaitu UU 23/2002 yang telah diubah dengan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU yang dimaksud dengan “anak” adalah ‘seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan’. Terkait perundungan, juga telah diatur dalam pasal 76 C UU 35/2014. Namun, keberadaan UU dan sanksi ini tidak cukup efektif mencegah perundungan. Kenyataanya, kasus perundungan makin marak saja.

Dalam Islam, tidak ada istilah anak di bawah umur. Ketika sudah balig, ia menjadi mukalaf. Artinya, mereka sudah menanggung taklif hukum yang berlaku dalam syariat Islam. Sehingga, jika melanggar ketentuan syariat, ia harus menanggung sanksi yang diberikan. Namun, dalam kacamata sekularisme, anak yang sudah balig, jika masih di bawah usia 18 tahun, tetap diperlakukan layaknya anak-anak.

Pandangan yang semacam ini tidaklah tepat. Dalam Islam anak-anak akan mendapat pemahaman saat memasuki usia balig terkait tanggung jawab, taklif hukum, serta konsekuensi setiap perbuatannya. Hal ini dilakukan oleh keluarga, sekolah, bahkan negara. Sehingga mampu membentuk kepribadian mulia dan beradab. Bukan seperti generasi hari ini yang menjadi generasi miskin nurani, suul adab, kekanak-kanakan, dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

Generasi ini akan selamat dari kerusakan, dengan beberapa upaya, sebagai berikut.
Pertama, diterapkannya sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Porsi Islam dalam pendidikan harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai pelengkap materi ajar semata. Juga didukung oleh sistem politik ekonomi Islam. Negara memberikan semua fasilitas yang menunjang kegiatan KBM di sekolah.

Kedua, adanya kontrol dan pengawasan masyarakat dengan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Sehingga, ketika ada kemaksiatan atau pelanggaran yang terjadi, masyarakat akan mengingatkan. Kemaksiatan tidak akan ditoleransi, karena masyarakat membiasakan diri untuk saling mengoreksi.

Ketiga, adanya negara yang berperan sebagai penjaga dan pelindung generasi dari berbagai kerusakan. Negara melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau, media porno, dan kemaksiatan lainnya. Serta memberlakukan sanksi yang tegas berdasarkan syariat Islam.

Negara adalah penyelenggara pendidikan, juga tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai bisnis. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.

Demikianlah, Islam menyelesaikan persoalan adab generasi muda hari ini.  Untuk membangun generasi cerdas, berkualitas, dan juga berakhlak mulia. Tidakkah kita merindukan dan menginginkan sistem Islam ini diterapkan?

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post