Ironis, Kemiskinan Subur di Negeri Makmur


Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Masyaallah, siapa yang tak tahu dengan negeri berjuluk zamrud khatulistiwa? Di dalamnya, keanekaragaman hayati terhampar di darat dan lautan, serta terkandung di dalam bumi. Tak ada satu pun negara yang menafikkan, negeri yang beriklim tropis ini memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan masyarakat tak berbanding lurus dengan sumber kekayaan alam yang dimiliki negeri ini.

Kemiskinan Subur di Negeri Makmur

Sepertinya pribahasa tikus mati di lumbung padi amatlah serasi dengan kondisi rakyat di negeri ini. Hamparan alam yang disebut-sebut tanah surga dan diberi predikat gemah ripah loh jinawi kini dikuasai oleh sekumpulan korporasi yang serakah dan tak tahu diri. Walhasil, rakyat bergelimang kemiskinan.

Kondisi ini bukan semata karena perseorangan yang serakah dan tak tahu diri, tetapi kebijakan yang diberlakukan juga berpihak pada mereka. Ibarat gayung bersambut, korporasi yang sejalan dengan negara dalam menerapkan ekonomi kapitalisme, menjadikan kekayaan alam dieksploitasi. Itu semua karena ide liberalisme dengan ajaran sesatnya, hurriyah milkiyah, alias kebebasan kepemilikan.

Maka dari itu, kekayaan alam yang melimpah ruah ini tak dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Mereka harus menanggung getah dan terus bersabar dalam kemiskinan yang terpelihara di negeri yang kaya raya. Hal itu tergambar dari berita yang dilansir antaranews.com (21/9/2022). Antara memberitakan bahwa Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus memperkirakan tingkat kemiskinan 10,3 persen pada September 2022 karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Setelah dianalisis, potensi kemiskinan itu bisa melebihi tingkat kemiskinan di saat pandemi COVID-19, mungkin bisa mencapai 10,3 persen di September 2022 sehingga harus ditambah bantuan sosialnya,” kata Ahmad Heri dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu (21/9).

Kemiskinan tampaknya kian subur di negeri yang makmur. Kenaikan angka kemiskinan tentu bukan tanpa sebab. Pemerataan ekonomi dan pengelolaan dalam perkara sistem ekonomi menjadi faktor utama kemiskinan. Sebagaimana diketahui, negeri ini mengadopsi sistem ekonomo kapitalisme. Akidah atau fondasinya adalah sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, asas manfaat dijadikan ultimate goal dalam setiap aktivitas ekonomi. Halal haram tak dipedulikan.  

Kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum kini banyak beralih kepemilikannya. Banyak SDA yang dikuasai swasta, asing, dan aseng. Eksploitasi SDA dengan dalih investasi terus berkibar. Bahkan, negara mengundang investor asing dengan sengaja demi meraih pundi-pundi rupiah.

Adapun distribusi kebutuhan pokok pada rakyat berjalan anyara produsen ke konsumen, bukan distribusi berupa pelayanan penguasa terhadap rakyat. Tarif dan harga kebutuhan pokok rakyat terus melambung tanpa bisa dibendung. Tak ayal, banyak rakyat linglung dalam mengupayakan pememuhan kebutuhan hidupnya. Tak sedikit rakyat yang menggantungkan hidupnya pada utang riba. Sementara pemasukan mereka tak mengalami kenaikam signigikan, justru kian rendah dengan nilai harga yang tinggi. Apalagi pemutusan hubungan kerja juga naik seiring dengan naiknya harga kebutuhan pokok. 

Sistem kapitalisme memperlebar dan memperdalam jurang kemiskinan. Sistem ini menjadikan negara berlepas tangan dalam mengayomi dan memelihara urusan rakyat. Negara berperan bak makelar antara korporasi (penjual) dan konsumen (rakyat). Negara berlepas tangan dari kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, dan papan, serta berlepas dari kebutuhan asasi komunal seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 

Islam Menyejahterakan Rakyat

Kesejahteraan dalam sistem kapitalisme bagai mengukir di atas air, tak akan pernah terwujud. Adapun solusi kemiskinan yang hakiki hanya dapat diraih apabila manusia kembali pada aturan Sang Pencipta. Sebab, sepintar apa pun akal manusia, tetap tidak bisa menandingi syariat Islam yang menghantarkan pada ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Adapun kepemimpinan dalam Islam (khalifah) wajib menerapkan syariat Islam secara kaffah. Jabatan khalifah adalah amanah yang tak boleh dikhianati. Khalifah tidak akan berani semena-mena terhadap rakyat. Sehingga, para pemimpin tidak akan mengedepankan keserakahan, tetapi mengutamakan urusan rakyat dengan memberikan jaminan atas kesejahteraan dan keadilan.

Terkait kemiskinan, Islam memiliki definisi yang sangat jelas. Islam menghitung secara rata-rata, tetapi melihat kondisi rakyat secara real di lapangan. Tolok ukur kemiskinan dinilai dari sejauh mana seseorang dapat memenuhi kebutuhan primernya berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Namun demikian, jaminan kebutuhan pokok individu berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan diberikan negara secara gratis. Sehingga, rakyat tidak akan kesusahan mendapatkan hak-haknya. Negara akan mengelola kekayaan alam yang melimpah dan hasilnya akan didistribusikan kepada rakyat secara langsung ataupun tak langsung dengan biaya sangat murah bahkan gratis

Negara akan menegakkan kewajiban atas nafkah bagi laki-laki yang baligh. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai di segala bidang, pertanian, pertambangan, kelautan, ataupun instansi lainnya sesuai dengan jenis kemampuan dan keterampilan masing-masing. Adapun sistem administrasi dan birokrasi yang diberlakukan sangatlah mudah, profesional, cepat, dan amanah.

Negara akan menjamin kebutuhan tiap individu rakyat apabila tidak ada seorang pun yang mampu menafkahinya. Negara juga akan mendistribusikan zakat hanya kepada 8 ashnaf. Sehingga, kesejahteraan rakyat akan terwujud. Maka, saatnya kaum muslim bersatu padu mengentaskan kemiskinan dari akarnya. Yakni, mencampakkan kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam yang sempurna.

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post