Era Modern, Traficking Menggurita


Oleh; Umi Jamillah
 (Pemerhati Perempuan)

Manusia adalah makhluk yang lemah dengan keterbatasan dan kelemahan yang  diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi penjaga alam ini. Sayangnya, banyak yg tidak melakukan segala perbuatan sesuai dengan keinginan sang Pencipta.

Diberitakan dalam (wartabromo.com, 20-/11/2022). Aparat Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, mengungkap kasus penyekapan 19 perempuan di sebuah Ruko di Kecamatan Gempol Pasuruan diduga adanya traficking (perdagangan manusia).

Penyekapan terhadap 19 perempuan tersebut didapatkan dari dua tempat diantaranya, Ruko Gempol : terdapat 8 perempuan diantaranya tiga di bawah umur.  Rumah di Prigen : terdapat 11 perempuan satu diantaranya dibawah umur. Mereka adalah korban yang mendapat tawaran pekerjaan sebagai pemandu lagu dan iming-iming gaji besar. Polda Jatim menangkap 5 orang tersangka diantaranya DG, RN, CE, AG dan AD. Mereka diduga melakukan Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO).

Data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bulan Januari - Juni 2020, ada 50 perempuan dewasa yang dijadikan eksploitasi seksual dan 50 anak - anak diperdagangkan dengan tujuan yang sama.

Data komisi perlindungan anak indonesia mencatat  sebanyak 234 anak menjadi korban TPPO dan eksploitasi. Pada Januari - April 2021, 83% adalah korban kasus prostitusi dengan 60% lewat medsos dan 40% secara konvensional. Tahun 2022, KPAI menerima pengaduan kasus TPPO sebanyak 45 laporan.

Traficking merupakan bentuk tidak adanya penghormatan sesama manusia. Padahal manusia sejatinya adalah mahluk yang di beri akal, seharusnya bisa membedakan baik dan buruk. Sedangkan perasaannya hanya diliputi nafsu serakah tanpa punya rasa kemanusiaan yang tujuannya untuk mendapatkan secuil kauntungan dunia tanpa memandang halal haram. Mereka mati rasa melihat psikis dan mental para korban. 

*Akar Penyebab Traficking*
Menurut Penelitian David Wyatt menemukan bahwa kemiskinan bukan faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya human traficking. Perdagangan terjadi karena ber-satunya berbagai faktor  katalis, yang mendorong kemiskinan dan berbagai penyebab struktural seperti pendidikan yang rendah, rendahnya penegakan hukum, kelaparan, dan komitmen negara yang rendah untuk  membebaskan warganya. 

Inilah dampak dari diterapkannya sekulerisme kapitalisme yang memandang  materi sebagai tujuan. Bahkan negara pun abai dalam memberikan kesejahteraan terhadap rakyat sampai kemiskinan mendera sehingga mudah diberikan iming-iming harta tanpa melihat bahayanya. Bahaya yang diakibatkannya sampai pada pelanggaran terhadap hukum Syara'. Sebagaimana jiwa manusia yang harus di jaga, bukan dengan solusi regulasi. Sejatinya regulasi itu bukan menjadi penyelesaian permasalahan.

*Memutus Rantai Human Trafficiking*
Sebagai seorang muslim dan hidup di negara yang mayoritas muslim, kita seharusnya tidak kebingungan di dalam mencari solusi permasalahan kehidupan. Sebab Islam merupakan agama yang paripurna dan menyeluruh. Secara konsep dan sejarah, Islam mampu menjadi problem solver dalam segala aspek.

Termasuk untuk mencegah dan mengatasi terjadinya gurita terhadap  human trafficking, Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dengan solusi yang efektif memutus mata rantai trafficking. Mekanismenya adalah sebegai berikut:

Pertama, Penerapan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan. Penerapan sistem ekonomi Islam akan mampu mewujudkan kesejahtetaan bagi seluruh rakyat. Sumber daya alam yang melimpah tidak boleh diekspoitasi untuk segelintir orang sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Namun, SDA wajib dikelola oleh negara, yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Maka bukan hal mustahil jika pelayanan pendidikan dan kesehatan diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Karena penerapan sistem ekonomi Islam mengkondisikan yang demikian.

Kedua, tatanan Islam akan menjamin perempuan tidak menjadi korban ekspolitasi dan perdagangan orang melalui dua hukum; yakni hukum nafkah perempuan dalam tanggunggan wali, dan hukum keharaman perempuan memanfaatkan aspek feminitas dalam bidang pekerjaan. Negara pun wajib menyediakan lapangan pekerjaan, terutama bagi laki-laki, karena Islam mendudukkan mereka sebagai pihak yang mencari nafkah. Dengan cara ini, diharapkan para perempuan akan terpenuhi segala kebutuhannya, tanpa harus bekerja.

Ketiga, peradilan negara akan hadir untuk memberi hak gugat bagi perempuan atas nafkah, menghukum pihak-pihak yang wajib memberi nafkah bagi perempuan, dan menutup celah semua lapangan kerja yang memanfaatkan sisi feminitas perempuan.

Keempat, negara Islam pun akan memberikan hukuman yang tegas dan memberikan efek jera bagi siapa saja pelaku human trafficking, tanpa pandang bulu. Termasuk memberikan propaganda di tengah-tengah masyarakat tentang betapa seriusnya negara dalam menumpas kejahatan tersebut. Sehingga orang akan berpikir ulang ribuan kali, sebelum memutuskan untuk melakukan kejahatan.

Itulah solusi masalah human trafficking menurut perspektif Islam. Semoga solusi tersebut bukan hanya berhenti di tataran konsep atau teoritis semata, namun bisa diwujudkan dalam kehidupan. Wallahu’allam bi ash shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post