KETIKA PARA PEMBEGAL DILINDUNGI HUKUM


Oleh : Faizul Firdaus, S.Si 
(Analis Politik dan Kebijakan Publik)


Sungguh malang nasib pria berinisial S (34) setelah Satreskrim Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkannya menjadi tersangka. S dijerat pasal pembunuhan karena menewaskan dua pelaku begal yang menyerangnya di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/1) dini hari. Bila objektif justru S adalah korban yang hak-hak nya harusnya dibela. Menurut Wakil Kepala Polres Lombok Tengah Kompol I Ketut Tamiana dalam konferensi pers di Lombok Tengah, "Korban begal dikenakan Pasal 338 KUHP menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun Pasal 351 KUHP ayat (3) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang,"

 Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Indonesia (FHUI) Indriyanto Seno Adji mengatakan bahwa sebaiknya penegak hukum tidak melihat kejadian tersebut dari perspektif kepemilikan senjata tajam (sajam) dari korban. Sehingga mengakibatkan korban begal yang dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.(kompas.com, 14 april 2022). Tidak hanya itu, gelombang protes terhadap sudut pandang penegak hukum pun dilakukan oleh masyarakat Lombok Tengah. Mereka mendatangi Polres untuk memprotes penetapan S sebagai tersangka. 

Miris memang bila upaya membela diri justru dinilai sebagai tindakan kriminal main hakim sendiri. Padahal keduanya jelas tidak sama. Pada peristiwa ini jelas S pada posisi diserang terlebih dahulu, hartanya hendak dirampas. Maka jelas segala yang dilakukan S adalah upaya melindungi diri dan hartanya. Bila yang demikian di persalahkan di depan hukum, lantas harus kah kita diam dan merelakan diri kita dilukai dan harta kita diambil? Tentu tidak bukan.

Melindungi diri dan harta dari bahaya adalah hal yang diwajibkan dalam Islam. Bahkan dalam sebuah hadist, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah SAW ia berkata “wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangikudan ingin merampas hartaku. Beliau bersabda “jangan kau berikan padanya.” Ia bertanya lagi “bagaimana pendapatmu bila dia ingin membunuhku?” Beliau bersabda “bunuhlah dia”, bagaimana bila ia malah membunuhku?, ia balik bertanya. “engkau dicatat syahid”, jawab Nabi SAW. Ia bertanya lagi, “ bagaimana bila aku yang membunuhnya?” Nabi SAW menjawab “dia akan berada di neraka” (HR.Muslim no 140)

Dari hadist tersebut dijelaskan bagaimana penanganan kasus begal dalam prespektif Isam. Dalam Islam jiwa dan harta benda itu wajib dilindungi dari kejahatan, bahkan meninggal dalam rangka membela diri dan harta benda dicatat sebagai syahid. Sebaliknya para pelaku perampasan pembegalan atau perampokan akan dikenai sanksi yang berat. 

Dengan bangunan prespektif hukum yang demikian maka kecenderungan untuk berbuat kriminal akan dapat dihilangkan di tengah tengah masyarakat. Ketegasan sistem sanksi dalam Islam akan menjadi salah satu instrumen pencegah maraknya kriminalitas. Disamping negara benar –benar menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi tiap tiap individu warga negara. 

Hal tersebut tidak bisa ditemui di dalam sistem politik demokrasi. Betapa negara masih berlepas tangan dari menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) bagi warga negara. Belum lagi kurikulum pendidikan sekuler yang menjauhkan anak anak dari karakter taqwa. Ditambah ringan nya sistem sanksi, maka semua hal ini hanya akan melahirkan kondisi mencekam karena maraknya kriminalitas di tengah-tengah masyarakat.
Wallahua’lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post